Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Berjiwa Merdeka dengan Puasa Ramadhan

Thursday, April 15, 2021 | 12:45 WIB Last Updated 2021-04-15T05:45:52Z

Oleh: Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag

(Penulis Buku/Founder: “60 Menit Terapi Shalat Bahagia”)


TAHUKAH Anda bahwa Ramadhan berati pembakaran? Bisa berarti membakar lemak, karena tetap bekerja dan berkeringat sekalipun sedang berlapar-lapar puasa, dan bisa juga membakar dosa yang menumpuk. Kita harapkan, puasa juga membakar semangat untuk manjadi manusia merdeka. Paling tidak merdeka dari mental mengeluh dan mental peminta.

Mungkin luput dari penghayatan Anda, bahwa setiap shalat Taraweh dan Witir, Anda diajak sang imam bersenandung doa, Asyh-hadu an la ilaha illallah, astaghfirullah. As-aluka ridlaka wal jannata wa-‘adzubika min sakhatika wannar“ (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Aku memohon ampunan kepada-Mu. Wahai Allah, aku benar-benar mengharap ridlo-Mu dan surga. Jauhkan aku dari murka-Mu dan neraka.”  Khusus permohonan “ridlo-Mu,” saya terjemahkan secara bebas, “Oh Allah, aku ingin Engkau senang melihat aku.”

Apalah artinya, jika Anda kaya raya, tapi Allah tidak menyukai Anda. Di mata mukmin sejati, lebih baik miskin dengan ridlo ilahi, daripada kaya tapi Allah murka. Untuk apa Anda sehat wal afiat, jika kesehatan itu tidak mendatangkan ridlo Allah. Bagi mukmin yang cerdas, lebih baik sakit tapi Allah senyum melihat dia, daripada sehat tapi menjadi sarana durhaka.  Semoga Anda tidak mengalami  pilihan kepepet itu. Anda pasti sama dengan saya dan semua mukmin: ingin sehat, kaya dan sukses sekaligus disenangi Allah.

Untuk mengupas soal ridlo Allah, saya kutipkan doa Nabi ketika mendapat lemparan batu dari penduduk Thaif, desa kecil sebelah utara Makkah, yang belum faham visi misi Nabi. Orang tidak lagi bisa mengenal wajah Nabi saat itu, karena lumuran darah yang menutupi wajahnya. Giginya pun patah. 

Inilah doanya:  “Wahai Allah, kepada-Mu aku mengadukan kekuatanku yang lemah, ikhtiarku yang terbatas, dan diri yang hina di mata manusia. Engkau Tuhan Paling Pengasih dari semua pengasih, Engkau pelindung orang-orang yang tertindas dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau  menyerahkan diriku ini? Kepada mereka yang tiada saya duga menyerangku (hari ini) atau kepada mereka yang bisa bertindak apa saja kepadaku? Selama Engkau tidak murka kepadaku, semuanya tiada masalah bagiku. Sungguh, perlindungan-Mu tiada terbatas. Dengan cahaya-Mu yang mengusir kegelapan, dan memberi kebaikan permasalahan dunia dan akhirat, aku memohon agar Engkau tidak murka kepadaku. Demi Engkaulah aku rela dihinakan, asal Engkau ridlo padaku. Tiada daya dan tiada kekuatan, kecuali dari-Mu.” (lihat Buku Doa Al Mustahabbah p. 17-18)

Kata kunci pada doa di atas adalah “ridlo.” Gigi yang patah, muka yang bermake-up darah tidak menjadi masalah sama sekali bagi Nabi asal Allah tidak murka kepadanya. Perjalanan seterjal apa pun, lembah securam apa pun atau gelombang ombak berapa pun tingginya,  akan dilalui oleh Nabi demi mengejar ridlo-Nya. Cercaan orang sepedas apa pun akan diterima dengan ikhlas oleh Nabi asal bisa meraih ridlo Allah. Bahkan Nabi menjadi pohon mangga: dilempar dengan batu, tapi dibalas dengan kiriman buah masak nan segar.

Semua Anda akan kembali kepada Allah. Kembalilah kepadaNya dengan senyum dan disambut dengan senyum-Nya. Anda pasti tersiksa, jika berkunjung ke rumah orang, lalu tuan rumah itu muak melihat Anda, malas berbicara, atau menutup telinga ketika Anda berbicara. Tanpa suguhan apa pun, Anda pasti bahagia, jika tuan rumah tiada henti tersenyum dan bersemangat berbicara dengan Anda.

Bagaimana kita bisa meraih ridlo Allah itu? Aminilah doa sang imam berikutnya, “Allahummaj’alna bil imani kaamilin, watahta liwaai sayyidina Muhammadin yaumal qiyamati saa-irin, Wabil qadloi rodlin.” (Wahai Allah, jadikan kami hidup dengan iman yang sempurna, tempatkan kami pada barisan pemegang bendera Nabi Muhammad pada hari kiamat, dan jadikan kami ridlo terhadap semua takdir-Mu). 

Jangan hanya mengamini, tapi berupayalah menjalani hidup sesuai dengan ujung doa itu, “Jadikan kami ridlo dengan semua takdir-Mu.”  Jika Anda ridlo dengan apa pun takdir Allah, tidak mengeluh sama sekali dengan takdir yang tidak Anda sukai itu,  Allah pasti ridlo dengan siapa pun Anda. Jika Anda ridlo dengan rezeki yang sedikit, Allah akan ridlo menerima kehadiran Anda dengan pahala yang sedikit. Senyum Anda ketika mendapat takdir cobaan hidup, adalah senyum Allah untuk Anda, sebagai simbol ridlo-Nya.

Terimalah dengan ikhlas dan ridlo penyakit yang Anda derita sekarang ini, jangan mengeluh. Terimalah dengan senang cobaan kebangkrutan ekonomi sekarang ini. Jangan sekali-kali mengeluh karenanya. Terimalah dengan kesabaran, takdir Allah berupa pasangan hidup yang amat menjengkelkan Anda saat ini. Terimalah dengan senang hati dan optimis. Anda mungkin juga sedang diberi cobaan berupa anak yang menyesakkan dada Anda. Jangan mengeluh. Semua itu takdir Allah untuk menguji mukmin macam apa Anda sebenarnya. Juga untuk mencerdaskan dan mematangkan mental Anda untuk menghadapi kesuksesan besar yang sudah dipersiapkan Allah untuk Anda di kemudian hari. Percayalah. (baca Buku 60 Menit Terapi Shalat Bahagia, hal. 173-177)

Jika Anda mengeluh, Anda merasakan empat melapetaka: jiwa yang menderita, fisik yang rapuh bahkan bertambah sakit, doa yang tidak terkabul, dan kematian yang mengerikan.  Saya katakan kematian yang mengerikan, sebab  Allah tidak suka bertemu dan berbicara kepada orang mati dengan membawa keluhan atau kejengkelan terhadap takdir-Nya. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi, “Barangsiapa tidak senang dengan keputusan dan takdir-Ku, maka hendaknya ia segera mencari Tuhan selain Aku”(HQR. Al Baihaqi dari Anas r.a). “Barangsiapa tidak beriman pada takdir-Ku: enak atau tidak enak, maka Aku tidak akan mengurusinya lagi” (HQR. Abu Ya’la dari Abu Hurairah r.a)

Sebaliknya, jika Anda ikhlas dan ridlo terhadap takdir Allah, Anda mendapat empat bonus kebahagiaan: jiwa yang bahagia, fisik yang lebih sehat, doa yang mudah terkabul dan kematian yang menyenangkan. Allah sangat senang melihat Anda dan Anda pun senang menerima apapun pemberian-Nya. Jika Anda meninggal pada saat demikian, Allah akan merangkul Anda. Keharuman ruh Anda menjadi rebutan malaikat di langit yang mengantarkan ruh ke pemiliknya yang sejati, Allah SWT.


Mental Peminta

Dengan puasa, Anda juga harus merdeka dari mental peminta. Ramadhan adalah bulan kedatangan Malaikat Jibril untuk bertadarus Al Qur’an dengan Nabi SAW. Ia mendengarkan dengan seksama ayat demi ayat yang dibaca Nabi SAW. Bacaan Al Qur’an Anda juga selalu didengar para malaikat.  

Berbahagialah dengan Al Qur’an dan bersenanglah Anda berdampingan dengan para malaikat selama Anda membaca ayat-ayat Allah itu. Salah satu pesan Jibril ketika bertemu Nabi SAW adalah, “(Wahai Muhammad)… manusia perkasa adalah manusia yang tidak bergantung lagi kepada manusia” (wa‘izzahu istighnaa-uhu ‘anin naas) (HR Al Baihaqi dari Jabir r.a). 

Muslim perkasa adalah muslim mandiri: tidak mengharap pemberian atau jasa orang lain, tapi berusaha bagaimana bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan berprinsip “aku harus menjadi pemberi.” Saya teringat beberapa sopir taksi di Inggris yang rata-rata sudah lansia. Mereka ingin hidup mandiri, tidak mau bergantung kepada siapa pun termasuk anaknya sendiri. Dengan puasa dan sedekah selama Ramadhan, kita berusaha meniru Allah: tidak makan, tapi selalu memberi makan orang.

Saya mengajak semua orang, termasuk yang tidak kaya untuk berbuka puasa dengan separuh porsi saja, agar bisa berbagi buka puasa pada orang lain. Dengan cara itu, saya menawarkan tiga bonus: Ramadhan bukan menjadi bulan menumpuk lemak, shalat Taraweh Anda aman dari kantuk yang biasanya terjadi karena terlalu kenyang, dan Anda mendapat tambahan pahala senilai sehari puasa dari penerima sedekah Anda.

Tahukah Anda jumlah orang miskin penerima BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) sekarang ini 15,5 juta orang.  Mereka berebut dan berdesakan menerimanya sampai tidak terasa menginjak wanita tua sampai ia meninggal. Inilah bantuan yang menyebabkan kepala desa takut diserbu warga, karena antara data penerima tertulis  dengan kenyataan di lapangan berbeda. 

Tertulis sebagai orang miskin, tapi ternyata rumah dan gaya hidupnya tidak menunjukkan kemiskinan. Sedangkan tetangga sebelahnya penghuni rumah kecil, pekerja penarik sampah tidak tercatat dalam daftar penerima BLSM. Terjadilah konflik horisontal dan vertikal. 

Semua konflik  itu terjadi karena kebanyakan orang tidak merdeka dari mental peminta. Mereka tidak malu dengan pekerja perawat taman kota di Surabaya yang beberapa hari yang lalu diwawancarai sebuah stasiun televisi, menolak BLSM karena melihat ada orang yang jauh lebih membutuhkan dari dirinya. Kenapa kita lebih suka diberi daripada memberi? Tidakkah menurut Nabi, manusia pemberi lebih terhormat dari penerima. Maukah?

Bebaskan diri dari ketergantungan orang lain. Termasuk, bergantung pada orang lain untuk menuntun bacaan kalimat tauhid menjelang mati Anda. Orang yang menerima wasiat  Anda untuk mengajari la ilaha illallah itu tidak dijamin mati lebih akhir dari Anda. Biasakan membaca kalimat tauhid itu, agar terbentuk reflektivitas atau sensor otomatis, sehingga jika sewaktu-waktu Malaikat Izrail datang, secara otomatis Anda mengucapkannya dengan tegas dan benar, tanpa diajari siapapun.

Bagaimana dengan bacaan surat Yasin untuk orang yang akan meninggal? Nabi  SAW bersabda, “Yasin adalah jantung Al Qur’an. Siapa pun membacanya dengan tujuan ridlo Allah dan pahala akhirat, pastilah ia diampuni dosanya. Bacalah surat itu untuk siapa pun di antara kalian yang akan meninggal” (HR Ahmad dan Abu Daud dari Ma’qil bin Yasar ra).  

Hampir semua ulama sepakat bahwa bacaan Yasin untuk orang yang akan meninggal mendatangkan ridlo Allah dan keringanan (ampunan)-Nya. Dalam hal ini, sebaiknya Anda juga tidak bergantung kepada orang lain. Sebab bisa saja terjadi, Anda meninggal sendirian tanpa ada orang mengetahuinya. 

Mengapa Anda tidak menghafal saja Surat Yasin mulai sekarang? Ada seorang guru sekolah dasar di Lamongan yang menjelang matinya membaca Surat Yasin sampai selesai dalam keadaaan setengah sadar. Beberapa detik setelah itu ia menutup akhir hayatnya dengan kalimat tauhid, la ilaha illallah. Silakan mulai menghafal surat itu, sedikit demi sedikit. Saya yakin bisa, jika ada kemauan dan memiliki mental kemandirian.   

Merdeka! Selamat menjadi manusia merdeka dari mental mengeluh dan mental peminta. Hasbunallah wani’mal wakil. (*)

* Naskah ini diambil dari laman terapishalatbahagia.net

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update