Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

350 Juta Vaksin Merah Putih Siap Diproduksi Tahun Depan, Untuk Siapa Saja?

Thursday, July 9, 2020 | 10:46 WIB Last Updated 2020-07-09T03:46:20Z
dr Reisa Broto Asmoro


JAKARTA (DutaJatim.com)  - Saat heboh soal kalung  eucalyptus yang  diklaim oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai “antivirus” Corona, Pemerintah  mengumumkan kabar gembira temuan Vaksin Corona. Vaksin produksi Indonesia itu dikembangkan oleh Lembaga Biomolekuler Eijkman (LBME), PT Bio Farma, dan PT Kalbe Farma. Saat ini setidaknya kandidat vaksin Corona itu sudah melewati 20 persen dari progres pengembangan.

Direktur LBME, Prof. Amin Soebandrio, mengatakan, saat ini belum ada nama resmi untuk vaksin yang akan diproduksi di Indonesia tersebut. Namun untuk sementara, vaksin Corona itu diberi nama Vaksin Merah Putih.

"Belum dikasih nama sebenarnya. Tapi kami sementara menyebutnya Vaksin Merah Putih. Karena dibuat untuk melawan virus yang bersirkulasi di Indonesia, dibuat oleh peneliti Indonesia, dibuat di Indonesia, dan untuk rakyat Indonesia,"  kata Prof. Amin  seperti dikutip dari detikcom, Rabu (8/7/2020).

Indonesia patut berbangga bahwa peneliti RI bisa menciptakan vaksin Corona buatan dalam negeri sehingga tidak bergantung pada negara lain.  Meski demikian, muncul kekhawatiran soal perbedaan jenis strain COVID-19 dan keterkaitannya dengan pengembangan vaksin Corona. Namun Prof. Amin menyebut perbedaan strain di beberapa wilayah di Indonesia tidak terlalu berpengaruh pada vaksin yang sedang dikembangkannya itu.

"Tentu ada perbedaan jenis strain di beberapa wilayah. Beberapa mutasi memang tidak sama tetapi mutasi tersebut tidak terlalu banyak dan tidak sampai mengubah struktur protein yang menjadi target pengembangan vaksin," katanya.

Vaksin 'Merah Putih' diperkirakan baru akan tersedia pada tahun 2021 mendatang. Rencananya, sekitar 350 juta dosis vaksin dipersiapkan untuk melawan Covid-19. Hal ini tentu sangat menggembirakan mengingat perang melawan Covid-19 sudah memakan banyak korban.  Seluruh dunia saat ini juga berlomba menciptakan vaksin potensial untuk menangkal penularan dan mengakhiri pandemi virus Corona. Setidaknya sudah ada beberapa kandidat vaksin COVID-19 yang telah memasuki tahap uji coba pada manusia, seperti dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, dan China.

Saat rapat dengan DPR kemarin Amin mengatakan saat ini Eijkman sudah pada tahap melakukan sekuensing DNA atau pengurutan DNA virus-virus yang ada di Indonesia. Dengan begitu, nantinya diharapkan vaksin yang tercipta benar-benar efektif melawan covid-19 yang berkembang di Indonesia. 

Menurut Amin, sejauh ini para peneliti telah berhasil melakukan ampflifikasi atau duplikasi gen virus. Selanjutnya tahapan lain akan dilakukan sebelum nanti hasil akhir diuji klinis.

“Kami hanya diberi waktu sampai Maret tahun depan untuk bisa hasilnya diberikan kepada Biofarma guna dilanjutkan ke uji klinis,” ujar Amin. 

Saat ini, hambatan yang paling besar ialah mendatangkan reagen dari luar negeri. Persaingan ketat terjadi di antara negara-negara dalam mendapatkan reagen tersebut. Tantangan lainnya ialah mulai banyak pihak asing yang ingin mengujicobakan vaksin buatan mereka di Indonesia.

“Padahal belum tentu vaksin yang dikembangkan di negara lain itu bisa dikembangkan di Indonesia karena ada perbedaan karakteristik virus dan sebagainya,” jelasnya. 
Pada kesempatan berbeda, Amin juga mengatakan terapi plasma konvalesen bukan merupakan metode pencegahan terhadap covid-19. “Kita tidak boleh menganggap ini metode pencegahan. Itu anggapan yang keliru. Karena kalau masih sehat nggak perlu dikasih apa-apa,” kata Amin di Graha BNPB, Jakarta, kemarin. 

Untuk Lansia-Komorbid

Anggota Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dr Reisa Broto Asmoro, juga mengungkapkan bahwa  vaksin buatan RI akan diproduksi massal dan bakal tersedia tahun 2021 depan.

"Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemeterian Riset dan Teknologi Prof Ali Gufron Mukti memprediksi vaksin lokal akan diproduksi massal dan akan tersedia bagi masyarakat Indonesia pertengahan 2021," tutur dr Reisa lewat siaran BNPB, Selasa (7/7/2020).

Vaksin buatan Indonesia juga disebut bekerjasama dengan perusahaan asal Korea Selatan. Hal ini membuktikan seluruh dunia saling bahu membahu untuk menunjukkan kekompakan melawan virus Corona.

Disebutkan oleh dr Reisa, dari 15 tahap yang harus dipenuhi, saat ini calon vaksin Corona buatan Indonesia tela berhasil melewati 8 tahapan awal. Sekitar 7 langkah berikutnya sedang dilakukan di mana prosesnya membutuhkan waktu lebih lama.  "Kita patut optimis bahwa Indonesia bisa menghasilkan vaksin COVID-19 dalam waktu secepatnya,"  katanya.

Selain itu, dr Reisa juga menyebut terdapat kelompok rentan yang akan diprioritaskan pemberiannya jika riset vaksin Corona sudah rampung dilakukan.  "Vaksinasi akan diutamakan kepada populasi berisiko, yaitu kaum lanjut usia, mereka punya penyakit penyerta atau komorbid. Mereka memerlukan perlindungan dari COVID-19," tambahnya.

Reisa mengingatkan, sebelum vaksin Corona tersedia semua orang tetap wajib melindungi diri dan sekitar dari virus Corona. Caranya dengan selalu menjaga jarak aman 1-2 meter, pakai masker dengan benar, dan cuci tangan sesering mungkin dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan masih belum pasti para ilmuwan bisa membuat vaksin yang efektif melawan covid-19. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, jika vaksin seperti itu menjadi kenyataan, harus menjadi barang publik yang tersedia untuk semua. “Akan sangat sulit untuk mengatakan dengan pasti bahwa kita akan memiliki vaksin,” katanya.

Heboh Kalung Eucalyptus

Selain vaksin Corona merah putih, banyak temuan obat diklaim anti-Corona. Paling heboh adalah produk eucalyptus yang diklaim Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai 'antivirus' Corona. Namun temuan itu menuai kritik.  Komisi IV DPR RI, misalnya,  melontarkan kritik pedas proyek yang diklaim Kementan berpotensi 'membunuh' virus Corona tersebut.

Selain itu, tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) Kementan pun dipertanyakan dalam mengembangkan produk eucalyptus ini. Kritik itu dilontarkan oleh anggota Komisi IV DPRI Suhardi Duka dari Fraksi Demokrat. Menurutnya, produk-produk yang berkaitan dengan penanganan medis pandemi virus Corona (COVID-19) seharusnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Saya kira tidak bagus kalau Kemenkes yang mengungkapkan soal bibit padi baru. Ini sama halnya saya kira kalau obat-obatan harus masuk dalam uji klinis, farmasi dan sebagainya, saya kira adalah tupoksi Kemenkes. Kalau Kemenkes yang mengungkapkan bahwa ini bernilai obat saya kira nilai percayanya sangat tinggi," kata Suhardi dalam rapat kerja Komisi IV dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Jakarta, kemarin.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi IV Mindo Sianipar dari Fraksi PDIP mempertanyakan kemampuan produk eucalyptus yang diklaim bisa 'membunuh' virus Corona.

"Bapak nanti buat statement nanti dibully, seperti halnya sekarang Bapak mendapatkan informasi dari staf Bapak soal kalung antivirus. Secara teknologi, saya nggak yakin itu Pak, teknologi antivirusnya itu. Apa yang ditebarkannya, panjang gelombang berapa yang bisa merusak sel dari virus itu," tutur Mindo.
Dia pun meminta agar Syahrul tak lagi memakai kalung eucalyptus ini di depan publik. Pasalnya, dalam raker kemarin Syahrul bersama seluruh jajaran Kementan mengenakan kalung eucalyptus yang disebut anti-Corona itu.

"Jadi kalau Bapak memakai itu sekarang, mohon televisi itu jangan dishoot itu (kalung antivirus). Nanti masyarakat jadi berlomba-lomba memakai itu karena menterinya memakai itu. Padahal belum tahu kita ini. Jadi jangan dululah memakai itu ya," ujar Mindo.

Syahrul merespons komentar Komisi IV mengenai produk eucalyptus. Syahrul mengatakan, pihaknya siap jika Komisi IV memerintahkan untuk menghentikan proyek pengembangan produk 'antivirus' tersebut.  "Saya tidak akan pernah meninggalkan apa yang menjadi arah dan petunjuk Komisi IV sampai detik ini. Khusus untuk eucalyptus seperti itu. Kalau Bapak bilang berhenti ya saya berhenti," kata Syahrul.

Namun, jika Syahrul mendapatkan restu untuk melanjutkan pengembangan produk eucalyptus ini, maka akan tetap berlanjut sesuai rencananya yakni produksi massal.  "Keputusan dan petunjuk Komisi IV ini menjadi pegangan saya. Saya lanjutkan kah atau tidak. Saya berhentikan saja hasil ini atau tidak. Kalau bapak support saya jalan terus, seperti apa supportnya nanti kita akan bicarakan," ungkap Syahrul.

Merespons Syahrul, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dari Fraksi PDIP mengatakan proyek ini boleh dilanjutkan asal tidak menggunakan dana dari APBN.  "Tadi eucalyptus, tadi Pak Menteri seolah-olah menantang saya mau dilanjutkan atau tidak. Selama tidak memakai uang APBN yang tidak jelas, silakan. Tapi kalau pakai uang APBN saya tidak mau. Kalau nanti pakai uang APBN apa jadinya? Setelah gagal, yang kena siapa? Ya Pak Menteri dan saya," tegas Sudin.

Dia pun merespons baik rencana kerja sama Kementan dengan PT Eagle Indopharma (Cap Lang)  mengembangkan produk eucalyptus hingga diproduksi massal. Namun, ketika sudah produksi massal Sudin meminta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan kembali fokus pada tupoksinya yakni mengembangkan bibit untuk mendongkrak produktivitas pertanian.

"Kalau mau kerjasama dengan swasta silakan, monggo. Yang penting tidak mengganggu kinerja Litbang. Litbang yang harus dipahami adalah bagaimana memproduksi bibit yang baik. Mencari inovasi yang terbaru. Kalau bilang eucalyptus yang dipakai itu obat anti Corona, ya nggak semudah itu," kata Sudin. (det/hud)

×
Berita Terbaru Update