Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Setelah NU dan Muhammadiyah, Giliran PGRI Mundur dari Program Penggerak Kemendikbud

Saturday, July 25, 2020 | 09:47 WIB Last Updated 2020-07-25T02:47:55Z
Yunifah Rosyidi (Fajar)


JAKARTA (DutaJatim.com) - Setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kini giliran PGRI mundur dari program organisasi penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang sebelumnya sudah mengundurkan diri dari program Organisasi Penggerak Kemendikbud.

Alasannya mundur juga sama dengan  NU dan Muhammadiyah. Yakni, kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas.

"PGRI memandang perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dalam keterangannya yang diterima wartawan Jumat (24/7/2020).


Sebelumnya, PGRI telah mengajukan proposal dan mengikuti serangkaian seleksi yang dilakukan Kemendikbud dan tim evaluasi independen dari The SMERU Research Institute.


Namun setelah digodok dalam rapat koordinasi bersama pengurus PGRI seluruh Indonesia, PGRI memutuskan untuk tidak mengikuti program yang dianggarkan hingga Rp 567 miliar ini.


"Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2020 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," kata Unifah.

PGRI juga meminta sebaiknya Program Organisasi Penggerak tidak diteruskan untuk sementara. Sebab, program ini bertepatan dengan pandemi corona yang turut memukul dunia pendidikan.

"Dengan pertimbangan di atas, kami mengharapkan kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu," ujar Unifah.

Berikut 5 poin alasan mundurnya PGRI dari Program Organisasi Penggerak:

Pandemi COVID-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua. Sejalan dengan arahan Bapak Presiden RI bahwa semua pihak harus memiliki sense of crisis, maka kami memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di era pandemi ini.

PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development).


PGRI sebagai mitra strategis Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional. Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning & Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara massif dan terus menerus khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan PJJ yang berkualitas.

PGRI mengharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekruitmen selama 10 tahun terakhir, memprioritaskan penuntasan penerbitan SK guru honorer yang telah lulus seleksi PPPK sejak awal 2019, membuka rekruitmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini.

Tanoto dan Sampoerna

Program Organisasi Penggerak merupakan program pelatihan dan pendampingan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas peserta didik dengan menggandeng banyak organisasi. Dari 4.464 ormas yang mengajukan proposal, terdapat 156 ormas yang lolos seleksi evaluasi.

Organisasi yang terpilih akan mendapat hibah untuk menunjang program makalah yang mereka ajukan. Kemendikbud membaginya menjadi kategori III yakni Gajah dengan bantuan maksimal Rp 20 miliar, kategori Macan sebesar Rp 5 miliar, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun. Target program ini adalah dua tahun.

Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation menjadi dua organisasi yang terpilih kategori Gajah. Keputusan ini menjadi polemik lantaran kedua perusahaan tersebut masuk dalam program CSR yang tak seharusnya didanai pemerintah. Namun, Tanoto menegaskan perusahaan mereka bukan CSR dan membiayai program POP dengan dana mandiri sebesar Rp 50 miliar.

Adapun Sampoerna memastikan mereka juga bukan CSR. Berbeda dengan Tanoto, Sampoerna menggunakan dana mandiri dan APBN (dana pendamping) senilai Rp 70 miliar dan Rp 90 miliar.

"Peran pemerintah dalam kebijakan Merdeka Belajar adalah pemberdaya. Melalui program Organisasi Penggerak, organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan kita dukung agar lebih berdaya dalam menggerakkan perubahan yang berpusat pada siswa,” jelas Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril, dalam siaran persnya.

"Organisasi yang terpilih memiliki rekam jejak yang baik dalam implementasi program pelatihan guru dan kepala sekolah,” imbuh Iwan. (KMP/wis)


×
Berita Terbaru Update