Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jatah Menteri Warga NU atau PBNU?

Thursday, October 24, 2019 | 17:22 WIB Last Updated 2019-10-24T12:48:12Z
Mahfud MD menteri dari NU?

SURABAYA (DutaJatim.com) - Nahdlatul Ulama (NU) disebut tidak mendapat jatah kursi menteri di Kabinet Indonesia Maju. Lho bukankah wapres KH Ma'ruf Amin adalah tokoh NU?

Lalu tiga menteri PKB juga tokoh NU? Jawabannya iya, tapi mereka adalah jatah partai. Dianggap bukan jatah NU.

Sementara dari Muhammadiyah ada Muhadjir Effendy yang menjabat Menko PMK setelah sebelumnya menjabat Mendikbud. Menko PMK ini mengkoordinasi Kementerian Agama yang diincar oleh NU dan PKB.
Labih dari itu Presiden Jokowi dalam sidang Kabinet Kamis 24 Oktober 2019 hari ini memberi hak istimewa kepada Menko yang boleh intervensi kebijakan menteri yang ada di bawah koordinasinya.

Hal ini karena di kabinet kerja sebelumnya ada menteri yang emoh dikoordinasi oleh menko mungkin karena merasa lebih mampu, lebih tahu, lebih dekat dengan pusat kekuasaan dan lain-lain.

Di media sosial ramai dibicarakan mengapa Yenny Wahid tidak masuk Kabinet Indonesia Maju? Padahal sebelumnya sudah ramai putri KH Abdurrahman Wahid yang tak lain pendiri PKB dan tokoh utama NU itu akan dijadikan mensos, seperti halnya Khofifah Indar Parawansa dulu. Yenny dianggap mampu jadi mensos. Punya kapasitas dan integritas. Tapi ternyata nama Yenny tidak disebut oleh Jokowi sebagai menteri. 

Namun demikian, toh di jajaran menko ada Mahfud MD yang menjabat menko polhukam. Sebuah posisi yang sangat strategis. Bukankah Mahfud MD yang asal Madura juga tokoh NU, meski ke-NU-an Mahfud sempat diragukan oleh sejumlah pihak yang merasa lebih NU? Masalah darah NU Mahfud ini sempat mencuat saat dia gagal jadi calon cawapresnya Jokowi beberapa waktu lalu. Namun tak diragukan lagi bahwa Mahfud memiliki kultur NU.

Karena itu pula perlu dipertanyakan adanya pernyataan NU tidak dapat kursi menteri ini? Apakah yang dimaksud itu warga NU atau PBNU. Atau harus yang diusulkan PBNU? Bila warga NU jadi menteri, Mahfud MD sudah mewakilinya. 



Tapi memang bila tokoh PBNU yang dimaksud, Jokowi terkesan belum memberi jatah sebab kita tahu PBNU bisa dibilang all out membela Jokowi saat pilpres lalu hingga memicu polemik mengingat NU tidak boleh berpolitik praktis. Bila ini benar, Jokowi mungkin lupa? Atau mungkin nanti akan memberi jatah wakil menteri? Kita tunggu saja.

Yang jelas, posisi seperti menteri agama biasanya memang diberikan kepada NU. Dan seharusnya, bila ada wakil menteri agama, jatah kursi itu mestinya juga diberikan kepada kader NU untuk mendampingi Fachrul Razi sebagai menteri agama? Namun, bagaimana bila ada yang mengklaim, bahwa Fachrul Razi yang asal Aceh sesungguhnya juga warga NU?

Baca Juga: Parpol Kecewa Jatah Menteri

Saat ditanya soal suasana hangat di tubuh NU soal jatah menteri itu, Ketua DPD Partai Gerindra Jatim Soepriyanto enggan mengomentari hak prerogatif Jokowi sebagai presiden, meski banyak kader Gerindra dari kalangan NU.

Namun dia meminta elite dan warga NU agar bersabar. “Waduh, saya enggak bisa jawab (mengapa NU tidak dapat jatah menteri, terutama Menteri Agama). Pesan saya: Harus bersabar,” kata Soepriyanto di Surabaya, Rabu (23/10/2019) malam.


Dikadali Jokowi?

Sebuah tulisan berjudul  NU “Dikadali” Jokowi? beredar luas lewat pesan WA. Termasuk di WA saya. Penulisnya  Sumanto Al Qurtuby. Isinya begini:


Jokowi sudah mengumumkan nama-nama kabinet jilid 2-nya. Saya perhatikan barisan kabinet kali ini boleh diisi atau didominasi oleh kalangan politisi, pengusaha, praktisi, dan tentara/polisi. Yang menarik, kabinet sekarang tidak ada yang dianggap sebagai “representasi NU” atau kalangan santri/pesantren. 

Ida Fauziyah (Menaker) dan Abdul Halim Iskandar (PDT) dianggap sebagai “representasi” Cak Imin (atau PKB), bukan NU. Oleh kalangan struktural NU, Mahfud MD sudah lama dianggap “bukan NU” atau “tidak cukup NU” atau “tidak memiliki komitmen terhadap NU”. 

Yang menarik adalah posisi Menag yang selama ini hampir dipastikan dipegang oleh “kader” NU tapi kini jatuh ke tangan seorang mantan jenderal Fachrul Razi yang, maaf, tidak jelas wawasan dan keilmuan keagamaannya hingga beredar “meme” di lingkungan NU: “Dibutuhkan pembimbing agama untuk Menteri Agama”. 

Fachrul Razi dikenal sebagai “ahli strategi militer”. Lalu, mau ngapain di Kemenag? Mengatur strategi perang melawan “radikalisme Islam”? Sarang kelompok Islamis radikal bukan di Kemenag tapi di Diknas, BUMN, Kominfo, Kemenpan, atau mungkin Kemenhan. Kemenag isinya para santri yang justru selama ini berperang melaman kelompok “Islam radikal”.  

Sangat disayangkan kalau NU diabaikan alias “dicuekin” oleh Jokowi, Mega dan “lingkaran dalam” mereka. Padahal NU-lah yang selama ini menjadi “bamper,” “kopral” dan pejuang melawan barisan kadrun dan mugrun. NU-lah yang sering memobilisasi massa menghadang mereka. NU-lah juga yang sering menggelar istigatsah kubro besar-besaran membela Jokowi. NU juga yang melakukan “perang dalil” dan “perang pemikiran” melawan kelompok idiologis Islamis seperti HTI dan lainnya. 

Kenapa NU? Karena NU-lah yang memiliki masa besar yang bisa menandingi mereka. Karena hanya para kader NU yang bisa “perang dalil” dan “perang kitab” dengan mereka. Yang lain nggak ada. 

Muhammadiyah sekalipun karena mereka nggak bisa ndalil dan mbaca kitab kuning. Bahkan banyak kader Muhammadiyah yang sudah “bermimikri” menjadi kadrun atau setengah kadrun. Jika Muhammadiyah saja nggak bisa ndalil apalagi “banteng”, pengusaha, tentara, politisi, dan polisi.

Semoga NU tidak kecewa dan tetap ikhlas dengan susunan kabinet ini, meskipun sudah habis-habisan membela Jokowi, meskipun sepertinya hanya dijadikan sebagai pendorong “truk mogok”, dan kalau truk sudah jalan, mereka ditinggal atau sebagai “tangga” (menggapai kekuasaan) dan “pion” (melawan “Islamis militan”) saja. Bahkan dijadikannya Kiai Ma’ruf sebagai cawapres pun dianggap sebagai bagian dari “sasaran antara”, “tangga” dan “pion” ini.

Semoga NU tetap eksis membela Tanah Air, meskipun tak mendapat “jatah” menteri. Saya gak bisa membayangkan kalau kader-kader NU: para ulama dan kiai pesantren ngambek dan mogok tak mau lagi “berperang” melawan kelompok Islamis radikal.

PS: sampai TS ini ditulis, saya perhatikan WAG-WAG para elit, kader, sarjana, dan aktivis NU masih diam, belum merespons tentang susunan kabinet ini (mungkin mereka lagi ngopi atau udud?😊. 

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia



***

Dari tulisan itu ada kesan NU tidak dapat jatah kursi. Padahal banyak warga NU sekarang menjadi menteri Kabinet Indonesia Maju. Jadi, yang dimaksud itu warga NU, PBNU, atau tokoh yang diusulkan PBNU? 

Ya, mestinya, kita tidak perlu berpolemik soal jatah menteri sebab itu hak prerogatif presiden. Dan kita harus legowo dan ikhlas bisa membantu Jokowi-Kiai Ma'ruf jadi presiden dan wapres. Semoga! (gas)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update