Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jangan Reaktif Tanggapi Hasil Rapid Test, Ini Pelajaran dari Kasus di Bali

Thursday, May 7, 2020 | 11:00 WIB Last Updated 2020-05-07T04:00:22Z


SIDOARJO (DutaJatim.com) - Enam jamaah salat Tarawih Masjid Al Ikhlas Perumahan Bluru Permai Sidoarjo masuk kategori reaktif Covid-19 setelah menjalani rapid test di halaman masjid setempat Rabu 6 Mei 2020 malam. Warga Perumahan Bluru Permai pun gempar. Ada yang marah-marah sambil "menggoblok-goblokkan" orang yang masih saja "ngeyel" melanggar aturan pemerintah. 

"Kalau sudah begini bagaimana? Bisa-bisa Bluru Permai ditutup dan jadi kluster baru, setelah kluster Sampoerna," kata seorang warga di grup WA Kamis 7 Mei 2020 pagi tadi.

"Aku sudah ndak salat di masjid setelah tahu masih banyak jamaah suka salaman. Padahal kan diimbau tidak jabat tangan dan physical distancing," kata warga lain.


Polemik itu lebih pada kepanikan warga setelah tahu hasil rapid test. Kepanikan yang bisa berbahaya sebab seringkali menjurus pada upaya memojokkan orang lain. Dalam hal ini jamaah salat Tarawih yang reaktif berdasarkan hasil rapid test tersebut.


Padahal rapid test belum hasil final yang menunjukkan seseorang positif atau negatif Corona. Masih banyak faktor. Salah satunya adalah faktor alat rapid test itu sendiri.

Lihat saja kejadian mengejutkan  ketika ratusan orang di Bali dinyatakan positif Corona dengan hasil rapid test yang reaktif.  Namun kemudian hal itu terbantahkan dengan hasil tes swab PCR yang lebih valid. Karena itu jangan membully mereka yang dinyatakan reaktif sesuai hasil tes cepat.

Adalah kantor Dusun Banjar Serokadan, Desa Abuan, Bangli, Bali, menguji cepat warganya. Keluar hasil rapid test 443 orang positif. Alhasil, Pemprov Bali melakukan isolasi satu dusun. Ada 1.210 orang warga di Banjar Serokadan yang dikarantina.



Namun setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang malah dinyatakan negatif. Sementara hasil untuk 139 orang lain masih ditunggu hasil swab-nya. 


Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya mengatakan bahwa pihaknya membeli alat rapid test Corona COVID-19 tersebut. Bahkan ada 4.000 unit. Namun setelah hasil kontroversi di Banjar Serokadan, alat tes itu untuk sementara tak lagi digunakan. Alat Vivadiag menurut dia tengah diperiksa oleh Kementerian Kesehatan.

"Sementara ini rapid test tersebut kami tarik dan diganti dengan yang lain," kata Suarjaya. 


Dijelaskannya bahwa adanya perbedaan hasil tes cepat itu akan ditunjukkan dari pemeriksaan yang dilakukan Kemenkes. Menurut dia, merek VivaDiag sendiri ada dalam daftar yang dicantumkan resmi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Belakangan muncul bantahan soal alat tes itu tercantum resmi.

Secara terpisah, Kepala BPBD Provinsi Bali Made Rentin mengatakan kasus ini masih dalam penelurusan mereka. Namun dibenarkan bahwa VivaDiag untuk sementara ini tak lagi digunakan.

Hasil penelusuran, VivaDiag menjadi salah satu alat test yang direkomendasikan oleh BNPB. Dalam daftar rekomendasi rapid diagnostic test (RDT) antibodi Corona COVID-19 per 21 April 2020 Merek VivaDiag berada pada urutan ke-13.


Alat tes tersebut diproduksi oleh VivaChek Biotech (Hangzhou) Co.Ltd  China dan diimpor oleh PT Kirana Jaya Lestari. Bahkan PT Kirana Jaya Lestari mendapatkan rekomendasi pembebasan bea masuk dan pajak impor pada akhir Maret 2020. (vvn/hud)



No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update