Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pelajaran dari Eka Tjipta Widjaja: Sudah Prediksi Terjadinya Konflik Warisan

Thursday, July 16, 2020 | 09:21 WIB Last Updated 2020-07-16T02:21:44Z

Eka Tjipta Widjaja


JAKARTA (DutaJatim.com) -  Gonjang-ganjing perebutan harta  waris keluarga pemilik Sinar Mas Group ternyata sudah diprediksi oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja sendiri. Prediksi itu akhirnya benar setelah salah satu anaknya, Freddy Widjaya, menggugat hak atas warisan terhadap lima kakak tirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Freddy meminta pada majelis hakim hak atas pembagian separo warisan peninggalan sang ayah. Ada 12 perusahaan yang disengketakan dengan total nilai aset sekitar Rp 672,62 triliun. 

Jauh sebelum polemik keluarga ini muncul, Eka Tjipta sendiri telah mengkhawatirkan adanya perebutan warisan sejak lebih dari 24 tahun lalu. Inilah pelajaran penting bagi orang kaya soal warisan dari Eka Tjipta.

Kontan.co.id mengutip hasil wawancara Tabloid Kontan pada November 1996 silam, menyebutkan, bahwa Eka Tjipta Widjaja tengah membahas mengenai anggaran rumah tangga perusahaan. Tujuannya agar anak cucunya kelak tidak saling berebut harta warisan dan aset-aset Sinar Mas. Saat itu, Eka Tjipta Widjaja mengatakan, anak-anaknya akan tetap memegang kendali atas perusahaan-perusahaan di bawah Grup Sinar Mas. 


"Ada enam anak saya yang masuk ke dalam perusahaan," tutur Eka Tjipta Widjaja saat itu. Keenam anak yang Eka Tjipta maksud antara lain Indra Widjaja, Teguh Widjaja, Muktar Widjaja, Djafar Widjaja, maupun Franky Widjaja. Teguh Widjaja, putra pertama Eka Tjipta Widjaja, misalnya, mendapat tugas untuk mengelola divisi bisnis pulp dan kertas Grup Sinar Mas di bawah bendera Asia Pulp & Paper. Indra Widjaja hingga saat ini bertugas mengelola divisi jasa keuangan di bawah Sinar Mas Multhiarta. Franky Oesman Widjaja mendapat tugas mengelola divisi agribisnis Sinar Mas di bawah bendera Golden Agri Resources. Sementara itu, Muktar Widjaja mendapat tugas mengelola divisi properti Sinar Mas di bawah bendera Sinar Mas Land. Muktar bersama Franky juga bertugas mengelola divisi energi dan infrastruktur Sinar Mas melalui PT Dian Swastika Sentosa Tbk. "Untuk generasi kedua, bolehlah seperti sekarang," ujar Eka Tjipta Widjaja 23 tahun silam. 


Namun, Eka Tjipta Widjaja sudah membuat aturan khusus bagi generasi ketiga. Menurut Eka Tjipta Widjaja, setiap anaknya hanya boleh memasukkan satu anaknya ke dalam perusahaan. Artinya, tidak seluruh cucu Eka Tjipta Widjaja boleh masuk ke perusahaan Sinar Mas. "Hanya satu cucu dari setiap anak," tegas Eka Tjipta Widjaja. 

Jika ada anak yang memiliki anak lebih dari satu, dia boleh memilih mana yang akan masuk ke perusahaan. Eka Tjipta Widjaja juga membuat aturan bagi cucu yang masuk ke perusahaan. Mereka hanya boleh duduk di dewan komisaris. Alih-alih terlibat langsung, generasi ketiga Eka Tjipta Widjaja hanya boleh mengawasi dan membuat kebijakan. 

Sementara untuk pelaksananya, Sinar Mas akan tetap memakai tenaga profesional. Bukan tanpa alasan Eka Tjipta Widjaja membuat aturan khusus bagi cucu-cucunya. Saat itu, Eka bilang, aturan ini bertujuan agar tidak ada perebutan di antara cucu-cucunya.


"Mereka tentu mau yang enak, saya mau di sini, saya mau di sana . Ini tidak baik, nanti perusahaan bisa hancur karena perebutan itu," ujar Eka Tjipta Widjaja waktu itu. Lalu, bagaimana dengan cucu yang tidak bisa masuk ke perusahaan? Menurut Eka Tjipta Widjaja, cucu-cucu yang tidak masuk ke Grup Sinar Mas bisa memulai usaha lain. Toh, mereka memiliki saham di Grup Sinar Mas. 

"Bisa dia pegang sahamnya terus. Atau, bisa juga menjual sahamnya untuk memulai usaha sendiri," kata Eka Tjipta Widjaja. Antisipasi Eka Tjipta Widjaja sejak jauh-jauh hari itu tampaknya ampuh untuk menghindari perebutan harta dan aset Sinar Mas. Terbukti, Grup Sinar Mas masih bertahan hingga saat ini dan semakin besar meski harus menghadapi berbagai kerikil tajam dalam perjalanannya. Namun, saat ini, kita tahu, apa yang menjadi kekhawatiran Eka Tjipta Widjaja sejak 23 tahun silam mulai menjadi kenyataan.   

Gugatan Freddy Widjaya

Freddy Widjaya, salah satu anak Eka Tjipta Widjaja, melayangkan gugatan kepada lima saudara tirinya. Dia menuntut harta warisan yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah. Harta warisan yang digugat merupakan sederet perusahaan besar yang berada di bawah dan terafiliasi dengan Grup Sinar Mas.

Managing Director Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto pun menjabarkan beberapa poin untuk menanggapi perkara tersebut. "Bahwa saudara Freddy Widjaja adalah anak luar kawin dari nyonya Lidia Herawaty Rusli," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/7/2020). Eka Tjipta disebut-sebut memiliki lima orang istri.


Menurut keterangan Gandi, Freddy sudah mendapatkan hak bagiannya sebagai penerima wasiat sesuai dengan surat wasiat dari dari Eka Tjipta Widjaja. Dia  juga menyatakan, gugatan Freddy atas perusahaan-perusahaan Sinar Mas tidak ada hubungan dengan almarhum Eka Tjipta Widjaja sehingga Gandi menilai perkara ini tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan Sinar Mas.

"Karena Beliau tidak memiliki saham di perusahaan- perusahaan tersebut, sehingga gugatannya tidak mempunyai dasar hukum. Jadi pada dasarnya Sinar Mas tidak ada sangkut pautnya dalam persoalan keluarga Bapak Eka Tjipta Widjaja dalam kasus gugatan ini," tegasnya.

Eka Tjipta Widjaja sendiri sudah meninggal dunia pada Sabtu, 26 Januari 2019 silam, dalam usia 98 tahun. Bisnis raksasanya kini diteruskan oleh anak-anaknya yang juga saudara tiri Freddy Widjaja yaitu Indra Widjaja alias Oei Pheng Lian, Teguh Ganda Widjaja alias Oei Tjie Goan, Muktar Widjaja alias Oei Siong Lian, Djafar Widjaja alias Oei Piak Lian dan Franky Oesman Widjaja alias Oei Jong Nian.

Mereka ini pihak yang digugat oleh Freddy. Gugatan bernomor 301/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst itu diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Juni 2020 lalu. Sidang perdana sudah digelar pada 29 Juni dan sidang kedua pada Senin 13 Juli 2020.

Warisan yang dipersoalkan meliputi 12 perusahaan yakni PT Sinar Mas Agro Resources and Technology TbK (SMAR) atau Smart dengan total nilai aset sebesar Rp 29,31 triliun dengan laba kotor tahun 2018 sebesar Rp 4,63 triliun;  PT Sinar Mas Multi Artha Tbk (SMMA) dengan total nilai aset sebesar Rp 100,66 triliun dengan laba kotor tahun 2018 sebesar Rp 1,65 triliun;  Sinar Mas Land dengan total nilai aset pada tahun 2019 sebesar US$ 7.757.500.000 dirupiahkan dengan kurs Rp 15.000, sama dengan Rp. 116,36 triliun; PT Bank Sinar Mas Tbk (BSIM) dengan total nilai aset pada September 2019 sebesar Rp 37,39 triliun.

Selain itu PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dengan total nilai aset pada tahun 2018 sebesar US$ 8.751.000.000 dengan kurs Rp 15.000, sebesar Rp 131,27 triliun;  PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) US$ 2.965.100.000 dengan kurs Rp. 15.000, sebesar Rp 44,48 triliun;  PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry dengan total nilai aset pada tahun 2018 sebesar US$ 1.997.500.000 dengan urs Rp.15.000, sebesar Rp 29,96 triliun;  PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (MCOR) dengan total nilai aset sebesar Rp 16,20 triliun;  Asia Food and Properties Limited dengan estimasi nilai aset sebesar Rp 80 triliun.

Selanjutnya China Renewable Energy Investment Limited dengan total nilai aset pada tahun 2019 sebesar HK$ 2.794.654.000 dengan kurs Rp. 19.000, sebesar Rp 5,31 triliun;  PT. Golden Energy Mines Tbk (GEMS) dengan total nilai aset pada tahun 2019 sebesar US$ 780.646.167 dengan kurs Rp. 15.000, sebesar Rp 11,71 triliun;  Paper Excellence BV Netherlands dengan total nilai aset sebesar Rp 70 triliun.

Konflik Konglomerat Lain

Perebutan harta warisan dari taipan pemilik real estate Bumi Serpong Damai (BSD) itu pun cukup menyita perhatian publik. Namun hal serupa juga terjadi pada taipan lain di sejumlah negara. Catatan detikfinance mengungkap hal itu. 

Misalnya Fred Koch. Keempat putra Fred Koch menghabiskan hampir dua puluh tahun berseteru atas kekayaan konglomerat energi Koch Industries. Perseteruan tersebut bermula ketika dua saudara lelaki, Charles dan David disebut menipu William dan Frederick, ketika mereka menjual saham perusahaan US$ 2,3 miliar. Keempatnya hanya berkomunikasi melalui pengacara selama bertahun-tahun, tetapi akhirnya berdamai pada tahun 2001.

Johnson & Johnson juga menghadapi kemelut yang sama. Ketika J. Seward Johnson, direktur perusahaan farmasi eponymous Johnson & Johnson meninggal pada tahun 1983, dia meninggalkan sebagian besar tanah miliknya yang dilaporkan senilai US$ 403 juta kepada istri ketiganya Barbara Johnson. Surat wasiat itu memancing keributan pada anak-anaknya. Keenam anaknya memperebutkan surat wasiat itu dan dalam penyelesaian di luar pengadilan, disepakati bahwa US$ 160 juta akan dibagi di antara mereka.

Selanjutnya Jay Pritzker.  Jay Pritzker dan saudaranya Robert membangun kekayaan yang diperkirakan US$ 13,5 miliar melalui kerajaan hotel Hyatt dan berbagai bisnis terkait. Jay meninggal pada tahun 1999 karena serangan jantung. Pada tahun 2002 keponakannya yang berusia 19 tahun mengajukan gugatan terhadap anggota keluarga karena masalah warisan. Saudara kandung masing-masing memenangkan US$ 500 juta dan kehilangan semua klaim atas aset keluarga, yang dibagi di antara anggota keluarga lainnya.


Begitu pula Leona Helmsley.  Taipan real estate terkenal Leona Helmsley diperkirakan meninggalkan kekayaan senilai US$ 4,8 miliar. Dia meminta agar sebagian besar uangnya diberikan untuk amal, serta sejumlah kecil kepada berbagai kerabatnya. Namun, kejutan terbesar dari semua itu adalah ketika Helmsley meninggalkan US$ 12 juta untuk anjingnya, Trouble. 

Sementara dia hanya menyisakan US$ 5 juta masing-masing untuk dua cucunya, David dan Walter. Seorang hakim menurunkan hak warisan si anjing menjadi US$ 2 juta, memberikan sisanya untuk amal. Dua cucu lainnya akhirnya menerima US$ 6 juta dari warisan yang ditinggalkan.

Lain lagi H.L. Hunt. Pada tahun 2008, cicit raja minyak H.L. Hunt, Albert G. Hill III, menggugat sejumlah anggota keluarga dan mengklaim bahwa mereka salah mengelola dana kepercayaan nenek dan paman buyutnya, bersama dengan Hunt Petroleum. Ketika keponakan H.L, Tom Hunt, menjual perusahaan itu, perselisihan muncul dan Albert kehilangan hak waris. Dia dinyatakan bersalah atas penipuan hipotek pada 2011 setelah dia berbohong tentang penghasilannya untuk mendapatkan pinjaman.

Pengusaha pertambangan Australia Gina Rinehart juga mencoba memotong jatah tiga anaknya dari dana perwalian yang didirikan oleh ayah mereka, mendiang Frank Rinehart. Seharusnya setiap anak akan menerima sepertiga dari dana US$ 5 miliar ketika mereka berusia 25 tahun. Tetapi tepat sebelum ulang tahun putri tertua Bianca, Rinehart mencegahnya mengaksesnya. Pertempuran hukum yang panjang terjadi, dan meskipun Bianca akhirnya diangkat sebagai wali pada tahun 2015, dia telah menuntut ibunya karena membayar lebih rendah pada kepercayaan tersebut. (det/nas)

×
Berita Terbaru Update