Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Siap-siap Sejumlah Tarif Akan Naik, Mulai Tol hingga BPJS Kesehatan

Wednesday, October 30, 2019 | 08:59 WIB Last Updated 2019-10-30T02:15:24Z


JAKARTA (DutaJatim.com) - Siap-siap sejumlah tarif akan naik. Pemerintah memberi sinyal agar masyarakat mengencangkan ikat pinggang sebab sejumlah tarif akan naik. Salah satunya tarif sebagian jalan tol hingga BPJS Kesehatan.

Salah satu tarif tol yang naik adalah ruas  Jakarta-Tangerang dan ruas Tangerang-Merak segmen Simpang Simpang Susun Tomang-Tangerang Barat-Cikupa. Kenaikan tarif mulai Sabtu 2 November 2019 itu disosialisasikan terlebih dahulu mulai Rabu (29/10/2019) hari ini.

Tol tersebut dikelola oleh dua badan usaha jalan tol (BUJT) yang mana ruas Tangerang-Merak dikelola anak usaha Astra Infra, yaitu PT Marga Mandalasakti. Sementara ruas Jakarta-Tangerang dikelola PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

"Sosialisasi di Kementerian PUPR untuk Jakarta-Tangerang sampai Cikupa," kata Dirut PT Astra Tol Nusantara (Astra Infra) Kris Ade Sudiyono.

Menurutnya, penyesuaian tarif tol tersebut sudah disetujui oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.  "Iya baru itu, karena yang baru diputuskan oleh Pak Menteri baru itu," sebutnya.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit tarif baru tol tersebut mulai 2 November. Saat ini ada dua ruas tol yang sedang dalam proses untuk dinaikkan tarifnya. Ruas tol yang dimaksud adalah Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) dan Tol Makassar. Dia belum bisa menyebutkan total ruas tol yang akan mengalami kenaikan tarif. "Dalam proses (Tol) Jagorawi dan Makassar (untuk penyesuaian tarif)," kata dia di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Dia menjelaskan, ada cukup banyak ruas tol yang bakal disesuaikan tarifnya meskipun dia belum bisa menjelaskan rinciannya.  "Sampai akhir tahun akan cukup banyak, ada yang model paket investasi, paket penyesuaian tarif," katanya.

Karena itu masyarakat harus siap-siap sejumlah tarif akan naik. Sebelumnya dikabarkan kenaikan tarif bukan hanya tol. Tapi juga ukai dan harga rokok, BPJS Kesehatan hingga tarif listrik 900 VA golongan rumah tangga mampu.  Untuk tarif listrik, pemerintah memang akan menghapus subsidi untuk golongan 900 VA rumah tangga mampu. Akibat dihapusnya subsidi, maka tarif listrik akan mengalami kenaikan.

Mengutip CNBC Indonesia, Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Abumanan sebelumnya  mengungkapkan pencabutan subsidi dilakukan agar lebih tepat sasaran. "PLN diminta tepat sasaran, jangan duplikasi. Selama ini susah karena yang disubsidi adalah 900 dan 450 VA. Pada 2016 diputuskan 900VA dicabut kecuali untuk keluarga miskin," kata dia.

Diperkirakan ada 27 juta pelanggan pada 2020 yang dicabut subsidi listriknya. "Kelompok yang tadinya disubsidi jadi tidak subsidi. Tapi belum tentu kenaikan tarif, karena tergantung dolar, ICP, dan inflasi. Masuk tarif penyesuaian 3 bulanan saja." kata Djoko.

Sebelumnya saat masih menjabat Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengungkapkan tarif listrik belum tentu naik meski subsidi listrik telah disepakati turun oleh pemerintah dan DPR dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Jonan mengatakan, pemerintah belum mengambil keputusan mengenai penerapan skema tarif listrik atas penurunan subsidi listrik.

Selain listrik, harga rokok juga akan mengalami kenaikan. Hal ini terpengaruh dengan kenaikan cukai rokok yang sudah diteken oleh Presiden Jokowi.  Kenaikan cukai sebesar 23% dan berlaku pada 2020 mendatang. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan cukai ini kisaran 23% dan 35% dari harga jual. Nantinya ada Peraturan Menteri Keuangan yang akan mengatur kenaikan tersebut.

Kemudian iuran BPJS Kesehatan juga akan naik pada 1 Januari 2020. Kenaikan iuran ini terjadi untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa.

Lalu untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta Mandiri kategori kelas 3 menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500 per jiwa. Kelas 2 men- Pemerintah resmi menaikkan iuran program JKN yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Kenaikan ini seiring dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo. 

Seluruh segmen peserta BPJS Kesehatan tercatat mengalami kenaikan iuran. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat dari Rp23.000 menjadi Rp 42.000. Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini berlaku surut pada 1 Agustus 2019.

Adapun besaran iuran Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3 akan meningkat dari Rp 25.000 menjadi Rp42.000. Iuran peserta Kelas 2 akan meningkat dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000. Iuran peserta Kelas 1 juga akan naik dari Rp 80.000 menjadi Rp160.000.

"Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 [Pasal 34] mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020," tertulis dalam beleid tersebut.jadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000 per jiwa dan kelas 1 naik menjadi Rp 160.000 per jiwa dari sebelumnya Rp 80.000 per jiwa.

Menanggapi kenaikan ini, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sebagai langkah yang baik meskipun dihadapkan pada persoalan legalitas. Sebab, besaran iuran yang sesuai perhitungan aktuaria menurutnya dapat mengatasi masalah defisit akut.

Meskipun begitu, kenaikan iuran segmen PBI dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai Timboel bermasalah dari segi hukum. Anggaran untuk membayar selisih kenaikan iuran tersebut menurutnya tidak terdapat dalam APBN 2019.

"Dari segi hukum, Undang-Undang APBN 2019 itu [iuran] PBI senesar Rp23.000, jadi dipertanyakan legalitasnya. Ada 5 bulan pembayaran iuran yang tidak sesuai dengan APBN 2019, sementara APBN perubahan 2019 tidak ada," ujar Timboel Selasa 29 Oktober 2019.

Hal serupa turut terjadi dalam penambahan pasal 33A yang memuat berlakunya perubahan komposisi perhitungan iuran segmen PPU per 1 Oktober 2019. Pembayaran selisih iuran dalam rentang waktu tiga bulan itu menurutnya turut terkendala aspek legalitas.

Meskipun begitu, menurut Timboel, secara keseluruhan pihaknya mengapresiasi terbitnya Perpres 75/2019 tersebut. BPJS Watch memperkirakan akan terdapat dana tambahan mencapai Rp12,7 triliun bagi BPJS Kesehatan pada tahun ini dengan berlakunya Perpres tersebut. (det/hud/tmp)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update