Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

JK Bantu Jatim, New Normal Dianggap Normal, dan Tahun Ajaran Baru Tanpa Zona Hijau

Thursday, June 18, 2020 | 12:59 WIB Last Updated 2020-06-18T05:59:05Z


SURABAYA (DutaJatim.com) –   Penambahan positif Covid-19 di Jawa Timur (Jatim) masih cukup tinggi. Penyumbang terbanyak dari tingginya angka positif Covid-19 di Jatim berasal dari Kota Surabaya.  Saat ini memasuki masa transisi new normal menuju normal. Ingat, new normal! Bukan normal yang dulu. Tapi masalahnya banyak warga menganggap sekarang masa normal seperti dulu sehingga gak perlu protokol kesehatan.


Karena itu Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) M. Jusuf Kalla (JK) khawatir angka kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di Jatim bisa menyalip DKI Jakarta jika tidak ditangani secara sistematik dan terkoordinasi. Kunci koordinasi itu adalah di Kota Surabaya yang jumlah kasus Coronanya separo dari total kasus di Jatim.

“Ibu Gubernur (Khofifah Indar Parawansa)  bekerja luar biasa, Walikota (Tri Rismaharini) bekerja keras. Tapi perlu sistematik dan terkoordinasi. Tanpa koordinasi, bagaimana cara mencegahnya, bagaimana tanggung jawab ke masyarakatnya, kemudian siapa yang mengobati kalau sakit,” kata JK saat mengunjungi Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 17 Juni 2020.

Mantan Wakil Presiden RI itu memprediksi, jumlah kasus Corona di Jatim akan menyalip DKI Jakarta jika tidak ditangani secara baik dan terkoordinasi. Mengacu pada data Gugus Tugas Jatim total terkonfirmasi positif Covid-19 di Jatim mencapai 8.290 kasus. Dari jumlah itu, separo kasus ada di Surabaya dengan 4.181 positif. Sedangkan berdasarkan data Gugus Tugas Pusat, angka positif DKI Jakarta mencapai  9.222 kasus. 


“Tiap hari rata-rata ada perbedaan 150 kasus, lebih tinggi Jawa Timur. Dalam waktu seminggu kalau itu berlangsung terus, Jawa Timur bisa lebih tinggi daripada Jakarta. Jakarta mulai cenderung stabil turun, ini (Jatim) naik,” kata JK.

PMI, kata JK, turut berperan dalam penanganan wabah Corona, di antaranya, mengkoordinasi donor plasma dari pasien-pasien yang sembuh ke sejumlah rumah sakit. “PMI siap untuk membantu penyediaan plasma yang sudah diseleksi kemudian dikerjakan di rumah sakit-rumah sakit. Jadi, ada  kerjasama antara PMI dengan rumah sakit,”  katanya.

Saat ini Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik serta daerah lain memasuki masa transisi new normal. Namun, apa yang dilakukan masyarakat di kota-kota itu seperti saat normal dulu. Pantauan di sejumlah lokasi, sejumlah tempat nongkrong seperti kafe dan warkop yang sekarang sudah diperbolehkan buka, dibanjiri anak-anak muda yang cangkruk.
Sayangnya mereka tidak memperhatikan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan jaga jarak.

Karena itu polisi pun harus bekerja ekstra keras untuk melakukan patroli mengingatkan warga yang belum juga menerapkan protokol kesehatan tersebut. Gugus tugas penanganan COVID-19 Kabupaten Sidoarjo, Selasa (16/6/2012) malam, juga menggelar operasi di sejumlah tempat warung kopi. Dalam razia ini, petugas banyak menemukan warung kopi sudah berjualan tanpa menerapkan physical distancing.

Begitu pula di Kota Surabaya. Petugas terus mengingatkan pentingnya physical distancing dan penggunaan masker di tengah pandemi Corona. Misalnya  patroli gabungan diikuti Polsek Genteng, Koramil, dan Satpol PP menyasar Jalan Ketabang Kali. Di jalan ini, banyak anak muda nongkrong, berkerumun,  tanpa physical distancing dan tanpa mengenakan masker. Petugas lalu mengingatkan sambil memberi masker bagi yang belum memakainya. Petugas juga mengingatkan pemilik kafe di lokasi tersebut agar menerapakan protokol kesehatan yang ditentukan oleh pemerintah.

Petugas meminta pengelola kafe agar tidak segan untuk menegur para pembeli yang tidak menggunakan masker. Setelah memberi imbauan, petugas memasang stiker tentang panduan protokol kesehatan.

“Ayo maskernya mana, kenapa kok tidak dipakai. Kenapa kalian tidak mengingatkan temannya tidak memakai masker. Kalau dia sakit gimana. Kalian jangan main-main temennya diingatkan," kata petugas kepada seorang remaja yang sedang nongkrong, Rabu  (17/6/2020) malam.

Setelah diingatkan, remaja bernama Hadi (19), asal Gununganyar tersebut mengaku lupa tidak membawa masker. Selanjutnya oleh petugas kemudian diberikan masker dan diminta untuk memakainya langsung. "Ini tadi sepedaan sama teman-teman berangkat jam 8 malam. Bagus tadi diingatkan," kata Hadi.

Kapolsek Genteng Kompol Anggi Saputra mengatakan kegiatan patroli gabungan yang dilakukan oleh tiga pilar kecamatan Genteng ini untuk pengawasan secara langsung kepada masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan. "Patroli gabungan tiga pilar memantau  kafe-kafe dan pengguna jalan. Tugas kita di masa transisi new normal ini semakin berat. Kita selalu mengingatkan dan terus mengingatkan kepada masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan, baik itu menggunakan masker, penggunaan hand sanitizer atau kebersihan untuk perorangan," ungkap Anggi.

Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengatakan kerumunan tak berprotokol kesehatan menyalahi aturan di masa transisi new normal. Febri meminta kepada masyarakat jika mengetahui adanya kerumunan, agar melaporkan ke command center 112.

"Jika masyarakat menemukan hal tersebut laporkan ke command center 112 nanti tim asuhan rembulan Satpol PP bersama jajaran samping akan melakukan patroli," katanya.
Febri mengatakan saat ini pihak Pemkot Surabaya tengah menunggu perwali terkait penerapan pengetatan protokol kesehatan usai PSBB tidak diperpanjang di Surabaya.  Selain itu, Febri juga menyampaikan jika tempat jualan atau kafe yang menyebabkan kerumunan dan tidak mematuhi protokol kesehatan, pihaknya akan memberikan sanksi teguran hingga pencabutan izin usaha.


Protokol Kesehatan untuk Hajatan

Selain tempat keramaian, Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, ada protokol kesehatan untuk hajatan. Rumusan itu berpedoman pada SE Menag tahun 2020 dan Perwali nomor 28 tahun 2020.  "Tuan rumah hajatan harus mematuhi protokol kesehatan," kata Irvan. 
Ketentuan itu di antaranya: 

1. Lapor Satgas

Jika akan menggelar hajatan di kampung, maka harus melapor terlebih dahulu kepada Satgas di masing-masing RW. Pasalnya, Pemkot sudah membentuk Kampung Wani Jogo Suroboyo dengan adanya Satgas di dalamnya.  "Artinya harus mendapatkan rekomendasi dari Satgas, kalau itu di kampung. Kalau tidak mendapat rekom harus menerima itu dengan legowo dan menunda dulu," ucap Irvan. 

Menurut Irvan ini penting. Sebab, hal itu berkaitan dengan kawasan-kawasan yang memang dikhawatirkan adanya penularan. Satgas nantinya akan mempertimbangkan betul terkait itu. 

2. Undangan pakai masker, cek suhu hingga tempat cuci tangan 

Selain itu, tuan rumah juga harus memastikan seluruh protokol kesehatan dijalankan dengan optimal. Undangan harus memakai masker, harus pula dicek suhu tubuhnya, serta juga harus disediakan wastafel cuci tangan yang lengkap dengan sabun cair. 

3. Alur ke luar masuk tamu diatur dan jaga jarak

Kemudian protokol ini juga mengatur alur masuk dan keluar tamu undangan. Yang hadir ke lokasi juga harus dipastikan sehat, tidak sakit seperti demam, batuk maupun pilek dan penyakit lain.  

4. Jumlah tamu 50 persen

Hal itu juga bakal berpengaruh terhadap jumlah undangan nantinya. Misalnya in door, maka jumlah tamu harus lima puluh persen dari total kapasitas. 

Protokol semacam itu juga berlaku untuk hajatan khitanan, tahlilan, maupun acara perayaan ulang tahun.   "Kalau semula mau ngundang seratus orang, sekarang ya harus 50 saja, harus lima puluh persen kapasitas," ujar Kepala BPB Linmas Surabaya itu. 

Protokol Kesehatan di Sekolah

Walikota Tri Rismaharini juga mengingatkan pentingnya protokol kesehatan kepada kepala sekolah SD dan SMP di Surabaya. "Jadi mohon untuk dikembangkan dan lebih dirinci,” kata Risma. 

Masing-masing sekolah diminta untuk memikirkan terkait protokol kesehatan di lingkungan masing-masing. Sebab, karakteristik antar sekolah dirasa pasti berbeda.  Risma meminta hal itu disesuaikan dengan kondisi masing-masing, namun garis besar jelas yakni Perwali nomor 28 tahun 2020. Misalnya terkait pola physical distancing yang nantinya harus diatur, hal-hal demikian yang membutuhkan peran serta guru. 

Risma menyadari tugas demikian tidaklah mudah. Sehingga, dia meminta betul agar para guru dapat bekerjasama dengan wali murid agar para pelajar itu dapat disiplin protokol kesehatan. 

Tampaknya sekolah tidak bakal menerapkan jam istirahat sebagaimana biasanya. Sebab, dikhawatirkan akan bergerombol nantinya. Selain itu, bagi siswa yang sakit flu atau batuk misalnya, agar dapat dipulangkan lebih cepat. Kondisi kesehatan siswa tetap menjadi yang utama. Termasuk peralatan sekolah seperti meja, kursi, papan tulis agar disterilkan dengan penyemprotan disinfektan. 

Tak Ada Zona Hijau

Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan sekolah boleh mengadakan proses belajar mengajar tata muka tapi syaratnya hanya yang bereda di zona hijau. Namun jumlah sekolah di zona hijau ini sangat sedikit. Hanya 6 persen sekolah di zona hijau yang diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka. Bahkan, Jawa Timur tidak ada zona hijau.




Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi, saat dikonfirmasi soal itu, mengaku berdasarkan data dari Ketua Gugus Kuratif Penanganan COVID-19 Jatim dr Joni Wahyuhadi,  di Jatim belum ada wilayah yang masuk zona hijau. "Menurut Dokter Joni, di Jawa Timur belum ada zona hijau. Bahkan hingga hari ini zona hijau memang belum ada," kata Wahid kemarin.

Wahid menjelaskan proses kegiatan belajar mengajar di Jatim untuk tahun ajaran 2020-2021 akan dimulai pada 13 Juli 2020 mendatang. Untuk itu Dispendik Jatim sudah merumuskan berbagai skenario untuk melihat perkembangan COVID-19. 

"Tetapi prinsipnya sampai hari ini bila tidak ada kebijakan lain dari pemerintah pusat, Dispendik Jatim akan memulai tahun ajaran baru 2020-2021 mulai 13 Juli 2020," jelas Wahid.

Untuk proses kegiatan belajar mengajar, lanjut Wahid, akan dilihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Jika COVID-19 hingga 13 Juli belum ada penurunan signfikan, maka proses belajar mengajar tetap dilakukan dengan jarak jauh alias belajar dari rumah.

"Tetapi sudah ada penurunan angka COVID-19 secara signifikan, maka akan diatur secara bertahap. Misalnya setiap Minggu yang masuk sekolah separo, yang separo lagi belajar di rumah. Itu bergantian terus setiap minggunya," jelasnya.

Lost Generation

Pandemi corona atau Covid-19 tidak hanya berdampak di sektor kesehatan maupun ekonomi, namun juga berpengaruh sangat serius terhadap dunia pendidikan.  Sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan pada awal Maret 2020 lalu, kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak berjalan normal dan terpaksa dilakukan dengan cara virtual. Bahkan, sebagian sekolah di wilayah terpencil yang tidak terdapat akses internet, mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid berpendapat bahwa kondisi ini berpotensi membuat hilangnya sebuah generasi. ”Ini akan ada lost generation kalau dibiarkan karena sistem pendidikan yang tidak normal,” ujarnya, Rabu (17/6/2020).

Jazilul Fawaid menilai perhatian pemerintah di sektor pendidikan selama pandemi berlangsung sangat kurang. Dia mencontohkan anggaran untuk kegiatan pendidikan keislaman seperti pesantren yang hanya dialokasikan sebesar Rp2,3 triliun di era kenormalan baru (new normal).

Alokasi tersebut dinilai sangat kecil dibanding jumlah pesantren yang disebutnya mencapai 28.000 pesantren. ”Kalau cuma Rp2,3 triliun untuk pesantren tidak cukup. Terus dimana prioritas peningkatan SDM (sumber daya manusia) itu?” katanya.

Kecilnya dana tersebut menunjukkan bahwa sektor pendidikan tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini.  “Pandemi ini menjadi ancaman pendidikan ke depan. Jadi harus dapat prioritas utama. Jangan hanya pikir sistem keuangan dan pemulihan ekonomi. Tetapi, kemudian tidak kita sadari generasi kita lemah. Maka, bagaimana rumusannya menangani pendidikan. Pendidikan jarak jauh (virtual) itu apakah efektif? Terus bagaimana yang tinggal di daerah jauh, kan (akses) internet nggak bagus. Jadi, anggaran Rp2,3 triliun itu harus ditambah,” urainya.

Apalagi, kata Jazilul, alokasi anggaran tersebut tidak hanya untuk pesantren, tapi juga kegiatan keagamaan Islam lainnya. ”Anggaran itu kecil sekali. Apalagi untuk lembaga pendidikan agama Islam yang lain. Untuk pesantren saja nggak cukup maka Rp2,3 triliun itu tidak ada gunanya. Pesantren aja ada 28 ribu,” katanya.

Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengatakan, sistem pendidikan virtual seperti sekarang ini dipastikan akan menjadi masalah dalam proses transfer pengetahuan. “Soal belajar virtual itu tidak bisa diukur. Apakah sudah efektif? Kan belum diketahui hasilnya,” katanya.

Apalagi, hingga saat ini pemerintah belum memiliki konsep yang baku mengenai sistem pendidikan virtual. “Ini belum jelas, dan itu tergantung kemampuan sekolah, orang tua. Kan ini butuh biaya besar. Menurut saya, belum ada konsep penyelamatan pendidikan. Itu menunjukkan tidak ada kreativitas dalam pengembangan pendidikan,” katanya.
Menurut anggota Komisi III DPR ini, saat ini banyak guru maupun orangtua yang kesulitan dalam melaksanakan pendidikan jarak jauh bagi anak didiknya. Banyak di antara mereka yang tidak bisa mengoperasikan peralatan sistem belajar mengajar virtual.

”Jadi pemerintah jangan hanya mengumumkan jumlah pasien setiap hari di televisi, tapi bagaimana televisi itu juga bisa dipakai untuk siaran pendidikan. Kalau pengumuman jumlah pasien Covid-19 itu mungkin sekrang cukup seminggu sekali,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah bakal mengucurkan dana Rp2,36 triliun untuk pesantren guna menunjang kegiatan saat pemberlakuan new normal. Dana tersebut diberikan lantaran pemerintah ingin memberi perhatian lebih terhadap sektor pendidikan keagamaan yang turut terdampak pandemi Covid-19. ( vvn/ det/ ant)

×
Berita Terbaru Update