Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Terdakwa Penusukan Wiranto Dituntut 16 Tahun, Ini 3 Bedanya Kasus Wiranto dengan Novel

Tuesday, June 16, 2020 | 17:35 WIB Last Updated 2020-06-16T10:36:20Z

Peristiwa penusukan Wiranto.

JAKARTA (DutaJatim.com) -  Dua kasus ini sama-sama menjadi perhatian publik nasional--bahkan internasional--karena korbannya aparatur negara. Sama-sama kekerasan yang dialami aparatur negara. Satu kasus penusukan terhadap mantan Menko Polhukam Wiranto, satu lainnya penyiran air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. 


Namun demikian setidaknya ada tiga bedanya. Pertama, kasus Novel Baswedan membutuhkan proses penyelidikan hingga tiga tahun baru tersangkanya tertangkap, sedang pelaku dalam kasus Wiranto langsung ditangkap pada hari itu juga. 


Kedua, saat memasuki persidangan, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan hingga membuat korban cacat pada matanya secara permanen, dituntut oleh jaksa hanya satu tahun penjara, sementara dalam kasus Wiranto terdakwa dituntut 16 tahun penjara. Hal inilah yang membuat proses persidangan kasus Novel dinilai jauh dari rasa keadilan.

Dalam kasus penusukan terhadap Wiranto, Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa, Abu Rara, dengan hukuman 16 tahun penjara. Pemilik nama asli Syahrial Alamsyah itu melakukan penusukan terhadap mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Wiranto di Alun-alun Menes Pandeglang Banten, pada 10 Oktober 2019 silam.

"Benar, tuntutan itu dibacakan pada hari Kamis, 11 Juni 2020," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Eko Aryanto saat dikonfirmasi, Selasa, 16 Juni 2020.
Selain itu, jaksa juga menuntut istri dari Abu Rara, Fitri Andriana, selama 12 tahun penjara. Berikutnya, terdakwa lain dalam kasus ini, yakni Samsudin alias Abu Basilah dituntut dengan hukuman penjara selama 7 tahun.

"Sidang selanjutnya digelar Kamis 18 Juni 2020 dengan acara pledoi dari penasehat hukum para terdakwa dilanjutkan dengan pembacaan putusan," kata Eko.

Sementara itu, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Edwin menjelaskan bahwa para terdakwa dituntut dengan Pasal 15 juncto Pasal 16 juncto Pasal 16A Undang-Undang Nomor Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

"Pada agenda pembacaan tuntutan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam pasal tersebut," kata Edwin.
Abu Rara melakukan penusukan pada 10 Oktober 2019 saat Wiranto berkunjung ke Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Dalam melakukan aksinya, Abu Rara mengajak serta istri dan anaknya. Dia membagikan pisau kunai kepada anak dan istrinya untuk menyerang siapa pun yang terlihat memakai seragam aparat.

Abu Rara menusuk Wiranto pada bagian perut dan juga menusuk dada Pemimpin Pesantren Mathla'ul Anwar, Fuad Syauqi. Sedangkan sang istri menusuk punggung bagian belakang Kapolsek Menes Kompol Dariyanto.

Tuduhan Rekayasa

Ketiga, baik kasus Wiranto maupun kasus Novel, sempat pula jadi bahan nyinyir seseorang di media sosial. Hanya bedanya, lagi-lagi perlakuan hukum terhadap orang yang nyinyir itu berbeda. 






Dalam kasus Wiranto, istri seorang anggota TNI sempat meragukan peristiwa itu. Dia menyebut kasus itu rekayasa. Akibat dari perbuatan tersebut, suami perempuan itu yang menjabat sebagai Dandim Kendari, Kolonel Kavaleri Hendi Suhendi, dicopot dari jabatannya. Juga sempat ditahan.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Andika Perkasa membenarkan perihal kasus yang menimpa istri dari anggota TNI tersebut dan segera mengambil tindakan. Berdasarkan laporan, postingan tersebut diunggah oleh istri Dandim Kendari, Kolonel HS dan istri seorang Sersan Dua Z.

"Angkatan darat telah mengambil keputusan pertama kepada dua individu yang juga merupakan istri dari anggota TNI angkatan darat yang pertama berinisial IPDN, dan yang kedua adalah LZ," ujar Andika Perkasa dikutip dari Tribun Bogor.

Kedua istri anggota TNI itu juga akan diproses melalui peradilan umum. "Kepada dua individu yang melakukan postingan akan kami dorong prosesnya ke peradilan umum," katanya.

Lalu apa bedanya dengan kasus Novel? Hampir sama. Akun twitter ProDEM @AdiPerkasaID malah sampai sekarang masih mempersoalkan tuduhan rekayasa yang dilontarkan Dewi Tanjung. Perempuan yang mengaku kader PDIP itu menyebut kasus Novel adalah hasil rekayasa.   

"Kita sebagai orang awam, ketika pelaku penyiraman Novel sudah masuk tuntutan berarti sudah ada bukti kuat bahwa perkara Novel adalah benar, terus kemana Dewi Tanjung yang dengan entengnya memfitnah itu adalah rekayasa? Kapan ditangkap??," kata ProDEM @AdiPerkasaID seperti dilihat Selasa 16 Juni 2020.

Yang unik, meski pelaku sudah ditangkap, bahkan sekarang terdajwa, kader PDI Perjuangan Dewi Tanjung tetap keuh-keuh memojokkan Novel Baswedan. Dewi justru kembali menyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu.

Dewi menyebut tersangka penyiraman air keras kepada Novel Baswedan masih memiliki hati nurani. Hal itu karena kedua pelaku, RB dan RM, menurut Dewi, menakar kadar air keras sebelum menyiramkannya ke wajah Novel.

"Masih punya hati nurani sehingga kadar air yang disiram ke Novel tak membuat kulitnya melepuh seperti korban lain yang terkena air keras," kata Dewi seperti dikutip dari Tempo.co Minggu 29 Desember 2019. "Ini sangat luar biasa," tambah dia.

Dewi mengatakan, jika dilihat di media, pelaku tampak dendam sampai menyebut Novel sebagai pengkhianat. Ia justru mempertanyakan Novel Baswedan yang tidak percaya atas penangkapan tersebut.

"Malah menuduh pelaku adalah wayang atau tumbal polisi," ucap Dewi. "Ini kasus sangat menarik dan lucu sekali."

Meski begitu, Dewi Tanjung mengatakan tak mencabut laporannya ke polisi yang menuding kalau kasus Novel Baswedan sebagai rekayasa belaka. "Saya masih menunggu proses di kepolisian saja dan sampai saat ini laporan belum saya cabut," katanya saat itu.

Dewi membuat laporan polisi itu pada awal November 2019. Ia menuding kasus penyiraman air keras terhadap Novel merupakan rekayasa. Ia juga mencurigai operasi mata Novel yang menelan biaya Rp 3,5 miliar adalah rekayasa. Tudingan tersebut sempat ia unggah ke media sosial Youtube pada Oktober lalu. Untuk membuktikan tudingannya, Dewi merekonstruksi pemakaian perban Novel usai insiden penyiraman air keras. (det/tmp)

×
Berita Terbaru Update