Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Selamat Hari Batik Nasional: Kenali Batik Madura dan Surabaya

Wednesday, October 2, 2019 | 07:47 WIB Last Updated 2019-10-02T00:47:39Z


SIDOARJO (DutaJatim.com) - Hari ini, Rabu 2 Oktober 2019, bangsa Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini terjadi ketika batik memperoleh pengakuan dunia pada tahun 2009 dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Organisasi ini menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda atau intangible cultural heritage.

Berdasarkan arsip pemberitaan Harian Kompas, 13 September 2009, Batik Indonesia didaftarkan untuk mendapat status ICH melalui kantor UNESCO di Jakarta oleh kantor Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan komunitas batik Indonesia, pada 4 September 2008. 

Dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui UNESCO saat itu, Indonesia hanya menyumbangkan satu. Adapun China ketika itu menyumbangkan 21 dan Jepang menyumbangkan 13 warisan. 

Menurut UNESCO, batik dinilai sebagai ikon budaya yang memiliki keunikan dan filosofi mendalam, serta mencakup siklus kehidupan manusia. Saat itu, setelah UNESCO resmi menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda, Presiden SBY meminta seluruh masyarakat Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 mengenakan batik. Sebelum batik, UNESCO telah menyatakan wayang dan keris sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. 

Batik Madura

Salah satu batik yang terkenal berasal dari Madura. Batik Madura memiliki sejarah serta keunikan motif tersendiri. Eksotika Batik Madura ini menjadi tema besar Pesona Batik Wastra Nusantara 2019.

''Kombinasi warna dan motif menjadi ciri khas batik Madura yang menjadikannya unik dan berbeda dengan batik dari daerah lainnya,'' ujar Siti Maimunah, pengrajin batik saat ditemui dalam acara Pesona Batik Wastra Nusantara 2019, kemarin.

Batik Madura menggambarkan kebebasan masyarakat berekspresi dengan ciri pesisiran yang tampak pada motif unsur laut seperti sisik ikan, kerang, atau sulur rumput laut. Batik Madura dikenal dengan warna-warna yang berani dan tegas, seperti merah, kuning, hijau hingga biru.

Siti menambahkan, kombinasi antara warna dan motif Batik Madura bisa digunakan untuk sehari-hari. Bahkan, batik Madura bisa diterima di kalangan anak muda dalam gaya berpakaian mereka dengan memadukan batik, jeans, dan sneakers.

''Sekarang eranya kan zaman milenial, batik Madura bisa dikenakan setiap hari,'' katanya. ''Sudah nggak pakai jarik, sekarang pakai kain diikat saja udah bisa dipakai anak-anak muda pakai jeans, atasannya batik dan sneakers,'' ucapnya.

Salah satu batik legendaris Madura adalah Batik Gentongan. Batik ini hanya dibuat di daerah Tanjung Bumi, Bangkalan. Keistimewaan batik ini warnanya makin lama makin cerah. Motifnya lebih banyak klasik seperti carcena, sisik malaya, sisik amparan atau sekoh.

Batik Gentongan memiliki daya pikat tersendiri, antara lain pada pewarnaannya yang tajam atau lebih dikenal dengan istilah ngejreng. Dalam selembar kain, misalnya, bisa muncul warna kontras yang tidak mungkin ditemukan pada kain batik pedalaman ataupun pesisiran di Jawa.

Keistimewaan batik Madura kini dipertontonkan dalam Pesona Batik Wastra Nusantara di MKG, Summarecon Mall Kelapa Gading (MKG), 25 September hingga 6 Oktober mendatang. Acara ini diselenggarakan untuk menyambut Hari Batik Nasional yang yang jatuh pada 2 Oktober 2019.

Menunggu Suami

Batik Madura juga banyak ditemui di Surabaya. Awal cerita Batik Madura tercipta adalah dari kisah para istri yang sedang menanti kepulangan suaminya. Perempuan di Tanjungbumi, Bangkalan, Madura, menghabiskan waktu dengan membatik saat menunggu kedatangan kembali sang suami.

Kepala rumah tangga di Tanjungbumi, Bangkalan, sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Ketika sudah pergi melaut, mereka dapat pergi berlayar berhari-hari bahkan berbulan-bulan. 

Sementara bagi istri, mereka selalu gelisah saat menanti kepulangan suami. Selain tentang keselamatan, istri juga memikirkan apakah suaminya berhasil membawa pulang uang untuk mencukupi kebutuhan. 

Dengan alasan tersebutlah, para istri belajar membatik. Kini kegiatan batik menjadi industri rakyat yang cukup besar. Tanjungbumi menjadi kecamatan terbesar di Madura yang menghasilkan batik.

Ciri batik dari Tanjungbumi adalah selalu terdapat warna merah di dalamnya. Selain itu, terdapat pula corak cecek atau titik-titik pada setiap karya batik Tanjungbumi.

Batik Surabaya

Kota Surabaya memiliki corak batik khas dan warna yang khusus. Terdapat cerita yang tertuangkan dari motif yang digambar. Berikut ini tiga kisah d ibalik ukiran batik, yang Liputan6.com rangkum dari buku Jalan-jalan Surabaya Enaknya ke Mana? karya Yusak Anshori dan Adi Kusrianto: 

1. Batik Dewi Saraswati

Batik Detik Saraswati diproduksi oleh Hj. Putu Sulistiani Prabowo, seorang perajin batik yang menghasilkan batik khas Surabaya asli. Batiknya diberi nama Dewi Saraswati. 

Unsur Surabaya dari batik ini terlihat dari warna dan motif desainnya. Warna yang dipilih dari Batik Dewi Saraswati berbeda dengan warna batik Madura pada umumnya. Pemilihan warnanya dominan merah, biru, dan hijau, warna yang sangat khas dengan karakter Surabaya. 

Selain itu, kesurabayaan dari batik ini juga terlihat dari coraknya. Corak-corak yang muncul dari batik ini mengangkat motif ornamen yang spesifik dengan Surabaya dan Jawa Timur, seperti ayam bekisar, daun semanggi, bentuk suro dan boyo, serta motif bunga sedap malam. Corak-corak itu juga tak jarang dipadusatukan.
Batik berkhas Surabaya ini sudah berhasil dipamerkan hingga kancah internasional. Keistimewaan lain, batik ini tidak dijual di gerai atau mal-mal. Batik ini eksklusif hanya tersedia di Gelar Ibu Putu yang ada di Surabaya. Lokasi gerainya ada di Jalan Jemursari Utara II/19.

2. Batik Mangrove

Batik asal Surabaya selanjutnya mengangkat corak Mangrove. Lulut Sri Yuliani, sang inisiator, melabeli karyanya dengan nama “BATIK SERU” (Seni Batik Motif Mangrove Rungkut Surabaya). Tokonya terletak di Jalan Wisma Kedung Asem Indah J-28 Rungkut. Dalam batiknya, Ia memilih tema pola ekosistem hutan bakau untuk dituangkan dalam kain batik.

Mangrove atau bakau merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di sisi pantai Kecamatan Rungkut dan Gunung Anyar. Awalnya, Mangrove tidak memiliki makna spesial. Hanya sebuah tumbuhan yang dapat meredam gelombang laut. Namun, namanya mulai dikenal luas saat belakangan mangrove menjadi motif batik khas daerah Rungkut dan Gunung Anyar.

Selain coraknya, batik ini juga memanfaatkan bahan pewarna alami dari pohon mangrove. Bahan pewarna alami tersebutdiambil dari daun dan bagian-bagian dari pohon bakau lainnya. Misalnya, untuk warna merah dibuat dari caping bunga dan buah Bruguiera Gymnorrhiza, kulit cabai merah dan secang. Untuk menciptakan warna kuning, bahan yang digunakan adalah getah nyamplung, kunyit dan batu gambir. 

Sebagai batik pesisir, batik ini juga tak melupakan ciri khasnya. Untuk itu, selain mangrove, batik Lulut juga menyertakan ornament bergambar udang, kepiting, ikan dan kera. Ornamen tersebut adalah ciri spesifik dari kawasan mangrove.

Salah satu contohnya adalah gambar motif mange kasihan. Mange Kasihan adalah tumbuhan Aegicera floridum yang dikelilingi hiasan bunga Myrsinaceae. Selain itu, terdapat pula gambar kepiting, ikan, dan udang, untuk memberi nuansa pesisir dalam motif itu.

Tak lupa, setiap motif yang telah diciptakan dilengkapi dengan nama jenis mangrove yang spesifik. Baik dalam nama Latin, nama daerah, serta beberapa nama motif tambahan yang melengkapi. 

Lulut membuka tokonya di Jalan Wisma Kedung Asem Indah J-28 Rungkut. Harga yang ditawarkan dari setiap batik pun beragam, tergantung ukuran kain dan warna corak yan dipilih. Dari keuntungan yang didapat, batik ini menyumbangkan 2,5 persennya untuk pelestarian mangrove.  

Tempat Lahirnya Batik

Batik telah berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Namun menurut maestro batik Iwan Tirta dalam bukunya A Play of Light and Shades, batik boleh jadi berkembang secara bersamaan di beberapa tempat di dunia. Di Indonesia sendiri, Iwan menyebut pada akhir abad ke-19 seorang akademisi bernama Rouffer melaporkan adanya motif batik sehalus gringsing diproduksi di Kediri pada abad ke-12. Corak batik tersebut menggambarkan sisik ikan. Ini artinya, kemungkinan besar, motif batik tersebut dibuat menggunakan canting. Kemudian dalam perkembangannya, batik berkaitan erat dengan kesenian lain yakni wayang, tarian, dan lagu.

Oleh karenanya, batik memiliki ciri yang terkait dengan komunitas pembuatnya. Bahkan, sebagian cirinya menggambarkan suasana zaman dan alam sekitarnya. Batik pada perjalanannya kemudian diproduksi untuk keperluan komersial, meski sebagian lain ada juga yang menggunakan batik untuk melengkapi kebutuhan adat serta tradisi. Tetapi, ia berpendapat, batik Jawa menjadi sangat halus karena coraknya yang berkembang luas. 

Selain itu, batik Jawa juga memiliki keistimewaan lain yakni metode pewarnaannya yang maju, serta ada penyempurnaan dalam tekniknya. Iwan menyebut, cikal bakal batik bentuknya lebih sederhana. Adapun kain simbut dari Banten merupakan salah satu contoh batik paling awal yang pernah ada. Kain ini dibuat dengan menggunakan bubur nasi sebagai perintang warna. 

Kemudian kain ma'a dari Toraja juga menggunakan teknik serupa dalam pewarnaan, yakni menggunakan bubur nasi. Bahkan para ahli menduga, batik berasal dari wilayah Toraja karena wilayahnya yang terisolasi di pegunungan. Hal ini kemudian memunculkan teori bahwa Indonesia bisa jadi merupakan tempat lahirnya batik pertama. (gas/berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update