Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tekan AKI/AKB, Dinkes Jatim Usulkan Pemetaan Ibu Hamil

Thursday, June 26, 2025 | 04:19 WIB Last Updated 2025-06-25T21:19:04Z

 

Kadinkes Jatim, dr Erwin Astha Triyono SpPD  saat memberikan paparan dalam Pertemuan Koordinasi Teknis Bidang Kesehatan Masyarakat Provinsi Jatim pada 23-24 Juni 2025.

SURABAYA (DutaJatim.com) - Kendati angka kematian ibu (AKI)/angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Jawa Timur terus menurun, Dinas Kesehatan Jatim terus mengupayakan angka kematian itu jadi minimal.


Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Prof Dr dr Erwin Astha Triyono SpPD-KPTI, FINASIM, MARS, menyebut prinsipnya hampir tiap tahun angka kematian ibu dan bayi itu turun. "Tapi harus diingat, penurunan itu jangan dilihat dari angkanya, tugas kami adalah meminimalkan angka kematian tersebut," ujarnya usai membuka Pertemuan Koordinasi Teknis Bidang Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Timur pada Senin (23/6/2025).


Rapat yang berlangsung hingga Selasa (24/6/2025) bertujuan meningkatkan koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota dalam percepatan penurunan AKI/AKB dan stunting.


Diungkapkan, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024, prevalensi stunting di Jawa Timur sebesar 14,7%, lebih rendah jika dibandingkan tahun 2023 yakni 17,7%. Angka tersebut juga menduduki peringkat 2 terbaik nasional. 


“Kami sampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Gubernur Khofifah atas bimbingannya selama ini sehingga Jawa Timur  berhasil meraih peringkat 2 terbaik nasional dalam menurunkan prevalensi stunting serta berhasil menurunkan AKI/AKB di Jawa Timur pada tahun 2024," ujarnya.


Sementara terkait AKI/AKB,  berdasarkan data dari laporan Dinkes kab/kota di wilayah Jawa Timur, AKI di Jatim pada 2024 berhasil turun dibanding tahun 2023, yakni dari 93,34 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 82,56 per 100.000 kelahiran hidup. "Namun tetap memerlukan upaya percepatan penurunan AKI agar mencapai target nasional 77 per 100.000 kelahiran hidup pada 2029," kata Erwin.


Sedangkan tren AKB di Jatim pada  2024 berhasil turun dibanding 2023, yakni dari 7,79 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 6,72 per 1.000 kelahiran hidup. Masih perlu upaya maksimal untuk mempercepat penurunan AKB.


Salah satu upaya yang perlu dioptimalkan  dalam mencegah kematian ibu di Jatim adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). 

Melalui program ini, lanjut Erwin, pada ibu hamil di suatu wilayah dapat dilakukan pemetaan secara dini terhadap terjadinya potensi 3 keterlambatan. 


Keterlambatan ke-1 adalah di tingkat masyarakat (menolak pengobatan, menyembunyikan kehamilan karena pernikahan dini, kehamilan tidak diinginkan), keterlambatan ke-2 adalah hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan (wilayah terpencil, tidak mempunyai jaminan kesehatan dll), keterlambatan ke-3 adalah ibu hamil risiko tinggi yang harus mendapatkan ANC yang sesuai standar di fasilitas kesehatan.

Program ini diawali dengan pendataan ibu hamil dan pemetaan kondisi ibu hamil, dilanjutkan dengan kegiatan penempelan stiker P4K untuk pemantauan, pemberian buku KIA untuk sarana edukasi dan melakukan intervensi sesuai dengan 3 jenis potensi keterlambatan tersebut, bekerjasama antara bidan desa dengan Kepala Desa/Kelurahan/RT/RW/Dusun, kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat. 


Cara ini menggeser isu yang sebelumnya, kalau ada yang meninggal baru diaudit meninggalnya karena apa. Isu yang diusulkan sekarang, audit digeser ke hulu, yaitu melakukan pendataan atau pemetaan terlebih dulu.


Upaya berikutnya untuk menurunkan kematian Ibu adalah dengan meningkatkan capaian KB aktif dan menurunkan angka Drop out peserta KB. 


Dinkes Jatim juga telah membuat beberapa inovasi yang bertujuan untuk mencegah kematian Ibu, antara lain aplikasi BUAIAN (Bunda Anak Impian) dan e-DETIK (Deteksi Ibu Hamil Risiko Tinggi). 


Kedua aplikasi tersebut menggunakan metode self assessment, artinya ibu hamil dapat melakukan skrining secara mandiri terkait kondisi kehamilannya. "Jika terdeteksi risiko tinggi, harapannya secara aktif mendatangi petugas kesehatan untuk diperiksa, setelah itu dilanjutkan dengan pemantauan kondisi kehamilannya setiap minggu secara mandiri dengan mengisikan keluhan yang dirasakan selama kehamilan melalui aplikasi tersebut," urai Kadinkes. 


Harapannya, pendamping ibu hamil memastikan bahwa jika ada keluhan, maka ibu hamil harus segera dilakukan pemeriksaan kesehatan sehingga tidak terjadi keterlambatan penanganan.


"Kami berharap, aplikasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua masyarakat di Jawa Timur,” pungkas Erwin.(ret)



No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update