Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

JIKA DULU SAJA DISEBUT MERUGI, APALAGI SEKARANG?

Wednesday, September 18, 2019 | 23:55 WIB Last Updated 2019-09-18T16:55:22Z


Oleh Ustadz Arafat

JAKARTA (DutaJatim.com) - "Ustaz, ketika matahari sedang tertutup awan atau ketika cuaca mendung, bagaimana caranya Rasulullah dan para sahabat menentukan waktu shalat?"

Demikianlah salah satu pertanyaan dari siswa-siswi pada sebuah SMK di bilangan Duren Sawit, saat saya hadir memberi kajian Muharram beberapa hari yang lalu.

Siswa tersebut rupanya tergelitik dengan sebuah fakta bahwa pada zaman Rasulullah belum ditemukan jam di dunia ini. 

Peradaban manusia baru mulai mengenal jam yang dikendalikan mesin sederhana pada abad ke-15 Masehi. Artinya, lebih dari sembilan abad setelah zaman Rasulullah. 

Jadi di zaman itu orang-orang Arab hanya menggunakan istilah pagi, siang, sore, dan malam untuk menunjukkan waktu tertentu. Begitu pula dalam menentukan waktu shalat, mereka menggunakan matahari sebagai acuannya.

Kembali ke pertanyaan di atas, apa yang dilakukan jika cuaca sedang mendung? Jawabannya adalah mereka mengandalkan kepekaan terhadap waktu. Rasa peka umat manusia pada masa itu sangat tajam terhadap waktu.

Tentu saja jangan dibandingkan dengan kita di era modern seperti sekarang. Tanpa adanya jam, kita tak mungkin bisa mengira-ngira dengan tepat pukul berapakah sekarang ini?

Sebaliknya umat manusia kala itu yang bertahun-tahun tidak pernah bergantung pada jam, mereka menjadi peka sekali terhadap waktu. Meski matahari tertutup awan, feeling mereka dapat menunjukkan waktu dengan nyaris tepat. 

Contohnya pada waktu malam, Rasulullah dengan sendirinya dapat menentukan kapan sepertiga malam, bahkan kapan seperenam malam. Hal ini bisa kita buktikan dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim berikut, 

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalatnya Nabi Daud. Dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud. Beliau tidur hingga pertengahan malam, kemudian bangun selama sepertiga malam dan tidur lagi pada seperenam malam terakhir. Adapun puasa Beliau adalah sehari puasa, sehari tidak.”

Pola tahajud seperti ini dilakukan Rasulullah dengan presisi waktu yang tepat meski Rasul tidak melihat jam. Hal ini membuktikan betapa peka sekali orang-orang pada masa itu terhadap waktu. 

Sebagai gambaran, kita bisa membandingkan antara orang-orang penyandang tuna netra, dengan orang biasa. Ketika mati lampu di malam hari, orang biasa akan menabrak dinding atau menjatuhkan gelas.

Berbeda dengan mereka yang bertahun-tahun tidak pernah bergantung pada penglihatan, mereka menjadi peka sekali terhadap benda-benda di sekitar. Inilah gambaran yang sepadan dengan hal di atas. 

Satu hal yang wajib kita garis bawahi, bahwa dengan keadaan manusia pada zaman tersebut yang sangat peka terhadap waktu, ternyata Allah masih juga memperingatkan agar jangan melalaikan waktu sia-sia begitu juga. 

Ingat Surat Al-Ashr menceritakan bagaimana manusia merugi jika berkaitan dengan waktu. Jika demikian halnya, bagaimanakah keadaan kita di zaman ini yang tidak peka lagi terhadap waktu?

Mari benahi kembali tata kelola diri kita terhadap waktu. Perlakukan waktu dengan disiplin, karena keberkahan Allah berada pada orang-orang yang disiplin terhadap waktunya.

Salam Hijrah. 
⏰ Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!

* Ustadz Arafat adalah penulis buku best seller Hijrah Rezeki dan seorang motivator.


No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update