Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Peternak Sapi Perah Desa Mlancu, Butuh Perhatian

Saturday, November 5, 2011 | 07:37 WIB Last Updated 2011-11-05T00:37:10Z
Seorang petani sedang memerah susu
SUARA DESA, Kediri - Dusun Celep, Desa Mlancu, Kec. Kandangan, Kab. Kediri adalah salah satu sentra penghasil susu segar andalan Kabuapaten Kediri. Maklum di desa ini mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya dari peternakan sapi perah. Ada puluhan bahkan ratusan peternak sapi perah dan setiap harinya dihasilkan ratusan liter susu segar dari desa ini.

Desa yang berada di dataran tinggi ini berbatasan langsung dengan wilayah Kec. Kasembon, Kab. Malang. Seperti lazimnya kawasan dataran tinggi, udaranya relatif sejuk dan dingin, sehingga cocok untuk berternak. Terutama sapi perah seperti halnya wilayah Pujon, Ngantang Kab. Malang yang juga menjadi sentra susu di daerahnya.

Ada pemandangan menarik di desa penghasil susu segar ini setiap hari sekitar pukul 14.00. Di sudut-sudut desa warga tampak bergerombol, termasuk di pos kamling. Namun mereka bukan bermaksud demo atau sekadar ngerumpi, tapi ternyata menunggu ’jemputan’. Ya, menunggu truk penampung susu segar perahan warga.

Sambil membawa kaleng berwarna perak dari bahan stainless steel, warga biasanya ngobrol kesana kemari seraya menunggu truk tangki itu datang. Warga menamakan kaleng perak yang berfungsi membawa susu perahan itu melken.  "Ya begini setiap hari, kalau setor susu," ujar Samadi.

Sebagai kelengkapan bukti setor susu, ia kemudian menunjukkan satu buku kecil warna biru. Buku yang dibawa Samadi, termasuk para peternak lainnya itu mirip buku tabungan. Buku saku itu ternyata berisi catatan harian kuantitas dan kualitas susu yang disetor warga ke KUD, yang menjadi pengepulnya. Dari buku itu pula, peternak setiap bulannnya mengetahui berapa bagian bersih yang didapatnya.

Belum usai Samadi menjelaskan seputar peternakan susu di Dusun Mlancu, tiba-tiba sebuah truk datang dan berhenti di dekat kumpulan warga. Saat bak truk dibuka, terlihat deretan melken serupa seperti yang dibawa warga. Beberapa warga yang sebelumnya berpencar, kemudian mengantri di dekat truk.

Sementara dua penumpang truk, turun seraya mengatur warga yang akan menyerahkan setoran susu segarnya. Salah seorang diantaranya membawa peralatan mirip jarum, berukuran besar. Ia dengan tangkas kemudian mengambil secangkir susu segar dari melken warga secara bergantian. Susu itu kemudian dimasukkan ke dalam alat pengukur tadi.  "Ini untuk mengetahui berat jenis susu yang disetor warga, sehingga kita bisa ketahui kualitasnya," ujar Ahmad, seraya memeriksa susu segar yang disetor warga.

Setelah dicek kemurniannya, susu kemudian dinaikkan ke truk. Di truk sudah ada dua orang yang memindahkan susu ke melken lainnya. Orang tersebut kemudian mengukur berapa liter susu yang disetor warga dengan menggunakan alat pengukur kedalaman. "Tiga belas liter," sebut Ahmad, seraya memerintahkan temannya mencatat volume susu segar di buku kendali warna biru.

Begitulah pemandangan rutin setiap hari di Dusun Celep, Desa Mlancu, Kec. Kandangan. Pemandangan hampir serupa juga tampak di beberapa desa tetangga, yang sebagian warganya menjadi peternak sapi perah. Truk-truk itu datang setiap hari mengambil susu segar dari para peternak untuk dibawa ke Koperasi Unit Desa (KUD). "Lumayan, hari ini dapat tiga belas liter," ungkap Samadi usai menyetor.

Samadi, adalah satu diantara ratusan peternak sapi perah di Dusun Celep. Ia mengaku baru tiga bulan ini menggantungkan hidupnya menjadi peternak susu. Sebelumnya ia hanyalah petani kecil yang hidupnya juga pas-pasan. "Lumayan bisa bantu kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.

Ia mengatakan, setiap bulan pendapatannya dari menekuni usaha sapi perah ini bersih bisa sekitar Rp 800 ribu. "Pendapatan itu sudah dipotong kredit, juga untuk membeli katul pakan sapi. Termasuk juga untuk membeli melken ini," ujar Samadi.

Berbeda dengan Samadi, Suratno (25), punya pandang berbeda. Ia yang sudah lama menekuni ternak susu perah secara turun temurun ini mengaku, pendapatan dari berternak sapi perah sekarang ini tidak seperti dulu lagi. Bahkan harga susu yang belakangan cenderung terus turun ini membuat pendapatannya berkurang.

Menurut Ratno, selama ini peternak sapi memang tidak punya posisi tawar untuk menentukan harga susu. "Yang menentukan harga susu ya dari KUD. Tapi kalau kita tanya ke KUD, yang menentukan harga katanya ya pabrik. Katanya dari pabriknya harganya sudah segitu. Kita tidak bisa apa-apa. Apalagi semua susu sapi di sini disetor ke KUD," terang Suratno, seraya menyebutkan biasanya harga baru berganti setiap akhir bulan.

Hal senada juga disampaikan, Ahmad Suyadi (33), Ketua Kelompok Peternak Sapi Dusun Slumbung. Menurutnya, keterpurukan para peternak sapi perah belakangan ini lebih disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap produsen susu segar tersebut.

Dalam pandangannya, selama ini pemerintah terkesan mengabaikan keberadaan para peternak sapi perah. Para peternak seakan dilepas dan dipersilahkan mengatasi persoalannya sendiri, terutama yang menyangkut harga susu segar di pasaran. Bahkan pemerintah daerah, tidak pernah memberi bantuan untuk para petani sapi perah, meski alokasi dana untuk peternak itu sudah ada.

Namun untungnya, tambah mereka, dengan adanya KUD sebagai pengepul susu segar ini, masyarakat sekitar sedikit terbantu. Mereka tidak perlu repot-repot memasarkan susunya. Ada kepastian pemasaran dan harga pembelian meski terkadang masih jauh dari harapan. Bahkan untuk peralatan seperti melken sudah disediakan KUD secara kredit. Termasuk untuk pakan sapi seperti konsentrat dan katul.

Hanya saja, pada saat musim kemarau seperti sekarang ini, biaya produksi juga makin bertambah. Itu karena para petani kesulitan mencari rumput segar. Seringkali mereka harus membeli tebon (daun jagung) atau damen (batang padi) untuk pakan sapi. Akibatnya, biaya produksi meningkat. Sementara harga susu segar tetap, sehingga mengurangi pendapatan para peternak. (tni)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update