Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Petani Kutorejo Temukan Stupa Majapahit

Wednesday, June 3, 2020 | 10:17 WIB Last Updated 2020-06-03T03:17:31Z


MOJOKERTO (DutaJatim.com) - Jejak sejarah Kerajaan Majapahit satu per satu ditemukan di wilayah Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Kali ini seorang petani di Desa Jiyu, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, menemukan sebuah stupa yang terbuat dari batu. Stupa ini diyakini bagian dari candi Budha peninggalan zaman Majapahit akhir.


Ditemukannya stupa membuktikan Kerajaan Majapahit memang mencerminkan kondisi Indonesia sekarang yakni keberagaman yang disimbolkan dalam bhineka tunggal ika. Baik agama, suku, golongan. Majapahit pun diyakini tidak hanya didominasi warganya yang beragama Hindu, tapi juga Budha dan Islam.

Batu stupa yang menjadi jejak agama Budha di Majapahit ini ditemukan di sawah milik Rukmani, Dusun Tumpangsari, Desa Jiyu. Stupa ini mempunyai dimensi tinggi 42 cm, diameter 42 cm dan diameter bagian ujungnya 22 cm.

Bagian dasarnya berbentuk persegi sebagai dudukan stupa. Bagian tengahnya berbentuk setengah bulat. Sedangkan ujung stupa tampak terputus. Sampai saat ini stupa tersebut masih tergeletak di sawah Rukmani.

"Stupa ini ditemukan Pak Rukmani saat melebarkan sawahnya. Terpendam sekitar 20 cm di dalam tanah," kata Khoirul Anwar (37), warga Dusun Tumpangsari di lokasi penemuan benda itu, Rabu (3/6/2020), seperti dikutip dari detik.com.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho pun turun ke lokasi. Dia memastikan batu andesit berbentuk seperti genta itu memang stupa simbol ajaran Agama Budha.

"Ada bentuk persegi di bagian bawahnya, tengahnya berbentuk genta atau setengah bulat, atasnya yang patah bagian puncak stupa," kata Wicaksono di lokasi penemuan stupa.

Dia mengatakan, stupa yang ditemukan warga ini diperkirakan tidak berdiri sendiri. Menurut Wicaksono, stupa ini bagian dari candi Budha yang diperkirakan pernah berdiri di Desa Jiyu. Dasar stupa berbentuk persegi yang rata diperkirakan sebagai dudukan pada bangunan stupa tersebut.

"Tidak jauh dari stupa ada lahan yang disebut warga Sawah Bata karena banyak ditemukan bata-bata dan batu andesit. Selama ini kita menduga ada bangunan candi. Dengan temuan stupa tersebut, diperkirakan saling terkait dengan temuan bersejarah lainnya di Desa Jiyu. Mulai dari batu patok berukir simbol-simbol, 4 Prasasti Jiyu, uang logam kuno, fragmen tembikar dan keramik, serta struktur lantai dari susunan bata merah," katanya.

Menurut dia, seluruh benda cagar budaya tersebut warisan Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Yakni penguasa zaman Majapahit akhir yang berkuasa pada abad 15 masehi.
"Di Jiyu ini lokasi peninggalan Raja Majapahit akhir yairu Girindrawardhana Dyah Ranawijaya yang berlangsung abad 15 akhir," katanya.

Teori yang dicetuskan Wicaksono didukung Prasasti Jiyu. Prasasti berangka tahun 1486 masehi ini menyebutkan Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya menetapkan Desa Jiyu menjadi tanah perdikan atau tanah bebas pajak di bawah kekuasaan Majapahit.

"Di Prasasti Jiyu juga disebutkan adanya pembangunan asrama untuk memperingati ibu dari Girindrawardhana. Apakah itu asrama Budha seperti vihara? Ini menarik untuk dikaji lebih mendalam," katanya.

Karena itu, tambah Wicaksono, temuan stupa tersebut memunculkan spekulasi Raja Girindrawardhana memeluk ajaran Budha. Lain halnya dengan raja-raja Majapahit terdahulu yang mayoritas memeluk Hindu.

Tidak hanya di Desa Jiyu, peninggalan Raja Girindrawardhana juga tersebar di Kecamatan Mojosari, Pacet dan Jatirejo. Salah satu yang terkenal adalah Prasasti Kembangsore di Desa Petak, Kecamatan Pacet. Prasasti ini juga berangka tahun 1486 masehi.

Bukti-bukti arkeologis itu membuat BPCB Jatim mencetuskan hipotesis ibu kota Majapahit yang pada masa pemerintahan Girindrawardhana disebut Dahanapura, berada di Desa Jiyu dan sekitarnya. Kota raja itu dipindahkan dari Trowulan, Kabupaten Mojokerto akibat perang Paregrek.

Hipotesis ini berbeda dengan pandangan kebanyakan ahli yang meyakini Dahanapura berada di Kediri. Karena merujuk pada kata Daha yang dulunya sebuah kota di Kediri. (det/wis)

Foto: detik.com

×
Berita Terbaru Update