Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jelang Pilkada: KPK Khawatir Calon Kepala Daerah Didominasi Pengusaha, Ini Dua Alasannya

Friday, December 4, 2020 | 17:24 WIB Last Updated 2020-12-04T10:24:25Z

 


JAKARTA (DutaJatim.com)  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeber fakta yang perlu direnungkan sekaligus diwaspadai menjelang coblosan Pilkada 9 Desember 2020. 


Saat banyak bupati/walikota atau gubernur ditangkap gegara dugaan korupsi, KPK mengungkapkan, calon kepala daerah dengan latar belakang pengusaha dan swasta banyak ditemukan pada Pilkada 2020. KPK menyebut berjumlah 665 orang atau sekitar 45 persen dari total calon kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada serentak 2020.

Jumlah tersebut belum ditambah calon kepala daerah petahana yang juga memiliki latar belakang sebagai pengusaha. Artinya, sudah beberapa kali pilkada ternyata dikuasai oleh kalangan pengusaha.

Jelang Pilkada: KPK Khawatir Calon Kepala Daerah Didominasi Pengusaha, Ini Dua Alasannya

Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, dalam konferensi pers, Jumat (4/12/2020), mengaku khawatir dengan banyaknya calon kepala daerah berlatar belakang pengusaha tersebut.

"Kami khawatir  latar belakang profesi, pengusaha, swasta, itu hampir setengah, yang baru. Padahal, yang petahana dulu, lima tahun yang lalu dia masuk itu juga sudah pengusaha, hanya sekarang dia ganti statusnya petahana," kata Pahala.

Lalu mengapa harus khawatir?  Setidaknya ada dua alasan. Pertama, kepala daerah tersebut akan melakukan perbuatan curang yang menguntungkan perusahaan pribadinya saat terpilih sebagai kepala daerah kelak.

Pasalnya, kata Pahala, belum ada aturan yang menyatakan bahwa pengusaha harus melepas usahanya apabila menjabat kepala daerah.

"Jadi bayangkan kalau saya kontraktor, saya masuk, udah gitu kepilih (menjadi kepala daerah). Itu di beberapa daerah istrinya tetap menjalankan (bisnis) karena enggak ada larangan ini," ujar Pahala.


Menurut Pahala, hal itu berpotensi menyebabkan kegiatan pengadaan barang/jasa di daerah menjadi tidak adil karena perusahaan lain menjadi enggan mengikuti lelang.

"Kalau bidding di kabupaten itu biasanya ya agak segan orang itu, kan (perusahaannya) punya kepala daerah," kata Pahala.

Kedua, lanjut Pahala, calon kepala daerah dengan latar belakang pengusaha/swasta umumnya belum begitu memahami dunia birokrasi.

Akibatnya, roda pemerintahan dapat terhambat, bahkan menyebabkan sang kepala daerah tersandung kasus korupsi karena ketidaktahuannya atas rambu-rambu yang berlaku.

"Kalau bedanya cuma memperlambat enggak apa-apa, kalau bedanya kesandung karena dia bilang, 'Saya pikir enggak apa-apa atau apa salahnya saya enggak ambil duit sama sekali', nah itu jadi panjang urusannya," kata Pahala.

Berdasarkan hasil analisis KPK terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LKHPN) yang disetor para calon kepala daerah, kekayaan calon kepala daerah dari kalangan pengusaha/swasta memang lebih besar.

Pahala menyebutkan, rata-rata kekayaan calon kepala daerah berlatar belakang pengusaha/swasta sebesar Rp 13,3 miliar, lebih besar dari yang berlatar belakang birokrat (Rp 8,7 miliar) dan anggota legislatif (Rp 8,1 miliar). (kcm/wis)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update