Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dinilai Kacau, Giliran Ma'arif NU Mundur dari Program Penggerak Kemendikbud

Wednesday, July 22, 2020 | 23:15 WIB Last Updated 2020-07-22T16:15:29Z

JAKARTA (DutaJatim.com) - Ternyata bukan  Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah saja yang memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun, langkah serupa akhirnya juga diambil oleh Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (NU).

Saat dikonfirmasi, Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi,  mengatakan, program Kemendikbud itu sudah memiliki kejanggalan sejak awal diluncurkan. Khususnya dalam konsep yang dimaksud dengan organisasi penggerak itu sendiri.

"Kejanggalan-kejanggalan itu ya berasal dari konsep organisasi penggerak yang tidak jelas," kata Arifin Rabu 22 Juli 2020.

Misalnya seperti yang dia baca dalam persyaratan, bahwa, organisasi yang mengajukan proposal harus memiliki sekolah. Namun apa yang terjadi dalam praktiknya jauh dari persyaratan itu. Hal inilah yang membuat proses seleksi menjadi kacau.

Arifin menegaskan bahwa pada kenyataannya, persyaratan itu tidak benar-benar diaplikasikan dengan baik. Sebab banyak organisasi/yayasan yang tidak sesuai persyaratan tersebut. Artinya, banyak pesertanya tidak memiliki sekolah tapi lolos seleksi.

"Faktanya, banyak sekali organisasi tidak punya sekolah yang ditetapkan sebagai penerima dana POP," ujar Arifin.

Selain itu, kejanggalan lainnya menurut Arifin adalah porsi yang tidak ideal dan terkesan tidak sesuai kapasitas dari segi penganggaran dan kebutuhan akan program-program yang akan didanai.

Hal ini menurutnya bisa dilihat dari organisasi/yayasan, yang semestinya mendukung organisasi/yayasan lain tapi justru malah mendapat alokasi yang lebih besar dari NU.


Hal ini menurutnya bisa dilihat dari organisasi/yayasan, yang semestinya mendukung organisasi/yayasan lain tapi justru malah mendapat alokasi yang lebih besar dari NU.


Arifin pun menilai ketidaksesuaian kapasitas antara organisasi/yayasan dengan besarnya alokasi penganggaran itulah yang membuat mekanisme seleksi menjadi kacau. 

"Padahal NU itu memiliki puluhan ribu sekolah, ratusan guru, dan jutaan murid. Dan  karena ketidakjelasan itu akhirnya berdampak pada proses seleksi yang kacau tersebut," katanya. (vvn/wis)

×
Berita Terbaru Update