SURABAYA (DutaJatim.com) - Kotak amal sudah lumrah ditemui di masjid atau musala. Selain itu sering ditemukan di lokasi acara keagamaan.
Kemudian kotak amal berkembang banyak ditemukan di jalan-jalan. Biasanya di dekat lokasi pembangunan masjid, Musala, atau pesantren.
Yang menarik kemudian sangat banyak pula ditemukan kotak amal di restoran, warung, sampai warkop. Ukurannya ada yang kecil diletakkan di meja, ada pula yang besar diberi kaki diletakkan di depan pintu rumah makan.
Kotak amal itu ada yang dipasang untuk memudahkan para dermawan beramal, tapi banyak pula yang abal-abal alias modus penipuan untuk mencari uang.
Modus yang terakhir ini kemudian dikaitkan dengan aksi terorisme. Hal itu setelah Polri mengungkapkan temuan ribuan kotak amal yang diduga menjadi sumber pendanaan aktivitas jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI). Jaringan pelaku bom Bali ini diungkap polisi di Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Senin (23/11/2020).
Namun fakta ini harus diperdalam lagi sebab bisa meresahkan masyarakat mengingat kotak amal sudah bagian dari tradisi masyarakat dalam mencari dana amal dan cara bagaimana beramal.
Karena itu PWNU Jatim meminta hal itu segera diusut tuntas.
"Harus diusut. Karena membahayakan masyarakat dan masyarakat juga tidak tahu. Dan setidaknya nanti setelah ditemukan, harus diekspose," kata Khatib Syuriah KH Safruddin Syarif seperti dikutip dari detikcom, Kamis (17/12/2020) siang ini.
Safruddin menambahkan, publikasi temuan kotak amal mana saja yang digunakan untuk mendanai teroris sangat penting. Sebab dengan begitu masyarakat nantinya tidak keliru saat akan beramal. Selama ini memang masyarakat suka beramal dengan ikhlas tanpa melihat adanya kemungkinan modus penipuan.
"Masyarakat jangan keliru dalam memberikan amal. Maksudnya baik, tapi malah digunakan untuk menghancurkan kita sendiri. Jadi untuk itu hal ini sangat penting dan harus dilacak sampai ke akar-akarnya," kata Safruddin.
Meski ada temuan kotak amal yang digunakan untuk mendanai teroris, Safruddin tak sepakat jika kemudian masyarakat dilarang untuk beramal di kotak amal yang tersebar di banyak tempat. Namun menurutnya aturan mengenai kotak amal harus diperjelas lagi.
"Tapi jangan kemudian itu dilarang. Kotak amal itu kebutuhan ya bagi panti-panti sosial yang sungguh membutuhkan. Yang penting itu aturannya jelas jangan sampai disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin berbuat jelek seperti teroris," ujar Safruddin.
Salah satu aset berharga Jamaah Islamiyah (JI) diduga adalah kotak amal itu. Kotak amal ini ditemukan saat penangkapan Taufik Bulaga alias Upik Lawanga. Polisi menyebut JI menyalahgunakan dana kotak amal di minimarket untuk kepentingan aksi terorisme.
Upik Lawanga diketahui masuk DPO Densus 88 Polri sejak 2006. Setelah lebih dari 10 tahun dicari, Densus 88 berhasil menangkapnya di Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Senin (23/11/2020).
Polri menyebut sebanyak 20 ribu lebih kotak amal Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA) yang diduga sebagai sumber pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang tersebar di sejumlah wilayah di Tanah Air. Hal itu terungkap dari hasil pemeriksaan salah satu tersangka FS alias Acil.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono, mengatakan Upik Lawanga merupakan aset berharga Jamaah Islamiyah (JI) karena digadang-gadang menjadi penerus Azhari. Karena itu, Upik Lawanga disembunyikan JI dan kerap berpindah-pindah tempat.
"JI memiliki bidang Tholiah (pengamanan orang dan asset) yang bersangkutan melarikan diri dari Poso pada tahun 2007 melalui jalur Makassar, Surabaya, Solo hingga menetap di Lampung," kata Awi, Senin (30/11/2020).
Awi menambahkan Polri juga berhasil mendeteksi aliran dana kelompok JI. Dana tersebut berasal dari perorangan hingga penyalahgunaan dana kotak amal di minimarket. (nas/det)
No comments:
Post a Comment