Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Camping Ground Glagah Wangi, Sumber Ekonomi Alternatif Berbasis Konservasi

Thursday, June 24, 2021 | 02:08 WIB Last Updated 2021-06-23T19:08:35Z




KOTA BATU (DutaJatim.com) - Kota Batu menawarkan spot camping ground baru yang lokasinya berada di Desa Sumbergondo, Bumiaji, Kota Batu. Camping ground bernama Glagah Wangi ini dikelola Komunitas Jelajah Alam Gunung Arjuno atau biasa disebut Komunitas Jaguar. 


Dalam mengelola Camping Ground Glagah Wangi, Komunitas Jaguar berkerja sama dengan Perhutani. Letaknya berada di kawasan hutan yang merupakan jalur pendakian menuju Gunung Arjuno.


Jalanan yang sebagian besar masih bermaterial tanah, membelah hamparan hijau ladang-ladang milik warga yang ditata dengan pola terasiring. Eloknya pemandangan alam yang memikat menghantarkan pengunjung menuju lokasi perkemahan. Begitu tiba di tujuan, sejauh mata memandang tampak lanskap perkotaan nun di bawah sana. Kicauan burung juga terdengar riuh menandakan keasrian alam.


Pengelola Camping Ground Glagah Wangi, Efendi, menuturkan spot perkemahan di ketinggian 1600 mdpl itu didirikan sejak 2019 lalu. Memang dulunya lokasi itu sering dijadikan tempat transit bagi pendaki menuju Gunung Arjuno. "Awalnya memang tempat transit. Lalu karena dirasa cukup bagus lalu tercetuslah bersama warga untuk dijadikan bumi perkemahan," kata Efendi, seperti dikutip dari nusadaily.com Kamis 24 Juni 2021.


Nama Glagah Wangi sendiri disematkan karena dulunya tempat itu banyak ditumbuhi tanaman gelagah sejenis rerumputan besar beraroma wangi. Bahkan hingga kini masih bisa dijumpai beberapa tanaman gelagah yang tersebar di beberapa area.


Ia menuturkan, luas area yang dimanfaatkan masih seluas 1,5 hektar. Pihaknya berencana menambah luasan menjadi 8 hektar. Jalur pendakian dari Glagah Wangi ke Gunung Arjuno menghabiskan waktu tempuh sekitar 6 jam. Arah pendakian dari titik ini tepat berada di sisi barat Gunung Arjuno dan nantinya akan melintasi situs Gentong Growah. 


"Jalur ini banyak disukai pendaki karena termasuk cepat. Tinggal hitung saja, ketinggian Arjuno 3339 mdpl dikurangi 1600 mdpl, ketinggian tempat ini. Artinya hanya menyisakan separuh perjalanan," kata Efendi.


Rata-rata para pengunjung berasal dari Surabaya, Semarang, Bandung, Batam bahkan dari Belanda. Camping Ground Glagah Wangi ini dijadikan tempat bermalam sebelum meneruskan perjalanan ke Gunung Arjuno. Para pengunjung yang datang bukan melulu untuk aktivitas pendakian. Namun mereka sekedar berlibur menikmati pemandangan di alam bebas. Apalagi, berkegiatan di alam terbuka banyak dipilih orang saat masa pandemi Covid-19 ini. 


"Ada juga pengunjung anak-anak sekolah. Tentu sangat baik karena bagian edukasi berinteraksi dengan alam. Agar muncul kesadaran sejak dini untuk melestarikan lingkungan," kata dia.


Efendi menjelaskan, para tamu yang menginap akan diajak untuk berinteraksi dan mengenali setiap vegetasi yang ditanam di area Glagah Wangi. Beberapa tanaman yang tumbuh di area itu meliputi senggani, tumbuhan pakis, dan ciplukan. 


"Tanaman liar itu dibiarkan tumbuh alami. Seperti ciplukan dan senggani sendiri juga jarang ditemui. Senggani ini tanaman liar yang memiliki manfaat sebagai tanaman obat," terang Efendi sembari menunjuk tumbuhan senggani yang dipenuhi bunga berwarna ungu yang berada di area camping ground.


Selain itu, ada pula tanaman keras yang sengaja ditanam di lokasi itu. Seperti bibit pohon matoa dan klengkeng. Tanaman keras ini sebagai upaya konservasi sumber air dengan tanaman buah bernilai ekonomis. 


Tanaman lainnya yang dibudidayakan yakni kopi arabika Arjuno. Kopi-kopi itu dibudidayakan oleh warga setempat. Proses hulu hingga hilir termasuk pemasaran dikerjakan secara berkolaborasi oleh anggota-anggota Komunitas Jaguar.


Efendi menuturkan, pengembangan wisata alam Camping Ground Glagah Wangi bukan hanya memikirkan orientasi ekonomi. Lebih dari itu ada upaya melestarikan kawasan sebagai basis menggerakkan sumber-sumber ekonomi alternatif, terutama bagi warga setempat. Apalagi mata pencaharian mereka sangat lekat dengan lingkungan hutan. Kerusakan hutan sama saja dengan ancaman bagi sumber penghidupan mereka.


Dulunya, sebelum tanah lapang itu dikelola sebagai lokasi perkemahan sangat marak perburuan satwa liar. Karena di lokasi itu menjadi habitat beberapa satwa seperti ayam hutan, rajawali, burung prenjak, jalak kebo hingga landak.


Sejak dibukanya camping ground di area itu, aktivitas perburuan satwa tak lagi ditemui. Dan jika pun ada, pengelola akan memberikan teguran untuk menghentikan. Namun jika masih saja nekat, personel dari Komunitas Jaguar merampas peralatan pemburu dan melaporkan kepada pihak Perhutani.


"Sangat disayangkan kalau satwa-satwa itu punah. Karena itu warisan bagi anak cucu. Lenyapnya satu satwa merusak keseimbangan ekosistem," seru Efendi. (ndc)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update