Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

LPPNU Jatim Beber Data Beras: Hentikan Kelucuan Impor!

Saturday, March 20, 2021 | 12:27 WIB Last Updated 2021-03-20T05:28:38Z

 

Ketua LPPNU Jatim Ghufron Ahmad Yani (Monitor)

SURABAYA (DutaJatim.com) -  Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Jawa Timur (LPPNU Jatim)  meminta Pemerintah membatalkan rencana impor produk pertanian, khususnya beras, dalam waktu dekat ini. Pasalnya, impor beras di tengah petani sedang panen merupakan keputusan yang sangat menyakitkan hati petani.

Kepada DutaJatim.co., Rabu 17 Maret 2021, Ketua LPPNU Jawa Timur,  Ghufon Achmad Yani, mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)  tanggal  1 Maret 2021,  potensi produksi beras Januari-April 2021 sebesar 14,54 juta ton atau naik 3,08 juta ton (26,89%) dibanding Januari-April 2020.  "Saat panen raya, dan itu naiknya tinggi," kata Ghufron Achmad Yani.

Dia menghitung dengan potensi produksi beras pada Januari -April 2021 sebesar 14,54 juta ton sementara konsumsi Januari-April 2021 sebesar 9,72 juta ton, sehingga pada periode itu ada potensi surplus sebesar 4,81 juta ton. "Ini agar diserap oleh Bulog saat panen raya. Jadi,  bukan malah impor. Sepanjang bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, ya utamakan hasil keringat petani kita," ujar Gus Ghufron.

Akibat dari rencana impor beras itu cukup besar bagi petani. Sesuai data LPPNU, harga gabah jatuh di bawah HPP Rp 4.200/kg saat panen raya Maret 2021. Di beberapa daerah sudah turun di angka Rp 3.500 - 3.600/kg.

"Tolonglah hentikan kelucuan ini. Impor beras 2018 saja stoknya masih sisa dan ratusan ribu ton tidak terdistribusikan kok mau impor lagi?! Bagaimana pertanggungjawabannya kepada rakyat!," kata Gus Ghufron.

Sementara itu H Fathorrahman, Ketua KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Pamekasan dan Wakil Ketua KTNA Jatim, saat dikonfirmasi, membenarkan secara umum dampak impor beras bila melihat harga penetapan pemerintah (HPP) sudah anjlok sekarang.

 

“Tapi karena rata rata petani di Madura,  khususnya petani Pamekasan pada umumnya, tidak menjual gabah kering panen (GKP), ya rata-rata hampir bisa dikatakan tidak ada masalah.   Kalau daerah Sampang, Bangkalan, itu gabah kering giling (GKG), tapi kalau Pamekasan biasanya hanya menjual berasnya. Artinya, tidak terpengaruh oleh murahnya harga gabah di level nasional akibat impor,” kata H Fathorrahman Rabu 17 Maret 2021.

 

Namun bagi petani yang padinya untuk komersial, kata dia, memang sangat berpengaruh. Mereka yang menjual gabah di musim panen pasti mengalami kerugian akibat beras impor. Sementara gabah petani Pamekasan pada umumnya untuk konsumsi dan hanya sesekali saja dijual untuk kebutuhan lain. “Artinya mereka ini tidak terpengaruh,” katanya.

  

Dia mengatakan Madura termasuk daerah lumbung padi sebab panen sangat bagus. Artinya  pola petani Madura, hasil panennya memang untuk lumbung padi bagi persediaan masyarakat sendiri. Karena itu, bila terjadi fluktuasi harga, baik harga anjlok atau naik tinggi, hal itu tidak begitu berpengaruh langsung bagi masyarakat Madura.

 

“Tetapi kalau mereka menghitung usaha taninya dengan cost yang dikeluarkan, sebenarnya mereka rugi. Rugi tapi mereka masih tetap melakukan,  mereka tidak pernah menghitung berapa biaya usaha tani, budidaya padi itu berapa hasilnya, yang penting mereka bisa cukup untuk kebutuhan sehari-harinya,” katanya.

 

Sekarang berapa harga gabah per kilogram di Madura? “Kalau gabah di sini bisa Rp 3.500 perkilo, itu harga GKP alias gabah kering panen. Karena harga GKP itu separo dari harga beras.  Kalau gabah kering giling (GKG) lain lagi karena sudah siap giling, dengan harga pemerintah (HPP), GKP itu Rp 4.200/kg,” katanya.


Dua Menteri

 
Pemerintah berencana melakukan impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada awal tahun ini. Pemerintah beralasan, impor terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional. Beras impor akan digunakan untuk menambah cadangan. Pemerintah menyebutnya dengan istilah iron stock.

Rencana impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas. Namun Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog, Budi Waseso, mengaku tak mengusulkan impor beras pada tahun ini. Langkah impor beras ini muncul setelah pihaknya menerima perintah mendadak dari Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

“Kebijakan Pak Menko dan Pak Mendag, kami akhirnya dikasih penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor,” kata  Buwas, sapaan akrabnya,  Rabu (17/3/2021).

Menurut dia, rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya tak pernah membahas impor beras. Rapat itu hanya membahas stok pangan dalam negeri dan ancaman gangguan cuaca yang dapat mengganggu stok beras.

Buwas juga mengatakan, isu mengenai keputusan pemerintah untuk impor beras sebanyak 1 juta ton mulai memberi tekanan terhadap harga gabah petani. Sebab, hal itu diketahui saat memasuki masa panen raya pertama tahun ini yang berlangsung sepanjang Maret-April 2021.

"Ini ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dengan impor. Ini baru diumumkan saja sekarang dampaknya di lapangan harga di petani sudah drop," katanya.

Buwas melaporkan pula bahwa persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial. Dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, Buwas mengungkapkan, terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton dari total beras impor tahun 2018 sebesar 1.785.450 ton.

Dia menyebut beras impor yang sudah dalam masa simpan tahunan keseluruhannya berjumlah 461 ribu ton. Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog 275.811 ton, dengan sebanyak 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu.

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu mengungkapkan, kesalahan pada impor beras tahun 2018 karena rata-rata merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia. Karena itu Bulog sulit menyalurkan beras tersebut.

Mantan Kabareskrim itu menyebutkan, impor beras bakal jadi beban buat Perum Bulog. Ini karena Bulog juga masih menyimpan stok beras sisa impor tahun lalu, bahkan kini kualitasnya semakin mengkawatirkan karena lama menumpuk di gudang. Ia mengatakan, pihaknya siap untuk menampung beras hingga 3,6 juta ton sesuai kapasitas gudang Bulog di seluruh Indonesia. Namun, ia meminta agar ada pangsa pasar untuk menyalurkan beras yang diserap. "Kalau membeli sebanyak apa pun kami siap, asalkan hilirnya dipakai," kata Buwas, dilansir dari Antara.


Impor Daging


Sebagai negara agraris dan maritim yang memiliki wilayah sangat luas, agak terlalu juga bila Indonesia masih saja mengandalkan impor beras dan garam. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging saat Ramadhan dan Lebaran 2021, Pemerintah juga akan membuka keran impor daging sebanyak 100 ribu ton. Dari jumlah itu rinciannya, 80 ribu ton daging kerbau dari India, dan 20 ribu ton daging sapi dari Brazil.

Menteri Perdagangan M. lutfi menjelaskan, impor ini dilakukan sebagai langkah substitusi daging sapi hidup dengan daging lainnya. Selain itu, harga daging sapi Australia sedang tinggi.

"Nah  kita kerjakan yang sudah diputuskan dan diimpor saat ini adalah daging kerbau dari India yang jumlahnya 80 ribu ton ditugaskan untuk Bulog dan 20 ribu ton daging sapi dari Brazil oleh PT Berdikari," kata Mendag dalam konferensi persnya secara virtual, Senin (15/3/2021) lalu.

Lutfi menyampaikan, Indonesia merupakan negara terbesar pengimpor daging sapi dari Australia. Namun saat ini di sana harga daging sapi mengalami kenaikan.  Hal itu disebabkan oleh kebakaran hutan yang sempat terjadi di Australia pada 2019. Akibatnya ketersediaan daging sapi impor menurun.

"Kebakaran hutan yang sangat luar biasa membuat struktur dari pada stok sapi terganggu. Biasanya harganya dari USD 2,3 hingga USD 2,8 untuk sapi hidup. Hari ini menjadi USD 5 ," jelasnya.

Namun Lutfi memastikan, dengan adanya  impor daging kerbau dan sapi tersebut kebutuhan konsumsi daging di tingkat nasional menjelang bulan puasa bisa terpenuhi.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan untuk masalah impor garam, telah diputuskan dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu. "Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko (Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi)," kata Menteri Trenggono di Indramayu.


Kesulitan Pupuk

Di tengah situasi pelik itu, para petani masih saja kesulitan pupuk.  Untuk itu LPPNU Jatim juga memperjuangkan kesulitan petani menyangkut kebutuhan pupuk. LPPNU Jatim meminta pemerintah serta anggota legislatif serius memperhatikan kebutuhan pupuk yang mendesak bagi para petani.

Ahmad Yani mengatakan, pihaknya sempat mengadakan diskusi dengan para srikandi NU yang saat ini menjadi anggota DPR RI di Komisi IV yang membidangi Pertanian dan Perikanan. Mereka adalah Anggia Erma Rini dan Luluk Nur Hamidah.  "Saya menyampaikan aspirasi kepada beliau-beliau (Anggia dan Luluk), terkait pupuk dan keberlangsungan petani ke depan," katanya.

Menurut Gus Ghufron, ada lima poin yang disampaikan saat jagongan dengan para srikandi NU tersebut. "Saya menyampaikan lima hal yakni; pertama memastikan ketersediaan pupuk bagi petani, kedua keberpihakan harga yang pantas dan wajar atas hasil panen petani, ketiga regenerasi petani melalui pendampingan anak-anak petani akan perkembangan teknologi pertanian, keempat fasilitasi sekolah lapangan bagi petani, dan kelima mendorong Ponpes sebagai tonggak lahirnya generasi bidang pertanian," jelasnya.

Lebih lanjut, pria kelahiran Sidoarjo tersebut memaparkan, kebutuhan pangan yang meningkat saat ini tidak diimbangi dengan ketersediaan pupuk bersubsidi oleh negara. "Kebutuhan pupuk bersubsidi Indonesia adalah 23 juta ton. Namun pemerintah hanya mampu menyediakan 9 juta ton yang bersubsidi. Itu secara nasional," katanya.

Sikap LPPNU ini sesuai arahan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar yang meminta LPPNU selalu hadir saat para petani mengalami kesulitan. Kebijakan impor beras yang tidak sesuai data BPS ujung-ujungnya membuat rakyat mengalami kesulitan.

“Ini penting sekali, karena mayoritas warga NU di Jawa Timur ini petani. Saat LPPNU mengadvokasi petani, otomatis juga membela warga NU,” kata KH Marzuki Mestamar, saat Ta’aruf (Perkenalan) dengan Pengurus LPPNU Jatim di Kantor PWNU Jatim, beberapa waktu lalu. (gas/mas)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update