Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Adian Putar Video KPK Segel Kantor DPP PDIP, Harun Masiku Korban Penipuan?

Sunday, January 19, 2020 | 15:46 WIB Last Updated 2020-01-19T08:46:44Z

JAKARTA (DutaJatim.com) - Elite PDI Perjuangan meradang atas kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyasar partainya. Salah satunya politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu. 

Pria ini membantah pihaknya menolak penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat akan menggeladah kantor DPP PDIP pasca-penangkapan komisioner KPU Wahyu Setiawan yang diduga menerima suap dari mantan caleg PDIP Harun Masiku terkait PAW anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.

Untuk itu Adian pun memutar rekaman CCTV saat penyelidik lembaga antirasuah itu datang ke markas partai banteng. Dalam CCTV berdurasi singkat itu tampak penyidik menggenakan masker menolak untuk menunjukkan surat tugas saat ditanyai satgas pengamanan kantor PDI Perjuangan.

Kemudian, penyelidik KPK yang menggenakan topi itu langsung bergegas meninggalkan kantor di Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, tersebut. Dalam rekaman CCTV itu juga tak terlihat adanya keributan antara satgas pengamanan PDIP dan petugas KPK.

"Di video ini terlihat di situ proses kedatangan orang yang menyatakan dirinya KPK. Jadi terlihat biasa saja, tidak seperti yang digembar-gemborkan di media, ada upaya tolak-menolak," kata Adian dalam diskusi Indonesia Law Reform Institute bertajuk 'Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?' di Warung Komando, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

"Mungkin dia berbicara mau menggeledah dan menyegel. Begitulah kira-kira, ya," timpal Adian.

Menurut Adian, penyelidik KPK hanya mengibas-ngibaskan selembar surat tanpa menunjukkannya ke hadapan petugas pegamanan PDI Perjuangan. "Mereka cuma bilang ini suratnya, mau menyegel, tetapi tidak berani ditunjukkan," kata dia.

Menurut Adian, seharusnya KPK meminta maaf atas pemberitaan yang menyebutkan bahwa PDIP menolak kantornya digeledah atau disegel lembaga antirasuah. Terlebih, lanjut dia, Dewas KPK juga menyampaikan bahwa upaya penyegelan dan penyitaan di Kantor DPP PDIP itu belum mendapat izin. "Minta maaf saja, jangan merasa besar. Minta maaf membuktikan kita sebagai manusia yang punya rasa bersalah," kata Adian.

Soal perkara PAW, Adian menyebut, dalam putusan MA disebutkan jika calon legislatif (caleg) meninggal, maka keputusan suara tersebut akan diberikan kepada siapa, adalah keputusan dari partai pengusung.

"Ketika Nazaruddin Kiemas meninggal, suaranya untuk siapa? MA kan menyebut itu keputusan partai. PDIP rapat, bahwa Harun menerima limpahan (suara dari Nazaruddin) itu. Lalu KPU melawan itu, KPU tak mengikuti keputusan MA," kata Adian.

Menurut Adian, wajar saja jika Harun yang mendapat rekomendasi dari PDIP untuk menjadi anggota DPR terus berjuang. Hanya saja, menurut Adian, cara yang dilakukan Harun salah.

"PDIP tidak akan meminta Harun (menggantikan Nazaruddin) kalau tidak ada putusan dari MA itu," kata Adian.

Dari berbagai polemik tersebut, Adian meminta MA untuk muncul ke publik menjelaskan hal tersebut. Sebab, menurut Adian, KPU tak mau menjalankan keputusan MA terkait kasus Harun yang menggantikan Nazaruddin. "Jadi MA harus bicara, ada atau tidak pembangkangan dari KPU? Bicara, ngomong," kata Adian menegaskan.


Korban Penipuan

Sementara itu pakar Hukum Pidana Yenti Ganarsih mempertanyakan kondisi Politikus PDIP Harun Masiku dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024.

Yenti mengindikasikan kejadian yang menjerat Wahyu penipuan lantaran putusan KPU adalah kolektif kolegial. Dalam hal ini KPU sempat menyatakan bahwa Harun tidak bisa menggantikan anggota DPR Nazaruddin Kiemas yang meninggal.

Yenti mengatakan, ada kemungkinan oknum KPU meminta uang kepada Harun agar menjadi legislator DPR, padahal sudah jelas KPU menolak Harun Masiku menjadi anggota DPR dalam pergantian antar-waktu (PAW).

"Kalau penipuan memang 378 KUHP, ada inisiatif dari penipu yang menawarkan dan mengiming-imingi (Harun menjadi anggota DPR dengan mengeluarkan uang)," ujar Yenti Ganarsih dalam diskusi Ada Apa Dibalik Kasus Wahyu yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Pusat, Minggu (19/1/2020).

Menurut Yenti, diduga Wahyu meyakinkan Harun bisa menjadi anggota DPR jika mau mengelurkan uang. KPK menyebut bahwa Wahyu meminta Harun menyiapkan Rp 900 juta jika ingin menjadi anggota DPR.

Namun kesalahan Harun Masiku karena menuruti permintaan tersebut. Memberikan uang kepada Wahyu untuk menjadi anggota DPR adalah tindak pidana suap.

"Ada korupsinya, karena yang bersangkutan (Wahyu) merupakan penyelenggara negara," kata Yenti.

Pertanyaan serupa juga dilontarkan oleh Politikus PDIP Adian Napitupulu. Menurut Adian, jelas sekali apa yang dialami Harun Masiku adalah penipuan. Menurut Adian, Harun hanya menerima iming-iming dari Wahyu Setiawan.

"Jangan-jangan dia (Harun) korban iming-iming. Harun Masiku pegang putusan MA, dia punya hak menjadi anggota DPR, dia mendapat hak dari keputusan partai berdasarkan putusan MA. Lalu dia tunggu haknya diberikan oleh KPU, tapi tidak diberikan," kata Adian di lokasi yang sama.

Menurut Adian, Harun mendapat rekomendasi dari PDIP untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas menjadi anggota DPR berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). (okz/l6)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update