Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menkes: Tak Ada Lagi PSBB di Surabaya Raya!

Thursday, June 25, 2020 | 10:19 WIB Last Updated 2020-06-25T03:19:25Z


SURABAYA (DutaJatim.com) -  Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menegaskan tidak ada lagi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya Raya. Menkes meminta saat ini Surabaya Raya--Kota Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo-- harus fokus menurunkan angka kematian akibat kasus wabah virus Corona.

"Tidak (PSBB lagi). Semua PSBB itu permintaan dari daerah. Bagaimana kesanggupannya di dalam penerapannya. Tidak boleh semena-mena," kata Menkes Terawan saat ditemui di RSU dr Soetomo, Surabaya, Rabu (24/6/2020).

Saat ini, kata Menkes,  tinggal dilakukan diskusi membahas teknik-teknik apa yang bisa membuat kasus di Surabaya Raya bisa mereda. “Bisa turun. Yang paling utama kasus kematian bisa turun. Bahkan kalau bisa sembuh," katanya.

Kasus positif COVID-29 di Jatim kini sudah mencapai 10.092. Sebab, pada Selasa (23/6/2020) ada tambahan 274 kasus. Untuk Surabaya Raya hingga saat ini ada 5.907 kasus positif COVID-19. Menanggapi hal itu, Menkes mengaku akan mengurai persoalannya.

Namun tingginya angka penambahan kasus Corona juga karena faktor gencarnya dilakukan rapid test masal di sejumlah daerah. Selain itu, kabar gembiranya, angka kesembuhan juga tinggi. Meski demikian hal itu sempat membuat masyarakat menduga akan diterapkan lagi PSBB di Surabaya Raya. 

Koordinator PSBB Jawa Timur Heru Tjahjono mengatakan, usulan PSBB ada di masing-masing pemkot/pemkab. Pemprov tidak memiliki wewenang untuk mengajukan PSBB. "Sekali lagi yang menentukan PSBB bukan pemerintah provinsi. Atas usulan kabupaten/kota," kata Heru di Surabaya.

Terkait adanya kabar Gubernur Jatim mengajukan PSBB kembali untuk Surabaya Raya, Heru membantahnya. Ia kembali menegaskan bahwa PSBB merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang pengajuannya dilakukan melalui Gubernur Jatim.

Hingga Selasa jumlah pasien positif COVID-19 yang meninggal di Jawa Timur mencapai 744 orang. Lalu mengapa kasus kematian gegara Corona di Jatim tinggi, bahkan jadi yang tertinggi di Indonesia?  Anggota Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Jatim, dr Makhyan Jibril mengatakan, salah satu penyebab tingginya angka kematian gegara Corona di Jatim karena  banyaknya pasien corona memiliki penyakit penyerta (komorbid).

"Jadi kematian di atas rata-rata nasional adalah pekerjaan rumah untuk Gugus Tugas Jatim. Salah satu yang menjadi penyebab adalah komorbid," kata Jibril di Gedung Grahadi, Surabaya, kemarin.

Jibril menjelaskan, komorbid menjadi faktor yang sangat menentukan apakah pasien positif COVID-19 bisa melewati fase perawatan hingga sembuh atau tidak. Menurutnya, komorbid yang paling berbahaya ialah diabetes.

"Jadi komorbid ini cukup besar pengaruhnya terhadap tingkat layanan kepada masyarakat yang terkonfirmasi COVID-19. Artinya bagaimana mereka segera sembuh. Kalau seseorang positif COVID-19 lalu komorbidnya buruk, tentu akan berat. Catatan dari Gugus Tugas Jatim, dari pasien yang meninggal, paling banyak memiliki penyakit penyerta diabetes," jelasnya.

Selain diabetes, lanjut Jibril, ada juga hipertensi, jantung hingga kanker. Kelompok rentan atau lansia juga menjadi perhatian khusus karena rawan terkena COVID-19.

"Kelompok rentan atau lansia di luar itu yang memiliki penyakit bawaan terutama diabetes harus benar-benar dijaga. Tolong betul yang diabetes sebaiknya jangan keluar rumah. Dibatasi, pastikan pakai masker. Jangan terlalu lama berinteraksi di luar rumah. Faktor diabetes menjadi faktor tertinggi penyakit penyerta untuk pasien yang meninggal di Jatim," terangnya.

Data hingga Senin (15/6), ada 55 pasien positif Corona yang meninggal karena memiliki komorbid diabetes. Kemudian hipertensi 53 pasien, jantung 37 pasien, kanker 11 pasien, asma 8 pasien, PPOK 8 pasien, hati 4 pasien, ginjal 3 pasien, TBC 3 pasien dan hamil 2 pasien.

8 Perawat Meninggal

Sementara itu, jumlah perawat di Jawa Timur yang meninggal dunia karena positif COVID-19 terus bertambah. Tercatat, hingga Rabu (24/6/2020) ada 8 perawat meninggal dunia gegara Corona.

Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Prof Nursalam, Rabu (24/6/2020), membeberkan ke-8 perawat tersebut meninggal dengan positif COVID-19. Beberapa di antaranya memiliki penyakit penyerta.

Sejauh ini, Nursalam menyebut ada 124 perawat di Jawa Timur yang positif Corona. 8 di antaranya sudah meninggal dunia.  "Yang terbaru almarhumah Vivitra Wallada yang meninggal usai melahirkan anaknya," katanya.

Banyaknya perawat yang terkonfirmasi positif Corona, membuat DPW PPNI Jatim mengambil beberapa langkah. Seperti advokasi tes PCR swab secara masif dan berkala kepada perawat.

“Lalu yang pasti penyediaan dan penggunaan APD sesuai standar. Kemudian advokasi pemenuhan kebutuhan dasar seperti istirahat, beban kerja yang tidak berat, menjaga kesehatan, asupan nutrisi yang bergizi serta pemberian suplemen," kata Nursalam.

Selain itu, lanjut Nursalam, perawat butuh dukungan secara emosional, insentif (bayaran) yang memadai, dukungan fasilitas hingga kejujuran dari pasien sendiri.  "Jangan ada perawat yang dipecat atau dikurangi hak-haknya khususnya perawat kontrak honorer. Partisipasi dari pasien juga perlu," katanya. (det/nas)

×
Berita Terbaru Update