Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kontroversi Obat Corona, Dua Profesor Tawarkan VCO dan Minyak Kayu Putih

Thursday, June 11, 2020 | 09:29 WIB Last Updated 2020-06-11T02:29:15Z

Prof Dr Thamrin Usman, DEA

SURABAYA (DutaJatim.com)  - Masyarakat masih membicarakan sejumlah temuan bahan obat herbal untuk virus Corona penyebab COVID-19. Bahan obat itu ada di sekitar kita sehingga mudah didapatkan. Sejumlah video tentang obat Corona ini beredar secara berantai lewat media social, termasuk grup whatsapp (WA), hingga Kamis 11 Juni 2020 hari ini. Lalu benarkah obat tradisional itu mujarab mengatasi Corona? Tampaknya perlu pengujian lebih lanjut secara ilmiah.


Setelah ramai pengakuan mantan Rektor Universitas Hasanuddin Makassar Prof Idrus A. Paturusi yang mengaku sembuh dari Covid-19 berkat menghirup minyak kayu putih, kini pakar Kimia Agroindustri dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat, Prof Dr Thamrin Usman, DEA, menawarkan virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa murni sebagai obat  membunuh virus corona penyebab COVID-19. Baik minyak kayu putih maupun VCO, kata Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Kementan, Evi Safitri, masih dalam penelitian sebagai obat anti-Covid-19.


Kemampuan VCO membunuh virus corona baru diketahui berkat kandungan lipid pada VCO yang dapat berinteraksi dengan lipid membran sel virus corona. Sebab salah satu cara untuk membunuh virus adalah merusak selnya. 

"Sel bisa dirusak dengan macam-macam cara, salah satunya adalah bagaimana kita bisa membuat susunan lipid yang ada di sel itu yang tadinya teratur, menjadi tidak teratur," kata Thamrin Usman, saat dihubungi di Pontianak, kemarin.


Menurut dia, dengan menjadikan susunan lipid yang ada di membran sel menjadi tidak teratur, maka terjadi kerusakan membran sel. Oleh karena itu, lipid VCO bisa masuk dan berinteraksi dengan lipid membran sel pada virus, maka membran sel itu menjadi rusak dan tidak berfungsi lagi.

"Bahasa ekstremnya itu mati," kata alumni program master dan doktoral di ENSCT-INP, Toulouse, Prancis, untuk bidang Kimia Agroindustri itu.

Terkait manfaat VCO yang dapat membunuh virus corona, guru besar pada Fakultas Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi (MIPA) Untan ini menyatakan sudah digunakan dalam pengobatan pasien positif COVID-19. Beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien positif COVID-19 di Pontianak, mengonsumsi VCO yang diberikan Thamrin Usman dan hasilnya mereka dapat sembuh.

"Ada tiga dokter yang saya berikan treatment VCO. Hasilnya mereka dapat sembuh dari COVID-19. Dua dokter umum berstatus reaktif dan satu dokter spesialis berstatus positif COVID-19, mereka sembuh," kata mantan Rektor Untan itu.

Thamrin menambahkan staf di kantornya yang juga hasil tes cepat reaktif, karena istrinya positif COVID-19 dan diisolasi di RSUD Dr Soedarso, setelah minum VCO dapat sembuh. "Kemudian ada lagi staf saya kena, semua kami anjurkan minum itu, alhamdulillah sembuh semua," katanya.

Menurut dia, respons di tubuh mereka yang minum VCO bermacam-macam. Ada yang setelah minum menjadi mual dan buang air besar, tetapi ada pula yang tidak ada respons, namun mereka menyatakan kondisi tubuhnya segar dan tidak lemas.

"Mereka menjadi dapat tambahan energi. Karena orang-orang yang kena ini (COVID-19) ada kayak letih, lemas, tetapi dengan minum VCO, kita tahu lemak lipid ini kan energi. Jadi selain menjadi sumber energi, VCO juga bisa merusak sel virus itu," katanya menjelaskan.

Menurut dia, pasien COVID-19 perlu pula mengonsumsi vitamin C dan bentuk-bentuk immune boosting lainnya. Hal itu tidak akan menimbulkan efek negatif. Justru mereka mendapatkan manfaat lebih menjadikan tubuh segar.

"Treatment tidak murni hanya VCO, tetapi jika dia makan vitamin dan lainnya dan juga minum VCO, mendapatkan keuntungan, salah satunya badannya tambah segar. Artinya VCO itu juga sebagai sumber energi, pemberi energi, karena kandungan lipid (lemak) yang ada pada VCO," katanya.

Antivirus pada VCO

Menurut Thamrin, penggunaan VCO orientasinya selain untuk menaikkan imun juga berfungsi merusak dinding sel, baik itu virus maupun yang sejenisnya.

"Dan ini sebenarnya tidak khusus untuk corona, virus lain juga, contohnya hepatitis. Testimoni dari orang yang berpenyakit hepatitis, treatment dengan VCO jadi sembuh," kata pakar itu.

Meski begitu, dia menyatakan VCO tidak bisa disamakan dengan manfaat yang ada pada madu. Karena secara kimia yang diandalkan pada VCO adalah asam lemak laurat. Asam lemak laurat jika dikonsumsi akan menjadi asam laurin. "Ini yang punya khasiat untuk antivirus, antibakteri," katanya.

Sementara madu, katanya, adalah senyawa kimia yang memberikan rasa manis. Ada senyawa mineral minor yang bisa memberikan antioksidan, meningkatkan imun. Di dalam madu ada propolis yang memiliki komposisi kimia berbeda dengan VCO.

Terkait manfaat VCO guna pencegahan COVID-19, Thamrin menganjurkan kepada masyarakat agar mengonsumsi minyak kelapa murni tersebut setiap harinya, seperti yang dia lakukan selama ini. "Biasanya tiga kali dua sendok makan dalam sehari saya minum," katanya.

Kebiasaan minum VCO sudah dia lakukan sejak awal merebaknya pandemi COVID-19 hingga saat ini. Produk VCO siap konsumsi juga kini banyak dijual di pasar, dan juga dapat dibuat sendiri dengan memperhatikan kualitas yang dihasilkan. Agar kandungan manfaat minyak tersebut tidak berkurang. 


Minyak Kayu Putih

Sebelumnya Prof Idrus A. Paturusi juga mengaku sembuh dari Covid-19 dengan cara pakai minyak kayu putih dan air asin. Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof Idrus Paturusi adalah satu dari sekian banyak pasien positif yang sembuh dari Covid-19.

Prof Idrus tercatat dinyatakan positif pada 25 Maret 2020. Namun, setelah sembilan hari diisolasi di rumah sakit, hasil swab tesnya dinyatakan negatif untuk kedua kalinya. Itu artinya, mantan Rektor Unhas ini sembuh, dan diperbolehkan pulang untuk isolasi mandiri di rumah.


Prof Idrus A. Paturusi


Prof Idrus menceritakan pengalamannya menggunakan minyak kayu putih (Eucalyptus) saat dia didiagnosis positif terinfeksi Virus Corona. Kayu putih adalah tanaman asli Australia yang digunakan untuk beragam produk kesehatan.

Minyak dari tanaman kayu putih atau minyak kayu putih ini digunakan sebagai antiseptik alami, pengharum, sampai bahan kosmetik. Dikutip dari Medical News Today, minyak kayu putih telah digunakan sebagai bahan pengobatan alami di China, India, sampai Eropa sejak ribuan tahun silam. Daun eucalyptus yang disuling dengan uap untuk menghasilkan minyak kayu putih mengandung Eucalyptol.

Dikutip dari Healthline, ada sederet khasiat minyak kayu putih bagi kesehatan, antara lain meredakan batuk, membantu mengeluarkan lendir, meringankan sesak napas, dan menyengarkan napas. Nah, gejala seseorang teinfeksi Virus Corona, antara lain batuk kering, nyeri tenggorokan, dan sesak napas.

Cara Penggunaan

Bagaimana cara penggunaan minyak kayu putih untuk melawan Virus Corona? Prof Idrus A Paturusi yang sembuh menyebutkan caranya yang cukup mudah.

"Saya ambil tisu. Beri 5 tetes. Kemudian saya simpan di bawah masker saya. Kemudian hirup. Berangsur-angsur sesak napas saya hilang dan kemudian lendirnya berkurang dan saya lebih enak. Sudah enak makan coto," kata dia disertai kelakar makan coto Makassar.

Prof Idrus mengatakan, dirinya menggunakan minyak kayu putih untuk mengobati infeksi Virus Corona dalam tubuhnya setelah ditelepon temannya sesama ahli bedah. "Saya buka jurnal. Saya lihat Eucalyptus itu punya substansi 1,8 cineol. Ternyata ratusan tulisan memuat manfaat minyak kayu putih. Termasuk pada tahun 1813, ada tulisan di jurnal yang mengatakan bahwa minyak kayu putih, cineolnya, mengobati yang namanya scarlet fever, demam skarlet. Itu tahun 1800 di Spanyol," katanya.

"Bila kita flu, ada peradangan dan ada lendir keluar. Kalau flu lendirnya putih itu masih produksi virus, kalau warnanya hijau, sudah ada bakteri yang masuk di situ," ujarnya.

Kata Prof Idrus, jauh hari sebelum dirinya terinfeksi Virus Corona, istrinya Shanty Andi Beso selalu membawa minyak kayu putih saat bepergian karena khasiatnya banyak.

Kumur Air Asin

Selain minyak kayu putih, untuk menangkal Virus Corona, dokter ahli bedah itu menceritakan pengalamannya kumur menggunakan air panas campur garam sesuai diajarkan orang tua pada zaman dahulu kala.  "Kenapa? Virus itu mati di air garam dan mati karena panas. Itu saya rasakan karena waktu itu mulai sakit menelan, setiap pagi dan malam saya kasih begitu. Itu berangsur-angsur hilang nyerinya," kata dia.

Dia juga menyarankan meminum madu campur jeruk hingga memperbanyak mengonsumsi makanan mengandung protein dan karbohidrat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Pengakuan Idrus ini memicu kontroversi di masyarakat. Apalagi sebelumnya beredar video yang diklaim sebagai video mantan pasien Covid-19 yang menyebut Covid-19 dapat disembuhkan dengan minyak kayu putih beredar di media sosial. Mantan pasien itu tak lain adalah mantan Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Idrus Paturusi tersebut.


Di Facebook, video itu diunggah salah satunya oleh akun Sujito Wiratmo, yakni pada 27 Mei 2020. Akun ini memberikan narasi, "Ternyata Covid bisa sembuh dengan minyak kayu putih sebarkan seluas luasnya pada umat manusia." Dalam video berdurasi 2 menit 50 detik ini, Idrus menceritakan bagaimana ia berhasil sembuh dari penyakit yang disebabkan oleh virus Corona baru, SARS-CoV-2, tersebut. 

Berikut pernyataannya:

"Yang saya ingin tambahkan juga adalah suplemen, yang juga itu sebetulnya dari nenek-nenek kita itu sudah diajarkan, yaitu minyak kayu putih. Minyak kayu putih itu, Eucalyptus oil, itu sebetulnya, kalau dulu kita flu, orang tua kita kasih minyak kayu putih di air hangat, kemudian kita kasih sarung, disungkep, itu satu hari langsung segar. Pada hari kedua, saya diminta dokter Arif untuk swab. Masih positif. Tambah stres juga saya ya. Dua hari setelah saya di-opname, karena protokolnya itu setiap dua hari dilakukan swab. Positif. Nah, tiba-tiba saya ditelepon seorang kolega, coba itu minyak kayu putih. Nah, minyak kayu putih saya ingat bagaimana pada waktu kita kecil, keluarga, dan itu kan banyak, di mana-mana ada. Karena kami sudah terbiasa dengan minyak kayu putih, kebetulan istri saya, yang juga, saya bersyukur istri saya mau menemani di ruang isolasi sehingga stres saya kurang. Tidak banyak orang yang saya kira punya istri seperti itu yang mau katakanlah sehidup-semati. Karena kita kan belum tahu apakah selamat atau tidak. Dan banyak orang yang mengatakan, 'Saya negatif, kalau saya masuk, nanti positif'. Tapi Alhamdulillah, masuk. Nah, ada minyak kayu putih. Ini yang ingin saya terangkan, bagaimana penggunaan minyak kayu putih. Jadi, minyak kayu putih ini sebetulnya mudah."

Selanjutnya, Idrus mempraktikkan bagaimana ia menggunakan minyak kayu putih, yakni dengan menuangkan beberapa tetes minyak pada tisu, kemudian dimasukkan ke bagian dalam masker agar bisa dihirup. "Coba lihat, virus Covid itu tempatnya di saluran nafas, mulai dari saluran nafas bagian atas sampai ke paru-paru," katanya. Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah dibagikan lebih dari 4.700 kali.


Tim CekFakta Tempo ingin mengetahui apakah itu asli atau hoaks. Tim mula-mula mencari video asli dari video yang diunggah oleh akun Sujito Wiratmo tersebut. Caranya, video itu difragmentasi menjadi beberapa gambar dengan tool InVID. Kemudian, gambar-gambar tersebut ditelusuri dengan reverse image tool Google.


Hasilnya, video itu pertama kali diunggah oleh kanal YouTube Das’ad Latief pada 21 Mei 2020 dengan judul "Prof. Idrus Paturusi Tips Menjaga Kesehatan Selama Wabah Corona Bersama Ustad Das'ad Latif". Video ini berdurasi 45 menit 4 detik, jauh lebih panjang ketimbang video unggahan akun Sujito Wiratmo.

Video unggahan akun Sujito Wiratmo pun tidak memuat secara utuh pernyataan Idrus. Dalam pernyataannya, Idrus mengatakan bahwa efektivitas minyak kayu putih dalam mengobati Covid-19 masih perlu diteliti lebih lanjut. Berikut kelanjutaan pernyataan Idrus yang terekam pada video kanal Das'ad Latief menit 9:10 hingga 10:12:


"Kalau kita isap, inspirasi, itu aroma minyak kayu putih sampai ke paru-paru. Logikanya, kalau ada virus di situ, kita lihat, virus itu kan pakai deterjen aja mati, sedangkan minyak kayu putih kita hirup sampai ke dalam, diharapkan bahwa semua yang tinggal, mulai dari saluran nafas, itu digilas. Tentu ini memerlukan penelitian. Saya hanya mengatakan bahwa pengalaman dan setelah beberapa teman saya anjurkan menggunakan, dan dokter Arif sekarang sedang melakukan uji kasus, yang sebentar barangkali beliau akan sampaikan. Karena kita harus berdasarkan saintifik bahwa ini memang bisa. Tapi saya kira karena ini adalah herbal, natural, tidak perlu approval dari FDA (Food and Drug Administration) karena dari dulu kita sudah pakai. Nah, sekarang, minyak kayu putih itu punya efek. Yang pertama, anti-inflamasi. Itu peradangan. Yang kedua, membunuh bakteri. Yang ketiga, membunuh virus. Saya kontak dengan Menteri Pertanian beberapa hari yang lalu. Karena rupanya, di Balitbang Kementerian Pertanian, mereka sudah produksi minyak kayu putih yang asli. Nah, ini yang kita mau, kalau produknya sudah ada, nanti kita barangkali gunakan sebagai uji coba untuk uji klinis, apakah itu memang berdampak positif terhadap virus itu atau bagaimana. Oleh karena, penelitian yang ada di Balitbang, mereka sudah punya virus influenza dulu, mereka sudah punya virus flu burung. Itu mereka sudah coba kultur, dan kemudian dikasih minyak kayu putih, mati itu virus. Nah, sekarang, apakah sudah bisa Covid-19 ini dikultur?"

Minyak kayu putih untuk Covid-19

Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo pada 14 Mei 2020, senyawa eucalyptol atau 1,8-cineole menjadi komponen kunci dari potensi antivirus Corona yang dimiliki eukaliptus (Eucalyptus sp.). Eucalyptus merupakan tanaman yang menjadi bahan dasar pembuatan minyak kayu putih.

Senyawa tersebut telah diuji di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian dan menunjukkan kemampuan membunuh sekitar 80 persen virus, termasuk virus Corona. 

Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry, menerangkan bahwa proses uji diawali dengan mencari kecocokan antara bahan aktif dan potensi membunuh virus dari sekian banyak minyak atsiri yang ada. Proses uji ini dilakukan dengan cara penambatan molekul atau molecular docking melalui metode komputasi. "Dari sekian banyak minyak atsiri, salah satunya adalah minyak atsiri Eucalyptus yang di dunia ada 700 spesies," katanya pada 11 Mei 2020 lalu.

Proses uji mencari kecocokan melalui molecular docking itu dilanjutkan dengan uji in vitro di laboratorium Biosafety Level 3 (BSL-3). Senyawa aktif Eucalyptus bisa membunuh sekitar 80 persen virus seperti yang sudah diumumkannya beberapa hari sebelumnya.

Pada 5 Mei 2020, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Kementan, Evi Safitri, memang menyatakan, "Hasil uji in vitro, 60-80 persen virusnya mati. Tapi memang virusnya bukan (penyebab) Covid-19, kami coba ke virus Corona lain." 

Evi menerangkan, molecular docking adalah metode komputasi yang bertujuan meniru peristiwa interaksi suatu molekul ligan dengan protein yang menjadi targetnya pada uji in vitro. Menurut Evi, Balitro mencoba meneliti sejumlah tanaman rempah dan obat untuk digunakan dalam mengatasi Covid-19. Beberapa di antaranya adalah jahe merah, kunyit, temulawak, kayu manis, cengkeh, kulit jeruk, jambu biji, meniran, sambiloto, seraiwangi, eukaliptus, kayu putih, serta minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO).

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, mengatakan bahwa Eucalyptus memang memiliki sejumlah zat aktif yang bersifat antibakteri, antivirus, dan antijamur.

"Memang pernah ada penelitian Eucalyptus efektif untuk membunuh virus Betacorona, tapi bukan virusnya Covid-19, SARS-CoV-2," kata Inggrid pada 9 Mei 2020. Inggrid menjelaskan virus Corona yang mewabah saat ini memang termasuk dalam keluarga virus Betacorona. "Tapi SARS-CoV-2 termasuk Betacorona yang lebih baru dan khusus. Jadi, penelitiannya itu bersifat in vitro, (Eucalyptus) membunuh virus Betacorona. Tapi baru sebatas itu."

Selain itu, Inggrid juga mengungkapkan bahwa terdapat penelitian bioinformatika tentang efek zat aktif Eucalyptus terhadap SARS-CoV-2. Kendati demikian, penelitian ini hanya berupa molekular docking atau simulasi di komputer. 

Simulasi tersebut dilakukan dengan menyamakan molekul zat aktif pada Eucalyptus dengan molekul protein SARS-CoV-2. "Memang kalau dari penelitian bioinformatika itu ada kecocokan dan bisa dijadikan kandidat (obat antivirus). Tapi kalau disebut sebagai obat antivirus Covid-19, belum bisa," kata Inggrid.
Selama ini, menurut Inggrid, Eucalyptus atau minyak kayu putih tidak untuk diminum atau pemakaian dalam. Sebagian besar minyak atsiri ini pemakaiannya dioles atau dihirup. 


"Mirip kalau kita flu, Eucalyptus yang dibuat sebagai inhaler, harapannya zat aktif yang ada pada minyak ini dapat dihirup, masuk ke saluran pernapasan dan diharapkan dapat membunuh virus," ujar Inggrid.


Kendati demikian, Inggrid kembali mengingatkan bahwa Eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk virus Corona penyebab Covid-19. "Harus diujikan dulu pada virus yang spesifik, yaitu SARS-CoV-2. Sedangkan penelitian yang sudah ada itu di Betacorona. Jadi, semua masih berupa prediksi dan Eucalyptus belum bisa disebut sebagai obat Covid-19," kata Inggrid. (ant/tmp)

×
Berita Terbaru Update