Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kemenag Jelaskan Maksud Pernyataan Menag soal Good Looking

Saturday, September 5, 2020 | 20:24 WIB Last Updated 2020-09-05T13:24:10Z
Kamaruddin Amin


JAKARTA (DutaJatim.com)  - Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa pernyataan Menag soal “good looking” itu hanya ilustrasi. Substansi yang harus ditangkap adalah perlunya kehati-hatian pengelola rumah ibadah, terutama yang ada di lingkungan Pemerintah dan BUMN, agar mengetahui betul rekam jejak pandangan keagamaan jamaahnya.


"Statemen Menag tidak sedang menuduh siapapun. Menag hanya mengilustrasikan tentang pentingnya memagari agar ASN yang dipercaya mengelola rumah ibadah tidak memiliki pandangan keagamaan ekstrem bahkan radikal yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan," jelas  Kamaruddin Amin di Jakarta, Sabtu 5 September 2020.


Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan pandangannya tentang  pentingnya mewaspadai paham ekstrem keagamaan yang mengarah pada penolakan radikal terhadap eksistensi NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.


Pandangan itu disampaikan Menag dalam acara peluncuran aplikasi ASN No Radikal yang diselenggarakan oleh Kemenpan RB.  


Menurut Menag, penetrasi paham keagamaan esktrem itu bisa terjadi di mana saja, termasuk di rumah ibadah. Termasuk di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan di tengah masyarakat. Salah satunya dengan menempatkan orang yang memiliki paham radikal dengan kemampuan keagamaan dan penampilan yang tampak mumpuni.


"Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk," kata Fachrul dalam webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9/2020).


Fachrul menyatakan orang itu pun perlahan-lahan bisa mendapatkan simpati dari para pengurus dan para jemaah masjid. Salah satu indikatornya, orang tersebut dipercaya menjadi imam hingga diangkat menjadi salah satu pengurus masjid.


Setelah mendapatkan posisi strategis tersebut, lanjut Fachrul, orang itu mulai merekrut sesama rekan-rekannya yang memiliki pemahaman radikal lainnya masuk menjadi pengurus masjid.


"Lalu masuk teman-temannya. Dan masuk ide-idenya yang kita takutkan," kata dia.


Di sisi lain, Fachrul menegaskan bahwa masjid-masjid yang berada di lingkup institusi pemerintahan dan BUMN potensial disusupi oleh paham-paham radikal.


Bahkan, ia bercerita sempat mendengarkan ceramah yang berisikan pemahaman radikal ketika sedang ibadah Salat Jumat di salah satu masjid milik kementerian.

"Sehingga saya pernah ingatkan seorang menteri, karena saya pernah Salat Jumat di masjid itu, saya terkejut, saya WhatsApp ke menteri yang bersangkutan, 'bu, bahaya sekali, kok Salat Jumat di situ khotbahnya menakutkan banget," kata Fachrul, tanpa merinci kementeriannya.

Melihat hal itu, Fachrul mewanti-wanti agar seluruh rumah ibadah khususnya di lingkungan pemerintahan dan BUMN untuk mewaspadai gerakan dari kelompok radikal di masjidnya masing-masing.

Salah satu upayanya, kata dia, seluruh jajaran pengurus masjid di lembaga tersebut wajib diisi oleh pegawai yang bekerja di instansi yang bersangkutan.

"Pengurusnya harus pegawai pemerintah kalau masjidnya di lingkungan pemerintahan. Tak boleh ada masyarakat umum di situ ikut jadi pengurus [masjid]," kata Fachrul.

Dikatakan Komarudin Amin, statemen Menag tidak dalam konteks menggeneralisir. Sebab, pandangan itu disampaikan Menag dalam konteks seminar yang membahas Strategi Menangkal Radikalisme pada ASN. 

"Jadi pandangan Menag itu disampaikan terkait bahasan menangkal radikalisme di ASN," lanjutnya.

Sebagai solusi, kata Kamaruddin, Menag lalu menawarkan agar pengurus rumah ibadah di instansi pemerintah dan BUMN direkrut dari pegawai yang dapat diketahui rekam jejaknya dengan baik. 

Dijelaskan Kamaruddin, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir terus berupaya menangkal masuknya pemahaman keagamaan yang ekstrem dalam lingkungan ASN. Sebab, ASN harus menjadi teladan dalam hal cinta tanah air dan praktik beragama yang moderat. 

Dijelaskan juga bahwa Kemenag akan membuka program penceramah bersertifikat. Tahun ini, ditargetkan 8.200 peserta. Program ini bersifat sukarela, sehingga tidak ada paksaan.

"Kemenag bersinergi dengan majelis agama, ormas keagamaan, BNPT, BPIP, dan Lemhanas," ujar Kamaruddin.

"Penceramah akan dibekali wawasan kebangsaan, Pancasila dan moderasi beragama," tandasnya. (hud)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update