Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kapal van der Wijck Harta Karun di Laut Lamongan, Akan Jadi Tujuan Wisata?

Wednesday, March 10, 2021 | 09:49 WIB Last Updated 2021-03-10T02:49:49Z
Monumen Kapal van der Wijck di Brondong Lamongan.


LAMONGAN (DutaJatim.com) - Lamongan akan membuka komunikasi soal nasib Kapal van der Wijck yang tenggelam di perairan Lamongan pada 1936. Komunikasi tersebut di antaranya dengan pemangku maritim di Indonesia.


"Kita terbuka untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait perihal keberadaan Kapal van der Wijck ini. Terutama pemangku maritim," kata Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, Selasa (9/3/2021).


Terlepas dari keberadaan bangkai Kapal van der Wijck yang masih menyisakan misteri, Yuhronur berharap ada langkah nyata terkait tenggelamnya kapal tersebut. "Meski saat ini belum bisa diangkat tapi setidaknya ke depan bagaimana nasib kapal ini, apakah akan dijadikan wisata bawah air di Lamongan atau bagaimana. Kami terbuka," ujarnya.


Yuhronur menyebut, Kapal van der Wijck merupakan salah satu harta karun yang terpendam di perairan Lamongan dan patut untuk diperkenalkan ke seluruh dunia. Peristiwa tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan peristiwa nyata yang pernah terjadi di masa kolonial Belanda. Yang salah satu peninggalannya berupa monumen peringatan dan masih berdiri di Brondong.


"Ini memang benar-benar harta karun yang ada di Lamongan dan patut untuk diperkenalkan ke dunia, Bahwa Lamongan juga punya peristiwa seperti Titanic yang namanya Kapal van der Wijck," tambahnya.


Sebelumnya, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan Mifta Alamuddin juga menyampaikan, Kapal van der Wijck yang tenggelam di perairan pantai utara (pantura) Lamongan ini sebagai harta karun bawah laut. Bahkan, kerap ada pihak yang mencoba mencari bangkai kapal tersebut.


"Lamongan juga ada harta karun laut dari kapal, yaitu Kapal van der Wijck yang tenggelam pada 20 November 1936 saat masa kolonial Belanda," terangnya.


Peristiwa itu kemudian ditandai dengan dibangunnya monumen peringatan tenggelamnya Kapal van der Wijck berada di Pelabuhan Nusantara Brondong, yang dulunya diduga sebagai tempat evakuasi korban kapal. "Tugu atau monumen itu dibangun sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada para nelayan setempat yang telah menolong para korban kecelakaan Kapal van der Wijck," terang Mifta.


Monumen tersebut bersusun 3 lantai. Di lantai 2 terdapat balkon yang menghadap ke arah laut. Sementara bangunannya berukuran sekitar 2,5 meter x 3 meter dengan tinggi 10 meter.


Dua buah plakat tertempel di kedua sisi bangunan dengan Bahasa Belanda dan Indonesia ejaan lama. "Tanda Peringatan kepada Penoeloeng-Penoeloeng Waktoe Tenggelamnja Kapal van der Wijck DDC 19-20 Oktober 1936," demikian tulisan dalam plakat itu yang berada di sisi barat.


Untuk plakat yang Berbahasa Belanda berada di baliknya atau di sebelah timur monumen. Tertulis dalam plakat itu 'Martinus Jacobus Uytererk Radiotelegrafist Aan Boord S.S Van Der Wijck 20 Oktober 1936 Hij Bleef Getrouw Tot In Den Dood Zijn Nagedachtenis Zij Eere. Zijne Vrienden'. "Kalau kewenangan dinas kabupaten saat ini mungkin hanya sebatas pelestarian monumen/tugu peringatan tersebut," tutur Mifta.


Ke depan, lanjut Mifta, masih direncanakan untuk ditata ulang menjadi semacam taman yang mudah diakses dan dikunjungi masyarakat. Penanganan tugu atau monumen ini pun, aku Mifta, lintas sektoral karena lokasi monumen yang berada di kawasan Pelabuhan Nusantara Brondong.


Tugu atau Monumen van der Wijck ini masih kerap mendapat kunjungan masyarakat. Termasuk para pelajar yang ingin belajar sejarah atau baru saja membaca novel karya Buya Hamka, berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijck.


Sementara itu, pemerhati sejarah Lamongan, M Navis menjelaskan,  perlu ada penelitian apakah kapal itu masih berada di bawah laut perairan Brondong. "Perlu adanya kerja sama dengan pihak terkait, khususnya Balai Arkeologi yang menangani penelitian bawah air agar keberadaan kapal ini tidak lagi menjadi misteri, apakah masih ada atau sudah tidak ada," terangnya.


Ia mengungkapkan, Kapal van der Wijck merupakan kapal penumpang mewah dan bukan kapal barang. Penamaannya diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jonkheer Carel Herman Aart van der Wijck. Kapal itu milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) di Fyenoord, Rotterdam.


Kemudian menurutnya, monumen peringatan tenggelamnya Kapal van der Wijck layak untuk dikatakan sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (OBCB) dan bisa diajukan menjadi Bangunan Cagar Budaya (BCB). Peristiwa dan tugu peringatan menjadi salah satu bukti bahwa Lamongan memiliki nilai historis yang luar biasa pada masa kolonial Belanda.


"Sebenarnya tugu ini sudah layak dikatakan sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan bisa diajukan menjadi Bangunan Cagar Budaya (BCB). Untuk bangunan tugu peringatan sendiri berukuran sekitar 2,5 meter x 3 meter dengan tinggi 10 meter," pungkasnya.(nas/det)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update