Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Korban Rusuh di Papua Bertambah Jadi 18 Tewas

Tuesday, September 24, 2019 | 07:31 WIB Last Updated 2019-09-24T00:31:11Z


JAYAPURA (DutaJatim.com) - Korban terus berjatuhan di Bumi Papua. Konflik berdarah seolah tiada pernah berhenti. Termasuk konflik berujung kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya yang pecah Senin kemarin.

Korban rusuh massa itu hingga Selasa 24 September 2019 pagi ini bertambah menjadi 18 orang meninggal dunia. Sejumlah orang lain menderita luka-luka. Hal itu berdasarkan data yang masuk di RSUD Wamena. Para korban terkena parang, tertembus panah, dan terbakar.  

"Korban luka 64 orang saat ini masih dalam penanganan medis di RSUD Wamena," kata Komandan Komando Distrik Militer 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Diyanto, Selasa, 24 September 2019 pagi.

Jumlah bangunan yang dirusak massa, menurut Candra, sangat banyak. Bahkan dibakar oleh massa anarkis. Bangunan yang dirusak dan dibakar itu antara lain  kantor Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, ruko-ruko, rumah masyarakat. Massa membakarnya secara anarkis menggunakan bensin.

Hari ini aktivitas masyarakat lumpuh. Tidak ada kegiatan seperti biasanya. Begitu juga aktivitas belajar mengajar tidak ada karena masyarakat mengungsi di tempat-tempat yang lebih aman.

TNI dan Polri melaksanakan patroli dan pengamanan di titik yang dianggap rawan sejak Senin malam hingga pagi ini. Pengamanan akan terus dilakukan untuk antisipasi aksi susulan yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat lain.

Candra mengimbau kepada seluruh masyarakat jangan mudah terprovokasi terhadap berita hoax tak bertanggung jawab sehingga merugikan semua. "Kita TNI Polri melakukan pengamanan, masyarakat yang mengungsi bisa kembali ke rumah masing-masing," ujarnya.

Seperti diberitakan DutaJatim.com sebelumnya, aksi massa terjadi di sejumlah tempat. Namun pemicunya sama berita hoax. Aksi pertama saat terjadi pembubaran mahasiswa yang ingin mendirikan Pos Solidaritas Eksodus Mahasiswa di Universitas Cendrawasih. Empat orang tewas di aksi ini.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua drg. Aloysius Giyai mengatakan ada empat korban jiwa dalam peristiwa ini. Menurutnya keempat korban sudah dibawa ke RS Bhayangkara, Abepura. “Sudah ada empat korban jiwa. Satu dari pihak TNI yaitu dari 751, dan tiga lainnya adalah korban dari mahasiswa (orang Papua),” katanya kepada wartawan di RS Bhayangkara.

Kemudian kerusuhan meluas. Para siswa juga ikut aksi demo anarkis, sehingga korban terus bertambah menjadi 18 orang. Kabarnya amuk massa lagi-lagi karena berita hoax.
Masyarakat di kota mengungsi di Kodim, Polres, batalyon dan instansi lain yang bisa digunakan untuk mengamankan diri dan berlindung.

Soal berita hoax awal yang memicu aksi, Chandra menjelaskan, berawal dari informasi berita hoax adanya ujaran rasisme yang disampaikan salah satu guru. "Tapi ini harus dilakukan pendalaman benar tidaknya. Ini yang jadi pemicu pelajar PGRI dan siswa lainnya yang turut spontanitas lakukan demo anarkis dan brutal dengan melakukan pembakaran," ujar Komandan Komando Distrik Militer 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Diyanto dalam wawancara dengan tvOne, Selasa, 24 September 2019 pagi.

Presiden Joko Widodo juga mengatakan bahwa rusuh di Wamena, Provinsi Papua, terjadi lantaran masyarakat terpancing kabar bohong atau hoax. Akhirnya pecah kerusuhan di sana pada Senin pagi 23 September 2019.

Hoax yang dimaksud terkait pernyataan salah seorang guru, yang salah didengar. Ini kembali memicu sentimen negatif pascakerusuhan pada Agustus 2019 lalu, yang kondisinya sudah mulai mereda.

"Isu anarkis ini dimulai dan berkembang karena adanya berita hoax. Oleh sebab itu saya meminta agar masyarakat setiap mendengar, setiap melihat di medsos dikroscek dahulu," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Senin 23 September 2019.

Jokowi meminta agar kabar yang datang tidak langsung dipercaya namun dikroscek kebenarannya. Menurut dia, karena persoalan ini, bisa mengganggu stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut.

Kerusuhan di Wamena, setidaknya membuat beberapa gedung fasilitas umum terbakar. Jokowi mengingatkan, agar aksi-aksi pembakaran terhadap fasilitas umum itu tidak dilakukan.

"Sekali lagi jangan sampai fasilitas umum itu dirusak karena itu adalah milik kita semua. Jangan sampai ada kerusakan-kerusakan yang diakibatkan dari anarkisme," katanya. 

Isu Rasisme Itu

Menurut keterangan Pastor Santon Tekege di Wamena kepada ABC, sikap rasisme guru yang disebutnya bernama Riri itu dipicu dari sesi tanya jawab di kelas.

"Sewaktu anak-anak dalam kelas, ibu guru mengajar dan kasih pertanyaan. Tapi anak-anak siswa tidak jawab pertanyaan ibu guru. Dan ibu Riri langsung bilang, monyet kamu-kamu semua," ujar sang pastor melalui pesan teks.

Dia mengatakan aksi rasisme itu sendiri terjadi pada 21 September 2019 namun para pelajar baru berunjuk rasa pada hari Senin 23 September 2019. "Para siswa demo damai di kantor Bupati Jayawijaya. Mereka minta pertanggungjawaban ujaran rasisme ibu guru itu," kata Pastor Santon kepada ABC.

Dari kantor Bupati itulah, katanya, aparat keamanan Indonesia mengeluarkan gas air mata dan menembak para pelajar di halaman kantor Bupati.  Pastor Santon bahkan menyebut beberapa siswa mengalami luka tembak dari aparat.
"Makanya para pelajar bakar beberapa kantor dan kios dan ruko. Termasuk kantor bupati Jayawijaya," jelasnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia (Karopenmas Polri), Brigjen Dedi Prasetyo  membantah klaim penembakan oleh aparat seperti yang ditudingkan Pastor Santon.  Dedi mengatakan polisi tidak pernah menembaki pelajar. Dia menyebut massa pelajar sudah disusupi anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB), kelompok yang dibela pengacara hak asasi manusia Veronica Koman.
Polisi pun menyebut bahwa pemberitaan atau informasi mengenai adanya aksi rasisme seorang guru SMA PGRI terhadap muridnya itu berita bohong. (vvn/nas)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update