Petani desak Pemkot kembalikan kejayaan apel Batu. |
KOTA BATU (DutaJatim.com) - Buah apel sebagai ikon Kota Batu kini tinggal kenangan. Bahkan, di Kota Batu sulit dijumpai apel Batu. Sebagian kalangan menyebut apel yang dijual di Kota Batu didatangkan dari daerah lain. Malah sebagian apel impor. Apalagi Dinas Pertanian Pemkot Lamban Tangani Hama Mata Ayam, Apel Batu pun Makin Tergusur.
Lahan-lahan budidaya apel kini semakin menyusut. Padahal buah ini menjadi primadona di era 1990-an yang menjadi sandaran hidup petani apel Kota Batu.
Namun apel kini tak memberi harapan terhadap kesejahteraan petani. Sehingga banyak dari mereka yang beralih menanam tanaman jeruk.
Usman Hudi misalnya. Petani dan pedagang apel di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ini memiliki lahan seluas delapan hektare. Lima hektare lahan miliknya ditanami tanaman apel. Sisanya, lahan seluas tiga hektare ditanami tanaman jeruk.
Sebelumnya, lahan yang kini ditanami jeruk itu, merupakan ladang tanaman apel. Ia memilih merawat tanaman jeruk karena pemeliharannya lebih mudah dan cukup menjanjikan secara ekonomi.
"Untuk satu pohon apel, di musim hujan ini kami memerlukan modal perawatan paling sedikit sebesar Rp 90 ribu. Sedangkan untuk harga jualnya hanya sebesar Rp 50 ribu mentok Rp 60 ribu. Jadi kami masih merugi," ujarnya.
Hama mata ayam yang menyerang buah apel juga menambah beban petani. Kata dia, hama mata ayam telah menyerang para petani apel di Kota Batu selama kurang lebih tiga tahun terakhir ini.
Sebenarnya, untuk mengatasi hama itu pihaknya juga telah melakukan berbagai antisipasi. Seperti misalnya, melakukan penyemprotan pestisida. Namun hal itu tak menemui titik terang akan keberhasilan memanen apel.
Ia mengungkapkan, kondisi para petani apel terus mengalami kesulitan. Tanpa dibantu menemukan solusi oleh Dinas Pertanian Kota Batu. Dirinya berpandangan, jika setahun lagi para petani apel sudah tak ada lagi di Kota Batu.
Pemkot Batu melalui Dinas Pertanian masih lamban dalam mengatasi hama. Ditambah lagi harga jual apel yang tak membuat wajah petani berseri.
Dari hasil 20 persen yang bisa dijual itu, harganya juga sangat murah. Yakni berkisar Rp 4 ribu hingga Rp 5 ribu saja perkilo. Sementara itu, sebelum hama ini menyerang untuk harga jualnya bisa mencapai Rp 7 ribu lebih.
Untuk menyiasati kerugian, dirinya membuat produk turunan olahan apel, berupa kripik apel. Produksi olahan panganan itu menjadi buah tangan sebagai oleh-oleh khas Kota Batu. Namun karena pandemi ini penjualannya tidak seberapa membantu.
Dirinya mengungkapkan, jika kondisi dan situasi masih saja seperti ini. Ia mengaku akan putar haluan menjadi petani jeruk saja. "Jika setiap tahun masih seperti ini. Bukan tidak mungkin lahan yang saya miliki, akan diubah dari tanaman apel ke jeruk," lanjut dia.
Ia mengaku, Dinas Pertanian Kota Batu tak pernah sedikitpun meninjau ke lokasi. Padahal petani menantikan sebuah solusi yang manjur mengatasi hama mata ayam. "Kita juga tidak pernah dibantu untuk mencari solusi. Jadi ya mungkin saja apel di Kota Batu akan sirna,"ujar dia.
Petani menginginkan adanya pendampingan dari Dinas Pertanian untuk mengatasi serangan hama. Serangan hama mata ayam bermunculan saat musim penghujan, yakni mulai bulan November hingga musim penghujan selesai. Serta ingin adanya peningkatan harga jual hasil panen.
Oleh sebab itu, ia berharap, hal tersebut bisa menjadi perhatian utama Pemkot Batu. Salah satunya membantu menemukan solusi untuk mengatasi hama tersebut. Sehingga hasil pertanian apel di Kota Batu tak semakin berkurang.
"Untuk saat ini, dari hasil keseluruhan panen mungkin yang bisa dijual hanya sekitar 20 persen saja. Selebihnya harus direlakan untuk dibuang," ungkapnya.
Apa yang dialami Abdul Muhammad Rokhim serupa dengan Usman. Ia tak ingat betul sejak tahun berapa dirinya menggeluti tanaman apel. Yang pasti, ia berkecimpung di situ sejak menginjak usia remaja. Dirinya menyayangkan lemahnya perhatian yang diberikan Pemkot Batu.
Ia juga tak jauh berbeda dengan pilihan petani apel lainnya yang akan berganti menjadi petani jeruk. Tanaman ini lebih menggiurkan dibandingkan dengan tanaman apel saat ini.
"Padahal apel ini kan sebagai iconnya Kota Batu. Namun tak ada perhatian yang diberikan oleh Pemkot," terangnya seperti dikutip dari nusadaily.com Rabu pagi.
Ketua Komisi B DPRD Kota Batu, Hari Danah Wahyono menilai, Kota Batu sebagai kota apel hanya jargon semu, jika tak ada perhatian dari pemerintah. Dapat dilihat dari hasil panen pertanian apel yang tinggal 20 persen saja.
Oleh sebab itu dengan menurunnya komoditi apel menjadi PR semua pihak. Selaku Komisi B, pihaknya akan segera menindaklanjuti persoalan itu. Ia meminta Dinas Pertanian harus segera turun tangan untuk mencari solusi terkait persoalan yang dihadapi petani apel.
"Akan hearing dengan dinas pertanian untuk membahas masalah tersebut. Agar masalah yang dihadapi oleh petani apel di Kota Batu segera teratasi," pungkasnya.
Dua petani apel, Usman Hudi dan Abdul Muhammad Rokhim menunjukkan buah apel yang terjangkit hama mata ayam. Hama mata ayam menjadi kendala utama yang dihadapi petani apel. (ndc)
No comments:
Post a Comment