Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Harga PCR Diturunkan Sesuai Permintaan Presiden, tapi Warga Nilai Masih Mahal

Thursday, October 28, 2021 | 09:52 WIB Last Updated 2021-10-28T02:52:24Z

 

Tes PCR di Bandara Soekarno-Hatta (Dok.AP II)

SURABAYA |DutaJatim.com) -   Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan harga tes PCR (polymerase chain reaction) sebesar Rp 275 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan  Rp 300 ribu untuk daerah lain di luar Jawa Bali. Harga ini berlaku sejak ditetapkan pada Rabu (27/10/2021) sore.


Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prof dr Abdul Kadir PhD SpTHT-KL MARS, mengatakan, pengawasan pada laboratorium atau rumah sakit yang tidak mengikuti ketetapan ini menjadi kewenangan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten untuk melakukan pembinaan. “Bisa berupa teguran lisan, tertulis atau penutupan. Itu kalau tidak tujarnya saat memberikan keterangan pers terkait Penetapan Harga Terbaru Swab RT-PCR melalui Live Streaming YouTube Kementerian Kesehatan,  Rabu (27/10/2021). 


Penurunan tarif dari Rp 495 ribu menjadi Rp 275 ribu ini didasari sudah terjadinya penurunan harga, apakah itu harga alat, termasuk juga bahan habis pakai,  seperti hazmat dan sebagainya. Harga baru ditetapkan setelah dilakukan audit antara lain oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


Kemenkes sendiri menjamin tes PCR sebagai alat yang akurat untuk mendeteksi virus Covid-19. Penetapan tes PCR sebagai persyaratan bagi pengguna moda transportasi umum ini untuk menjamin bahwa mereka yang melakukan perjalanan benar-benar bersih. “Ini untuk mencegah penularan. Saat ini penumpang sudah demikian banyak, maskapai sudah mengoperasikan hampir 90% seat-nya," katanya.


Sebelumnya Presiden Jokowi memerintahkan agar menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu.  Sebagian rumah sakit (RS) di Surabaya pun sudah melaksanakannya. Sebagian lagi baru menerapkan setelah ada pengumuman resmi dari Kemenkes.


Dirut RS PHC, Abdul Rofid Fanany, mengatakan, permintaan Presiden Joko Widodo agar tarif tes PCR diturunkan hingga menjadi Rp 275 ribu cukup bagus. “Ini bagus untuk meningkatkan 3T, utamanya testing. Apalagi sekarang PPKM sudah mulai longgar, sehingga mobilitas masyarakat semakin meningkat. Kami siap melaksanakan sesuai arahan pemerintah,” ujarnya Rabu (27/10/2021).


Namun, lanjutnya, saat ini pihaknya masih menunggu keluarnya surat edaran (SE) dari Kementerian Kesehatan maupun petunjuk pelaksanaannya. “Kami juga masih menunggu arahan dari Holding (PT Pelindo, Red.),” ujarnya Rabu siang. Hingga Rabu siang kemarin PHC masih menggunakan harga Rp 495 ribu untuk tes PCR drive thru dan Rp 450 ribu untuk walk in. Namun kemudian disesuaikan dengan ketetapan pemerintah.


Seperti RS PHC, RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya juga masih menerapkan harga yang telah diterapkan pemerintah sebelumnya sebesar Rp 450 ribu. “Mau nggak mau nantinya memang harus nurut. Namun untuk saat ini, pimpinan kami juga masih membicarakan itung-itungannya. Memang rada abot (agak berat, Red.),” kata Humas RS Adi Husada Undaan Wetan, Johan Soesanto, Rabu (27/10/2021). RS ini pun menyesuaikan harga sesuai keputusan Pemerintah. 


Hingga saat ini Indonesia masih belum bisa membuat sendiri reagen yang dibutuhkan dalam tes PCR sehingga harus mengimpor. Johan berharap ada intervensi lagi seperti saat harga tes PCR diturunkan dari Rp 900 ribu-- bahkan lebih--, menjadi Rp 450 ribu. “Kalau bea masuk reagen-nya bisa dinego lagi, dalam arti ditekan harganya, bisa jadi harga tes bisa ikut turun. Kalau alat tes-nya sendiri, sudah tidak bisa diomong ya, itu investasi,” tambahnya.


Sementara National Hospital, sejak Selasa (26/10/2021) sudah menerapkan tarif Rp 290 ribu untuk layanan tes PCR swab maupun saliva. Dan kemudian juga menyesuaikan kebijakan terbaru pemerintah. “Ini sebagai bentuk dukungan kami terhadap program percepatan testing, tracing dan  kembalinya industri pariwisata di Indonesia. Rate ini berlaku untuk mereka yang hendak melakukan perjalanan dengan transportasi umum darat, laut, dan udara,” kata CEO NH, Adj. Prof Hananiel Prakasya Widjaya.


Dia menyebut, layanan tes PCR dengan harga seperti yang diinginkan Presiden Jokowi itu bisa didapatkan di National Hospital maupun fasilitas POC di Merr dan Jl. Biliton Surabaya. “Mereka cukup menunjukkan print out tiket perjalanan/PDF-nya dan namanya sesuai dengan yang tertera di tiket. Hasilnya juga berlaku H-3 tanggal yang tertera di tiket,” ujarnya. 


Menanggapi masyarakat yang menganggap tarif Rp 300 ribu maupun Rp 275  ribu masih mahal, Johan menyebut semua itu tergantung bagaimana intervensi terkait bea masuk reagennya. “Kalau rugi-rugi sedikit nggak papa-lah, kalau rugi nemen (sangat rugi), ya jangan-lah,” katanya. 


Sedang Hananiel menyebut, harga awal Rp 290 ribu yang sudah dilaksanakan itu sudah termasuk salah satu yang termurah di Indonesia. “Ini saja sudah sangat berat buat RS swasta. Kita berusaha membantu saja, maka dari itu kita sesuaikan harga,” pungkasnya.


Sementara Fanany memaklumi kalau masyarakat ingin harga semurah-murahnya. “Tapi kalau mau harga seperti di India, ya monggo (silakan) tes di sana saja. Karena kita belum bisa membuat reagen sendiri,” ujarnya.


Semua Transportasi


Sebelumnya Presiden Jokowi meminta harga tes PCR turun menjadi Rp 300 ribu.  Permintaan itu muncul setelah banyak protes terkait harga tes PCR yang menyulitkan masyarakat, terutama yang ingin bepergian menggunakan pesawat terbang.  Apalagi Pemerintah berencana menerapkan tes PCR untuk semua moda transportasi, sehingga rakyat kecil bisa semakin kesulitan. 


"Kalau naik kereta api dari Surabaya ke Malang paling tiketnya Rp 15 ribu, tapi PCR-nya kan Rp 275  ribu. Jadi, kan lucu," kata Mintarsih, warga Surabaya yang sering berbisnis ke Malang, Rabu kemarin. 


Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, teknis penerapan kebijakan wajib tes polymerase chain reaction (PCR) untuk penumpang seluruh moda transportasi saat ini masih dibahas oleh pemerintah. Hal itu disampaikan Wiku menjawab pertanyaan kapan syarat skrining itu mulai diberlakukan. 


"Hal tersebut masih dalam pembahasan. Tunggu saja kalau nanti sudah resmi," ujar Wiku saat dikonfirmasi Rabu (27/10/2021). Dia pun menegaskan penerapan kebijakan itu nantinya akan dilakukan secara bertahap. "Semua dilakukan secara bertahap," tutur Wiku.


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya, mengatakan, bahwa kebijakan wajib tes PCR juga akan diterapkan sebagai syarat perjalanan untuk moda transportasi selain udara.  Kebijakan tersebut, kata dia, bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya gelombang ketiga Covid-19 akibat libur Natal dan tahun baru (Nataru). 


"Secara bertahap penggunaan tes PCR juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Nataru," kata Luhut dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden kemarin.


Murah bagi Menteri


Hal itu banyak mendapat protes dari masyarakat.  Termasuk para politisi, sebab harga Rp 300 ribu atau  Rp 275 ribu itu masih memberatkan masyarakat. PKB misalnya mengaku tidak sepakat karena harga Rp 300 ribu itu murah bagi menteri, bukan bagi rakyat.


"Harga tes PCR Rp 300 ribu murah? Pasti murah kalau standar yang dipakai kemampuan seorang menteri. Duit segitu mah kecil untuk kantong menteri!" kata Wakil Sekjen PKB, Luqman Hakim, dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).


Luqman mengatakan, bagi mayoritas masyarakat, harga PCR Rp 300 ribu masih mahal dan bakal membebani rakyat. Terlebih, kata dia, saat ini PCR bakal dijadikan syarat seluruh moda transportasi.


"Tapi bagi mayoritas rakyat pengguna transportasi publik, wow berharga itu duit Rp 300 ribu. Apalagi pemerintah sudah berencana menjadikan tes PCR sebagai syarat seluruh moda transportasi. Pasti menambah beban rakyat," ucapnya.


Luqman pun heran atas keputusan pemerintah menetapkan PCR sebagai syarat perjalanan, padahal banyak cara lain yang lebih murah untuk deteksi COVID-19. Dia menegaskan tugas pemerintah bukanlah mencari untung atau membisniskan rakyatnya.


"Kenapa harus tes PCR? Kenapa tidak tes yang lain? Banyak ahli yang berpendapat, untuk deteksi COVID-19 bisa dipakai tes rapid antigen atau GeNose yang harganya jauh lebih murah dan terjangkau rakyat. Kalau ada yang murah, kenapa pemerintah memilih yang mahal? Tugas pemerintah bukan cari untung dengan berbisnis kepada rakyatnya sendiri!" tegasnya.


Wakil Ketua Komisi II DPR ini meminta pemerintah mulai menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat. Dia menyebut sudah cukup pemerintah memperkaya para pebisnis tes PCR.


"Sudah saatnya pemerintah, dalam menangani pandemi COVID-19, lebih menunjukkan keberpihakannya kepada kebutuhan rakyat, dibandingkan kebutuhan para pebisnis tes PCR yang hanya mau cari untung sebesar-besarnya. Sudah cukup pemerintah memperkaya mereka. Coba hitung berapa triliun keuntungan yang sudah dikeruk dari bisnis tes PCR ini. Dari awal mulai harga Rp 900 ribu, lalu diturunkan menjadi Rp 500 ribu. Lha, ternyata dengan harga Rp 300 ribu saja, mereka sudah untung banyak. Sudah berapa puluh juta kali konsumen memakai tes PCR selama hampir dua tahun pandemi berlangsung?" tuturnya.


 Anggota Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan, Krisdayanti, juga menyebut harga Rp 300 ribu masih kemahalan. "Kalau harus ditanggung masyarakat masih mahal. Harga tiketnya saja untuk kelas ekonomi Rp 400-500 ribu. PCR-nya Rp 300 ribu," ujar Krisdayanti seperti dikutip dari detikcom, Selasa (26/10/2021).


Menurut Krisdayanti, pemerintah sebaiknya memberlakukan syarat tes antigen bagi calon penumpang yang telah lengkap vaksin. Baik ketika berangkat ke tempat tujuan dan pulangnya.


"Menurut saya yang paling ideal, ya bagi yang sudah divaksin 2 kali. Sebelum berangkat antigen, mau pulang antigen," kata wanita yang akrab disapa KD itu.


"Harga antigen Rp 70 ribu, PP (pergi-pulang) Rp 140 ribu. Masih lebih murah dan efektif dibandingkan PCR 3x24 jam harga Rp 300 ribu," sambungnya.


Terkait pemerintah yang berencana menjadikan masa berlaku tes PCR 3x24 jam, Krisdayanti menyinggung soal efektivitas.  "Kalau PCR sudah negatif, kemudian di 3 hari itu penumpang tidak tahu bertemu dengan siapa, sehat atau tidak, sebelum 3 hari terbang kembali ke kota asal tanpa pemeriksaan. Tetap berisiko," paparnya.


Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher menyebut senada. Apalagi dibandingkan dengan India yang menetapkan harga PCR di bawah Rp 100 ribu.  "Harga Rp 300 ribu itu masih tinggi dan memberatkan. Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya bisa lebih murah lagi. India mematok harga di bawah Rp 100 ribu, kenapa kita tidak bisa?" ujar Netty dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).


Menurut dia, harga PCR ini masih akan membebani masyarakat. Apalagi ada wacana tes PCR menjadi syarat wajib untuk seluruh moda transportasi.  "Kalau kebijakan ini diterapkan, maka tes Covid-19 lainnya, seperti swab antigen tidak berlaku. Artinya semua penumpang transportasi non-udara yang notabene-nya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat," kata Netty.


Ia juga menyoroti mekanisme PCR sebagai screening. Seharusnya sebelum hasil tes keluar harus menjalani karantina karena banyak kasus terjadi saat masa tunggu itu. Dalam kondisi itu, kata Netty, ada peluang seseorang terpapar virus.  "Jadi saat tes keluar dengan hasil negatif, padahal dia telah terinfeksi atau positif Covid-19," ujarnya.


Netty mengingatkan pemerintah masalah keterbatasan kemampuan lab melakukan uji PCR dan pemalsuan surat tes Covid-19. Apabila tes PCR menjadi syarat wajib moda transportasi.


"Jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya perhatikan ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan. Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya, hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam. Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," kata Netty.


Oleh karena itu, Netty mendorong pemerintah agar menjelaskan harga dasar PCR secara transparan. Harga tes PCR sejak tahun lalu selalu turun dan berubah-ubah.


"Kejadian ini membuat masyarakat bertanya-tanya, berapa sebenarnya harga dasar PCR? Pada awalnya test PCR sempat di atas Rp 1 juta, lalu turun hingga Rp 300 ribu. Apalagi pemerintah tidak menjelaskan mekanisme penurunannya, apakah ada subsidi dari pemerintah atau bagaimana?" katanya.


"Saya berharap, pandemi Covid-19 ini tidak menjadi ruang bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis. Pemerintah harus punya sikap yang tegas bahwa seluruh kebijakan penanganan murni demi keselamatan rakyat," jelas Netty.


India Lebih Murah


Hingga Rabu siang biaya tes PCR di Indonesia masih di kisaran Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu. Baru Rabu sore harinya pemerintah mengumumkan harga Rp 275 ribu. Harga tes PCR di Indonesia sebetulnya relatif lebih murah ketimbang negara tetangga.  Namun bila dibanding dengan India memang masih jauh lebih murah di negeri Bollywood itu. Harga tes PCR di India sekitar Rp 160 ribu. 


Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan India bisa menawarkan harga tes PCR termurah di dunia karena semua bahan baku dan pembuatan PCR berasal dari dalam negeri.


"Selain ini skala ekonomis (economies of scale) dengan jumlah penduduk mendekati 2 miliar tercapai," ujarnya dalam konferensi pers digital di Jakarta, Selasa (25/10/2021).


Skala ekonomis berkaitan dengan produksi suatu barang. Semakin massal atau besar produksi suatu barang maka semakin murah biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan sehingga harga yang ditawarkan bisa lebih murah.  Terkait India, PCR yang diproduksi di dalam negeri dan besarnya kebutuhan PCR untuk melakukan tes usap kepada hampir 2 miliar penduduk membuat harga yang ditawarkan menjadi lebih murah dari negara lain.


Budi Gunadi Sadikin menambahkan, Presiden Jokowi sudah menginstruksikan agar harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu. Ini juga termasuk salah satu harga tes PCR termurah jika dibandingkan dengan harga tes PCR di airport-airport seluruh dunia.


"Apakah akan disubsidi? Pemerintah tidak berencana mensubsidi karena kalau kita lihat harganya itu diturunkan sudah cukup murah," terangnya.


Berdasarkan laporan The Star pada Juni 2021, harga tes PCR di Malaysia bisa mencapai 150 ringgit (Rp512 ribu), bahkan mencapai 200 ringgit (Rp 683 ribu) di daerah Sabah dan Sarawak.  Itu pun belum harga bersih. Masih ada lagi biaya perlengkapan kesehatan. 


Di Korea Selatan, harganya bisa lebih mahal lagi. Di Bandara Incheon, harga tes bisa mencapai 126 ribu won (Rp 1,5 juta). Biaya bagi orang asing lebih mahal lagi, yakni 174 ribu won (Rp 2,1 juta). Harga saat akhir pekan lebih mahal lagi.  


Situs Kedutaan Besar Amerika Serikat di Seoul menyebut harga tes COVID-19 di klinik Korea Selatan berkisar antara US$ 100 (Rp 1,4 juta) hingga US$ 300 (Rp 4,2 juta). Tes PCR lebih umum digunakan.


Sebagai informasi, Korsel akan mulai kembali ke kehidupan normal pada 1 November 2021 karena tingkat vaksinasi sudah tembus 70 persen. (eno/wis)


No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update