Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pengalaman Dua Atlet Terkunci di Negeri Orang

Tuesday, April 7, 2020 | 12:10 WIB Last Updated 2020-04-07T05:10:28Z


Tannya Roumimper


Dua atlet nasional berbagi pengalaman selama terkunci di negeri orang gegara Corona. Keduanya adalah Tannya Roumimper (29 tahun) yang sekarang tinggal di Amerika Serikat (AS) dan  Risa Suseanty (39 tahun), yang tinggal di Belgia sejak menikah dengan Steven Wong.


TANNYA  berbagi pengalaman saat wabah virus Corona melanda kota tempatnya sekarang tinggal, Iowa, Amerika Serikat (AS). Sama dengan pengalaman Mustari Siara, mantan artis yang juga anggota Parfi yang kini tinggal di New York, atlet boling nasional itu mengatakan bahwa warga patuh menjalani #jagajarakdulu dan tinggal di rumah. Sebentuk kedisiplinan yang patut dicontoh demi keselamatan bersama warga lain.


Tannya berada di Iowa sejak 2018. Langganan skuat nasional boling itu sedang menempuh S2 master in Strategic Leadership di Mount Mercy University di Cedar Rapids, Kota Iowa.


"Di sini juga sama keadaannya dengan di Indonesia, sedang diam saja di rumah, berawal dari di waktu 11 Maret NBA memutuskan untuk menunda semua turnamen di seluruh kota, kemudian seluruh olahraga di AS, baik profesional atau level college semua ditunda," kata Tannya, Senin (6/4/2020).


Warga juga diimbau oleh pemerintah di AS untuk tinggal di rumah. "Enggak ke mana-mana. Di Iowa enggak terlalu parah, jadi bukan lockdown yang ketat, cuma harus di rumah. Kegiatan bersama harus di bawah 50 orang, tapi kemudian ditingkatkan lagi enggak boleh lebih dari 10 orang berada di satu ruangan atau 1 acara," kata perempuan kelahiran Bandung itu.


"Kalau nggak salah 14 atau 15 Maret area publik seperti mal juga tutup, restoran masih buka tapi enggak boleh makan di sana. Itu pun hanya boleh buka mulai 08.00 sampai 20.00 saja. Supermaket, rumah sakit, dan bank yang boleh buka," kata dia.



Iowa juga telah menutup sekolah. Sebagian tutup hingga musim panas, bahkan ada beberapa sekolah yang memutuskan untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar secara online hingga akhir tahun.


"Sekolah juga semua tutup dan hampir 85 persen semua sekolah diadakan secara online sampai summer, sebagian sampai akhir tahun. Sekolah saya sendiri tidak dibatalkan, tapi sudah online dan semua pakai Zoom, video call, dan email," ujar dia.


Untuk kejuaraan boling yang tour profesional semua pertandingan di-postpone. Sejauh ini belum ada pembatalan dan refund. "Semoga wabah virus Corona bisa segera ditangani agar semua kembali normal dalam waktu beberapa bulan ke depan," kata Tannya.


Warga Iowa sejauh ini juga patuh dengan aturan pemerintah untuk jaga jarak dan tetap tinggal di rumah. Warga juga tidak panik. Paling warga keluar rumah untuk ke supermarket dan membeli kebutuhan makanan.





Sama dengan Tannya, Risa Suseanty, 39 tahun, yang tinggal di Belgia sejak menikah dengan Steven Wong juga memiliki pengalaman serupa. Mantan atlet balap sepeda gunung (MTB) downhill itu merasakan lockdown (penguncian wilayah) setelah virus Corona mewabah di Belgia.


Pemerintah Belgia menyatakan lockdown setelah tiga warga negaranya meninggal dunia karena terinfeksi virus Corona pada 11 Maret 2020. Itu berjarak 12 hari sejak ada salah satu warga dinyatakan positif Corona di Rumah Sakit Antwerp. Pasien itu kembali dari Prancis usai mengunjungi keluarganya.


Kasus kedua disebutkan muncul pada 1 Maret. Yakni, rombongan warga Belgia yang pulang dari Italia Utara. Mereka mengeluhkan gejala umum terinfeksi virus Corona dan dalam prosesnya dinyatakan positif corona.


"Peta penyebaran yang cepat 1 Maret menyatakan darurat tingkat 2 Corona. Berhubung 24 Februari hingga 1 Maret itu liburan musim semi, banyak sekali keluarga mengunjungi Italia atau Prancis untuk berski. Jadi, peta awal penyebaran dimulai dari liburan keluarga itu," kata Risa seperti dikutip dari detikcom, Selasa (7/4/2020).


"Dan setelah tanggal 11 Maret itu, setelah ada yang meninggal dunia, pemerintah Belgia langsung menyatakan lockdown. Toko-toko, instansi ditutup dimulai 14 Maret. cafe, restoran, tutup pada 13 Maret tengah malam atau cuma melayani delivery dan takeaway. Hotel masih boleh buka tapi tidak boleh penyediaan breakfast," ujar perempuan yang mendapatkan julukan ratu downhill Asia Tenggara itu.


Setelah pemerintah Belgia menyatakan lockdown, warga diminta untuk bekerja dari rumah. Selain itu, pemerintah detail mengatur kompensasi yang diberikan kepada warga, suntikan dana kepada pemilik usaha, sampai tentang aturan berbelanja di supermarket, dan cara pembayarannya, serta durasi berbelanja. Begitu pula dengan aktivitas di sekolah.


"Kami diminta bekerja dari rumah, saat belanja, masuk supermarket harus antre di luar, dan membayar memakai kartu bukan uang cash dengan maksimal 30 menit," kata Risa mengisahkan.


Kalau beraktivitas di luar maksimal dua orang, sekolah masih buka tetap fungsinya sebagai tempat penitipan anak. 

"Karena suamiku juga guru, dalam satu minggu setiap guru punya kewajiban untuk ke sekolah selama setengah hari dan mengisi kegiatan di sekolah sebagai penitipan anak-anak," ujar Risa.


Anak-anak dianjurkan membawa laptop dan game yang mereka suka. Pemerintah Belgia tidak dianjurkan untuk dititipkan di kakek neneknya sebaiknya di sekolah. Sebab, banyak yang orang tuanya masih bekerja, dokter, perawat, apoteker atau kerja di supermarket atau apoteker dan di sisi lain orang tua (kakek dan nenek) menjadi usia paling rawan terhadap virus Corona.



Risa yang statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) bekerja sebagai public relation di salah satu klub golf di Belgia. Dia tetap menerima penghasilan seperti warga negara Belgia.


"Kompensasi yang kami dapatkan, baik warga negara asing atau lokal, selama memiliki pekerjaan tetap mendapatkan gaji 70 persen dari gaji bruto, enggak ada perbedaan asing atau lokal. Selama sudah bekerja dan membayar kontribusi pajak diberikan hal yang sama, bahkan usaha-usaha diberikan kompensasi USD 4.000, entah itu selama COVID-19 atau setiap bulan, tidak tahu," kata ibu satu anak itu.


Seperti negara Eropa lainnya, warga Belgia sempat dilanda panic buying. Tapi itu cuma berlangsung di pekan pertama.



"Di awal-awal lockdown sempat terjadi panic buying di sini, berebut makanan. Tisu dan hand sanitizer menjadi langka. Tapi kemudian setelah seminggu lockdown nggak ada lagi panic buying, menjadi normal. Warga hanya membeli yang mereka butuhkan karena pemerintah selalu mengingatkan agar warga tidak perlu panik. Mereka menjamin barang tersedia dan mengedukasi, misalnya hand sanitizer memang perlu tapi kalau di rumah saja tidak perlu," ujar Risa.


"Pemerintah juga tidak menutup restoran dan cafe, meskipun hanya bisa melayani takeaway dan delivery. Pemerintah juga mengingatkan ada kelompok warga yang tidak bisa berbelanja di waktu normal seperti tenaga medis, kalau ada panic buying tenaga medis malah enggak kebagian dan masyarakatnya sadar stop untuk membeli hal-hal yang di luar keperluan," kata dia menjelaskan.


Beruntung, selama tinggal di rumah warga Belgia mendapatkan koneksi internet yang lancar. Bahkan, kata Risa, cukup banyak diskon dari berbagai channel televisi, air, listrik, dan gas.


Pemerintah juga mengingatkan warga untuk berkomunikasi dengan dokter keluarga. Andai terjadi hal-hal yang tak diinginkan dokter itulah yang bakal menghubungi rumah sakit dan rumah sakit dapat merespons dengan cepat. (dtt)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update