Sahrul Munir (kabarmadura.id) |
PAMEKASAN (DutaJatim.com) - Pengalihan dana dari OPD tertentu kepada OPD lain dalam program pembangunan yang menggunakan dana DBHCT bisa dilakukan selama berdasarkan pada kenyataan lapangan. Hal itu dikatakan oleh Kepala Dinas Pengelola Keuangan Aset dan Pendapatan Daerah (DPKDP) Pamekasan Sahrul Munir.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa ada kemungkinan dana DBHCT di OPD tertentu sebagian dialihkan ke OPD lain yang kekurangan. Ini dilakukan jika pada OPD tersebut dana yang tersedia tidak terpakai utuh, sementara di sisi lain ada OPD yang kekurangan dana.
Kepala Bagian Perekonomian Setdakab Pamekasan Sri Puji Astutik mengatakan dana program yang diperkirakan tidak terpakai tuntas adalah program sosial BLT yang dikelola oleh lembaga yang dipimpinnya. Dana yang tersedia mencapai Rp 22 miliar. Namun diperkirakan dana itu tidak akan terpakai seratus persen karena calon penerimanya program itu tidak memenuhi syarat.
Dikatakan dana yang tak terpakai dalam program BLT itu bisa dialihkan untuk program bantuan pembayaran iuran daerah (BPID), yakni iuran BPJS bagi warga tidak mampu yang selama ini dikelola oleh Dinas Kesehatan Pamekasan.
“Memang kita mau alihkan, tapi sama provinsi suruh tunggu dulu. Tapi kalau penerimanya dari program BLT itu memang tidak memenuhi karena sasarannya terbatas, maka memang lebih baik atau lebih tepat kalau dialihkan ke OPD yang kurang di Dinas Kesehatan itu,” kata Sahrul Munir, Selasa (10/8/21).
Sahrul mengatakan yang diketahuinya hingga kini dana untuk BLT itu memamg cukup besar yakni mencapai Rp 22 miliar dan kini masih terus dalam proses identifikasi dan verifikasi calon penerimanya. Sementara DBHCHT yang BPJS di Dinas Kesehatan yang dibutuhkan Rp 45 miliar dan adanya baru Rp 29 miliar.
Kelebihan dana BLT itu bisa dialihkan untuk menambah kekurangan dana di pembayaran iuran BPJS di Dinas Kesehatan. Hingga kini kebutuhan untuk iuran BPJS ditambah dengan dana pajak rokok. Hingga Desember tahun 2021 nanti, perkiraan kebutuhannya mencapai Rp 45 miliar.
“Yang Rp 22 miliar itu cukup tinggi , mau kita alihkan ke situ, tapi kan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 206 peruntukannya persyaratannya sudah ada, 50 % untuk kesejahteraan social, 15% untuk rokok ilegal penegakan hukum, dan 35 % untuk produksi, yang 50 % itu dibagi, peningkatan mutu dan bansos, yang bansos ketemu angka Rp 22,5 miliar itu,” terang Sahrul.
Sesuai ketentuan PMK untuk program social harus 35 % yakni angka sebesar Rp 22 miliar. Otomatis, kata dia, regulasi harus diikuti, kecuali nanti dalam praktik di lapangan tidak ada potensi sebesar itu, sehingga bisa dipindahkan ke program lain. “Kini masih menunggu identifikasi dari buruh tani dan buruh pabrik rokok yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Disperindag,” pungkasnya. (mas)
No comments:
Post a Comment