Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ruginya Memelihara Dengki

Friday, December 13, 2019 | 08:54 WIB Last Updated 2019-12-13T01:54:47Z

Oleh KH Abdullah Gymnastyar
DENGKI atau hasad merupakan sikap yang sangat tercela. Sikap seseorang yang tidak senang apabila melihat saudaranya mendapatkan kenikmatan, keuntungan atau karunia. Ia mengharapkan semua kebaikan itu sirna dari saudaranya, dan kalau bisa berpindah kepada dirinya.
Sebagaimana firman Allah SWT, "Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.." (QS. Ali Imran [3]: 120)
Dengki sangatlah tercela.  Karena penyakit ini bisa menyebabkan berbagai penyakit lain yang tidak kalah busuknya. Dengki bisa mendatangkan rasa dendam, permusuhan, fitnah hingga kemunafikan. Semua  merupakan dosa besar.
Betapa berbahayanya dengki itu, sampai-sampai Allah memperingatkan kita dari karakter dengki. Allah berfirman, "Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai Subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS. al-Falaq [113]: 1-5)
Seperti seorang pedagang yang kiosnya bertetanggaan dengan pedagang lain. Mereka berjualan barang-barang yang kurang lebih sama. Namun, kios pedagang X lebih ramai dikunjungi pembeli dibanding kios pedagang Y. Lantas, pedagang Y tidak suka atas apa yang terjadi pada pedagang X. Ia berharap dirinyalah yang mendapat keuntungan, bukan X. 
Timbul kegelisahan dalam hati Y, sehingga ia berpikiran negatif, mengharap apa yang dialami X, terjadi pada dirinya. Bahkan ia mengharapkan karunia yang dirasakan X itu berakhir.
Pendengki adalah orang yang paling rugi. Dia berbuat zalim, tapi yang dirugikan dan menderita adalah dirinya sendiri. Kedengkiannya pada orang lain tidak akan mengubah apa yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. Takdir Allah terhadap seseorang tak pernah bisa dihalang-halangi oleh seorang pun atau sesuatu apa pun.
Malangnya seorang pendengki adalah ia akan semakin bertambah nelangsa dan menderita, jika pemberian Allah kepada orang yang didengki itu semakin bertambah. Kedengkian adalah bukti kurang iman. Dengki itu bukti tidak rida pada perbuatan Allah terhadap hamba-Nya. Dengki itu sikap ingin mengatur Allah sesuai hawa nafsunya. Tentulah dengki itu sikap yang tak punya adab. Yaitu adab terhadap Allah, Tuhan semesta alam.
Padahal sesungguhnya Allah berbuat sesuai kehendak-Nya pasti dengan ke-Mahaadilan-Nya. Harusnya kita bersyukur atas apa yang telah Allah karuniakan kepada kita, dan juga turut bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang beriman lainnya.
Setiap orang mendapatkan kapling ketentuannya masing-masing. Jangankan satu kampung, bahkan kakak adik saja atau kembar sekalipun tetap saja berbeda. Rezeki, kemampuan, postur tubuh, jodoh dan hal lainnya tidak akan sama.
Allah SWT memerintahkan sesama muslim untuk saling mendukung, membantu, mendoakan dan turut merasa gembira atas kegembiraan yang sedang dirasakan oleh sesama muslim. Inilah yang disebut dengan sikap ghibthah, sikap yang bertolak belakang dengan dengki.
Para ulama menerangkan bahwa ghibthah adalah rasa ingin mendapatkan kenikmatan atau keberuntungan yang didapatkan oleh orang lain, tanpa diiringi hawa nafsu yang menginginkan kenikmatan atau keberuntungan itu hilang dari orang yang mendapatkannya. Orang yang ghibthah juga tidak merasa benci manakala melihat orang lain mendapatkan nikmat atau keberuntungan.
Inilah yang dimaksud dengan ghibthah pada hadis berikut ini. Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada hasad yang dianjurkan- kecuali pada dua perkara, (yaitu) (1) orang yang diberikan pemahaman al-Quran lalu dia mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan (2) orang yang Allah karuniai harta lalu dia menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang. (HR. Muslim)
Ghibthah terhadap dua orang yang dijelaskan dalam hadis ini merupakan sikap yang baik. Bolehkah kita ghibthah pada urusan dunia? Hal ini memiliki hukum asal yaitu boleh. Seperti kita ingin memiliki kendaraan seperti yang dimiliki oleh saudara kita, maka itu diperbolehkan.
Namun, perlu kita waspadai sesuatu yang hukumnya boleh akan menjadi tercela jika berlebih-lebihan. Demikian juga ghibthah dalam urusan dunia. Ini seperti yang terjadi pada kaum Qarun. Ketika mereka melihat kemewahan dan kekayaan Qarun, maka mereka berangan-angan memiliki kemewahan seperti Qarun. Hal ini diterangkan oleh Allah dalam surah al-Qashash ayat 79-80.
Adapun ghibthah yang dianjurkan adalah ghibthah dalam urusan akhirat. Imam Nawawi menjelaskan yang dimaksud dengan ghibthah dalam urusan akhirat adalah terhadap dua orang yang melakukan dua perbuatan sebagaimana disebutkan dalam hadis yang dipaparkan sebelumnya, atau perbuatan yang semisal dengannya.
Ghibthah dalam urusan akhirat akan mendorong kita menjadi semakin semangat dalam beramal saleh. Melihat orang yang hafiz al-Quran, maka kita menjadi semangat menghafal al-Quran. Melihat orang yang gemar bersedekah, maka kita menjadi semangat bekerja agar bisa leluasa sedekah. Demikianlah contoh ghibthah dalam urusan akhirat.
Abu Dzar al-Ghifari pernah menceritakan bahwa sebagian sahabat Rasulullah berkata kepada Beliau, Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu telah pergi membawa pahala yang banyak. Mereka salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak bisa melakukannya).
Rasulullah bersabda, Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (laa ilaha illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan istrinya) juga sedekah.
Para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan syahwatnya (kepada istrinya) juga mendapatkan pahala?
 Beliau bersabda, Bagaimana pendapat kalian, seandainya ia menyalurkannya pada yang haram, bukanlah itu berdosa? Maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, dia juga akan mendapatkan pahala. (HR. Muslim)
Sahabatku dengki adalah perkara yang buruk. Lawanlah dengki dengan ghibthah. Semoga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi karena sesungguhnya dengki hanya mendatangkan dosa dan menyengsarakan diri sendiri. (*)
sumber:inilah.com

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update