Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ketika Relawan Kerepotan Edukasi Covid-19 ke Warga Bangkalan: Hadapi Keyakinan ‘Kalau Sudah Waktunya Mati Ya Mati’!

Friday, June 18, 2021 | 06:58 WIB Last Updated 2021-06-18T01:12:59Z

Melonjaknya kasus Covid-19 di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, salah satunya karena kurangnya edukasi ke masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan (prokes). Selain itu, karena warga desa juga tidak sepenuhnya percaya bahwa Covid-19  benar-benar ada.  Kondisi itu membuat para petugas dan relawan menghadapi kesulitan saat memberi pemahaman kepada warga. 


SALAH seorang relawan Satgas Covid-19 di Arosbaya, Bangkalan, Bilal Kurniawan, harus bekerja keras tapi tetap berhati-hati saat memberi pemahaman kepada warga. Hampir setiap hari dia menemui warga untuk mengedukasi tentang bahaya Covid-19. Dan tantangan terberat bagi relawan di Kabupaten Bangkalan adalah menyadarkan masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah penularan Covid-19.


“Tantangannya ya memberi pemahaman dan menyamakan persepsi bahwa Covid-19 itu benar-benar ada dan kita harus bersama-sama memutus rantai penyebarannya,” kata Bilal Kurniawan kepada DutaJatim.com, Rabu 16 Juni 2021.


Namun warga tetap sulit diberi pemahaman tentang ancaman Covid-19 ini. Apalagi warga sudah memiliki keyakinan kuat, bahwa hidup dan mati, sehat atau sakit, sudah ditentukan oleh Tuhan. “Warga berkeyakinan, kalau sudah waktunya sakit, kalau sudah waktunya mati, ya mati. Ini kan repot,” katanya sambil tertawa.


Karena itu, melonjaknya kasus Covid-19 ini ada hikmahnya juga. Sebab, warga mulai memahami adanya ancaman wabah yang mematikan tersebut. Apalagi ada imbauan dari Pemerintah agar menerapkan prokes. Warga pun mulai mematuhinya. Misalnya, sekarang tidak ada lagi kerumunan. Saat ini sudah tidak ada lagi orang mengadakan hajatan dengan banyak tamu undangan. “Ada imbauan bupati,” katanya.


Bilal pun bersyukur ada hasil. Misalnya di Desa Tengket mulai melandai. Sedang desa-desa lain masih belum pulih benar. “Jadi, sebenarnya sudah ada edukasi, tapi sebagian warga abai tentang prokes. Apalagi mereka memang tidak memiliki gejala,atau tidak sakit. Kini lain, ada warga yang sakit. Bahkan jadi pasien di rumah sakit,” katanya.   


Aktivis pemerhati COVID-19 di Bangkalan, Irham Lira, juga menyebut senada.  Banyak warga di beberapa desa Kabupaten Bangkalan mengalami gangguan pada indera penciuman, termasuk batuk, pilek, hingga demam tinggi. Hal itu merata di Desa Kampak, Banyoneng Dajah, Bayoneng Laok, Kecamatan Geger. Begitu pula di Desa Klapayan dan  Desa Sereh, Kecamatan Sepuluh. 


"Saya sendiri di Banyoneng Dajah hampir masyarakat semuanya sakit. Sakitnya rata-rata panas, demam tinggi, batuk, pilek, flu, radang tenggorokan. Tiap rumah itu, hampir semuanya mengalami itu. Otomatis gajala (COVID-19) mereka juga kehilangan indra penciuman dan pembauan," kata tokoh masyarakat dan aktivis pemerhati COVID-19 di Bangkalan, Irham Lira Rabu (16/6/2021), seperti dikutip dari detik.com.


Irham mengaku tidak bisa memastikan apakah gejala tersebut dirasakan warga di semua desa di Bangkalan. Namun dia memastikan, banyak warga di 4 kecamatan yang menjadi episentrum COVID-19 merasakan sederet gejala Covid-19 tersebut. Misalnya di Kecamatan Bangkalan, Arosbaya, Klampis, dan Geger.


Menurutnya, biasanya gejala seperti itu tidak berlangsung lama, paling sekitar 3-5 hari saja. Namun kali ini sampai 10 hari.  "Sejak 10 hari ini. Gejala sudah menuju ke arah COVID, kalau tidak ada tes massal ya nggak tahu. Yang pasti hampir semua merasakan gejala itu. Dulu sebelum ada COVID biasanya 3-5 hari sudah sembuh, sekarang ini nggak, dokter juga tutup, masyarakat tidak tahu harus bagaimana. Saya mengedukasi, saya suruh makan bawang putih, obat-obatan tradisional seperti mengkudu saya suruh jus, sereh, jahe," jelasnya.


Ia berinisiatif untuk mengedukasi masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan dan pencegahannya. Namun saat mengedukasi masyarakat, dia justru harus menghadapi amarah warga yang kurang paham akan pandemi COVID-19.


"Nggak ada yang berani. Karena tokoh masyarakat di situ juga hati-hati dalam memberikan edukasi. Karena bisa jadi kita yang maksud kita baik, tapi tanggapan mereka masih tidak begitu paham tentang swab, kita malah nanti disalahkan. Saya juga perlu hati-hati ketika memberikan edukasi," ujarnya.


Ketika di-swab mereka tidak mau diisolasi di RS. Tes swab seperti menjadi kengerian tersendiri melebihi Corona. Mereka lebih memilih isolasi mandiri. "Yang penting ada edukasi dan isolasi. Masyarakat masih belum paham dan ngeh tentang swab dan isolasi di RS. Masih susah," tambahnya.


Untuk swab massal, dia baru mengetahui dilakukan pada Selasa (15/6) di Kecamatan Sepuluh. Meski begitu, ia dan karang taruna juga terus mengedukasi akan penerapan protokol kesehatan.


"Jadi masyarakat belum banyak yang paham tentang protokol 5M. Kemarin-kemarin masih banyak yang tidak pakai masker. Jadi kendalanya, kurangnya edukasi yang menyebabkan masyarakat kurang percaya. Kenapa masyarakat kurang percaya? Karena indikasi-indikasi permainan yang mungkin menjadi stigma di masyarakat," lanjut Irham.


"Saya dari ponpes dari segala kekuatan dan kemampuan yang ada mencoba memberikan pemahaman-pemahaman itu. Walaupun sebenarnya mereka kurang percaya, tapi alhamdulillah ketika sudah seperti ini kesadaran dan kemauan untuk menerapkan prokes lambat laun sudah mereka patuhi," pungkas Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Bangkalan ini. 


Libatkan Ulama-Tokoh Masyarakat


Kondisi itu membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur mendorong maksimal peran kiai dan ulama serta tokoh masyarakat  Bangkalan mengedukasi masyarakat untuk menaati protokol kesehatan guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.


"Selama ini, masih ada  masyarakat yang kurang memercayai terjadinya penularan penyakit  covid-19. Inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya disiplin masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan,” ungkap Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa usai menghadiri  forum silaturahmi dan dialog bersama para kiai dan ulama asal Kabupaten Bangkalan yang diselenggarakan Kemenko Polhukam, Selasa (15/6/2021). 


Khofifah hadir bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Ketua Umum  Majelis Ulama Indonesia (MUI)  Pusat sekaligus Rais Aam Syuriyah PBNU KH Miftachul Akhyar, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Suharyanto, Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta, serta Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron. 

Sementara para kiai dan ulama yang hadir dalam dialog tersebut antara lain, KH. Fakhrillah Aschal (PP Syaikhona Moh Kholil), KH. Imam Bukhori Cholil (PP Ibnu Kholil), KH. Makki Nasir (PP Falahunnasiri), KH. Sofwan Tajul Anwar (PP Sembilangan), KH. Rahbini (PP Syaikhona Kholil), KH. Nasih Aschal (PP Syaikhona Moh Kholil), KH. Abd Aziz Muni (Tanah Merah), KH. Abd Karim Salatin (Blega) dan KH. Rowi Munir (Modung).


“Saya mohon  kepada para kiai dan ulama  serta tokoh masyarakat bisa menyampaikan pesan tentang pentingnya menjalankan protokol kesehatan serta mengikuti vaksinasi. Pesan ini diharapkan dapat disampaikan baik di lingkungan pendidikan formal maupun di lingkungan pendidikan nonformal seperti pesantren,” ujar Khofifah. 


"Saat ini kita membutuhkan ikhtiar dan doa dari panjenengan semua demi kebaikan dan kemaslahatan seluruh masyarakat Bangkalan, Madura dan Jawa Timur pada umumnya," tambah dia. 


Khofifah menyebut, saat ini Covid-19 varian Delta  B16172  telah masuk ke Jatim dan ditemukan di Bangkalan. Mutasi jenis ini, kata dia, merupakan strain asal India yang lebih menular  dan telah mengalami transmisi lokal.


“Tidak bisa Pemerintah saja yang kerja keras atau masyarakat saja, tapi juga tokoh masyarakat, tokoh agama, TNI/POLRI, ormas, dan elemen lainnya harus saling bahu membahu, mengingatkan agar tetap disiplin protokol kesehatan,” ujarnya. 


Khofifah mengatakan, langkah startegis yang dilakukan Pemprov Jatim adalah dengan  mendirikan Ruang Karantina dan Isolasi Terpusat di Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) Kab. Bangkalan. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan bisa mempermudah koordinasi dan mempercepat penanganan antara kedua wilayah, yaitu di Surabaya dan Bangkalan. 


"Kita saat ini tengah menyiapkan Ruang Karantina dan Isolasi Terpusat di BPWS Kaki Suramadu Bangkalan. Insya Allah akan siap besok pagi,” tuturnya. 

Pendirian tempat layanan tersebut, lanjut Khofifah, juga sebagai lanjutan dari upaya pengetatan penyekatan yang dilakukan di kedua sisi jembatan Suramadu. Hal itu tentunya sebagai bentuk proteksi pemerintah kepada masyarakat di kedua wilayah. 


"Kalau tidak dilakukan penyekatan dan Swab Antigen, maka mereka yang tidak merasa sakit, akan melakukan aktifitasnya. Mobilitas ini berpotensi untuk menyebarkan virus Covid-19. Yang dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan bahkan Sumenep kita beri stempel yang nantinya akan menjalani Swab Test di BPWS," jelasnya. 


Sebelumnya, Pemprov Jatim juga telah menyiapkan Rumah Sakit Penyangga sebagai rujukan akibat naiknya angka positif di Kab. Bangkalan. Total 6 Rumah Sakit Penyangga disiapkan Pemprov Jatim yakni RSUD Dr. Soetomo, RSU Haji, RS Syaiful Anwar Malang, RS Al Irsyad, RS PHC Surabaya dan RS Lapangan Indrapura. 


Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, kasus yang muncul di Kabupaten Bangkalan akibat kurangnya kepedulian masyarakat dan abainya terhadap penerapan protokol kesehatan serta tidak peduli adanya pandemi Covid-19. Virus ini, kata dia, tidak boleh dianggap sepele karena telah cukup banyak memakan korban jiwa dibanyak negara termasuk Indonesia. 


Menurutnya, pemerintah menganggap akan lebih efektif pengendalian Covid-19 jika menggandeng para Toga dan Tomas dalam memberikan contoh. Nantinya, mereka diharapkan dapat menyampaikan pesan tersebut kepada masyarakat. (gas/det)


No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update