Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Demonstrasikan Pembuatan Vaksin Nusantara di Depan DPR, Terawan Ngaku Dihalangi Uji Klinis

Thursday, June 17, 2021 | 13:32 WIB Last Updated 2021-06-17T06:32:20Z

JAKARTA (DutaJatim.com) - Mantan Menteri Kesehatan (menkes)  Letnan Jenderal TNI (Purn) dr. Terawan Agus Putranto tampak sumringah saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021). Dalam rapat ini, Terawan disebut sebagai peneliti vaksin Nusantara. Bukan sebagai mantan menkes.

 

Terawan mengaku  bersyukur bisa membantu pemerintah menghadapi pandemi Covid-19. Terawan berharap Vaksin Nusantara yang digagasnya bisa dipakai untuk mencegah penularan Covid-19 yang sekarang kembali mengganas di sejumlah daerah.


"Sungguh bersyukur saya diundang dalam rapat dengar pendapat ini. Saya bersyukur boleh berkontribusi di masa pandemi ini untuk bersama-sama membantu pemerintah mengatasi problem pandemi Covid-19, terkhusus di bidang kesehatan," katanya.


Terawan mengatakan, pihaknya telah selesai melakukan uji klinis tahap 2. Untuk itu Terawan pun  memaparkan cara pembuatan vaksin Corona  kepada DPR agar para wakil rakyat mengetahui prosesnya.


"Kami paparkan dalam 2 sesi. Pertama mengenai cara pembuatannya untuk menjawab isu.  Kedua, hasil uji klinis 2. Di mana uji klinis 2 sudah dikerjakan sampai hampir selesai dan kemudian muncul MoU dari pejabat negara sehingga kami selesaikan dulu sebelum adanya MoU itu muncul," katanya.


Terawan mengatakan bahwa pihaknya terus berjuang menyelesaikan Vaksin Nusantara. Selanjutnya dia pun berharap agar Vaksin Nusantara bisa digunakan untuk masyarakat.


"Kami bersama-sama dengan tim berjuang dan terus akan berjuang mewujudkan Vaksin Nusantara agar bisa digunakan.  Kami ucapkan terima kasih yang luar biasa kepada teman-teman di Komisi IX yang mendukung, eh Komisi VII. Maaf saya terbiasa Komisi IX ha-ha-ha," kata Terawan yang keliru menyebut Komisi VII dengan Komisi IX.


Terawan adalah mantan menteri kesehatan RI. Mitra menteri kesehatan selama ini adalah Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan. Namun kali ini Terawan hadir di Komisi VII DPR sebagai peneliti vaksin Nusantara.  Dengan dukungan Komisi VII DPR, Terawan mengaku sekarang tidak sendirian lagi. Dia berharap uji klinis tahap 3 vaksin Nusantara bisa terlaksana sehingga vaksin ini bisa segera digunakan.


"Saya salut Komisi VII sangat mendukung vaksin Nusantara. Tadinya saya merasa dalam kesendirian. Mudah-mudahan nanti dukungan ini bisa terwujud dengan legalitas untuk uji klinis 3," jelasnya.


Terawan mengaku bingung karena merasa dihalangi melakukan uji klinis. Dia mengatakan, larangan riset uji klinis itu hanya terjadi di Indonesia.  "Rasanya uji klinis itu dilarang baru terjadi di sini. Ya, di Indonesia ini. Ya mudah-mudahan rasa gamang saya hilang karena Komisi VII bisa mensupport," jelasnya.


Terawan lalu memaparkan cara membuat vaksin Nusantara di hadapan Komisi VII DPR RI. Bukan hanya memaparkan, Terawan juga menunjukkan prosedur pembuatan vaksin di depan beberapa anggota Komisi VII DPR RI. Langsung di atas mejanya.


Terawan awalnya menampilkan sebuah kotak yang digunakan untuk membuat vaksin. Dalam kontak itu terdapat alat dan bahan untuk membuat Vaksin.  


"Ini wujudnya satu paket begini, Pak. Isinya nanti saya akan ungkapkan bagaimana cara membuatnya. Inilah nanti yang kemudian didistribusikan ke mana saja sehingga tidak perlu cold chain (cold box) untuk mendistribusikannya. Cukup dengan peralatan ini," kata Terawan di hadapan para anggota DPR.


Terawan mengatakan alat dan bahan yang ada di kotak itu 90 persen produknya berasal dari Indonesia. Terawan mengatakan, dalam 1 boks terdapat sekitar 25 alat dan bahan.  "Isi boks ini hampir 90 persen lebih bahan produksinya sudah ada di Indonesia. Bahkan dibuat di Indonesia," katanya.


Dia menegaskan bahwa  bahannya ada di Indonesia. Meski demikian dia mengakui ada beberapa yang dibuat di Amerika, seperti larutan antigen dan proteinnya. "Kami harus ekspor (maksudnya impor, Red.) dulu. Dan media diferensiasi. Dua hal inilah yang kami masih datangkan, karena kita masih belum R&D pembuatan itu. Di kemudian hari, di antara 25 lebih bahan ini, kita ada dua bahan masih impor. Di kemudian hari, kita bisa buat sendiri karena itu sangat simpel," jelasnya.


Terawan kemudian menjelaskan cara membuat vaksin Nusantara. Pertama, orang yang akan divaksinasi akan diambil sampel darahnya.  "Pertama yang dilakukan, kita ambil darah dengan peralatan ambil darah. Ini produk Indonesia," kata dia.


Terawan kemudian menjelaskan sampel darah itu akan diuji di laboratorium. Tampak di tengah-tengah penjelasannya, beberapa anggota Dewan berjalan ke meja Terawan.  Salah satunya pimpinan Komisi VII, Eddy Soeparno. Eddy meminta agar dirinya diizinkan untuk melihat proses pembuatan vaksin itu secara lebih dekat. "Silakan, Pak, ini bagus malah. Kalau (Bapak) mendekat, izin, saya pakai masker," kata Terawan.


Terawan kemudian melanjutkan penjelasannya. Dia menyebut sampel darah yang telah diambil itu diuji di laboratorium hingga menjadi vaksin dan bisa digunakan. Salah seorang anggota DPR kemudian menanyakan apakah Terawan sudah disuntik vaksin Nusantara.  "Saya sudah, masak saya bikin sendiri ndak berani suntik sendiri, termasuk anak dan istri saya (sudah), sama," kata Terawan.


Setelah menjelaskan cara membuat vaksin, Terawan menegaskan, vaksin Nusantara bukanlah produk Amerika. Terawan mengaku selama ini memilih untuk diam saat dikritik soal vaksin Nusantara.


"Jadi  demikianlah apa yang dikatakan bahwa ini buatan Amerika dan sebagainya. Saya selama ini diam saja. Untuk apa dijawab karena itu kan mereka berpendapat.  Pendapat tak perlu dijawab dan saya membuktikan seperti ini. Jadi seperti itu yang bisa kita buat dan itu sudah dikerjakan di RS Kariadi. Uji klinis 1 hanya safety pada pasien. Hasil uji klinis ke-2, satu juga safety yang kedua imunogenitas dan yang ketiga dosis berapa yang paling bagus kalau diizinkan untuk uji klinis berikutnya," lanjutnya.


Setelah menyaksikan penjelasan Terawan, Eddy Soeparno mengatakan bahwa pemaparan yang dilakukan Terawan merupakan yang pertama dilakukan saat rapat di DPR.  "Jadi ini pertama kali di masa sidang kita di Komisi VII, yang kita datang untuk merapat ke meja mitra untuk melihat secara riil dan secara aktual apa yang sedang dilaksanakan dan diprogreskan oleh mitra," kata Eddy.


Vaksin Nusantara sendiri dipuji para anggota DPR. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP, Adian Napitupulu, misalnya, merasa baik-baik saja setelah disuntik vaksin Nusantara yang digagas dokter Terawan Agus Putranto. Adian juga mengaku bahagia setelah divaksinasi.


"Saya mungkin satu dari yang sudah disuntik vaksin Nusantara dan sudah 53 atau 54 hari sampai saat ini kondisinya baik-baik saja, Pimpinan," kata Adian dalam RDP Komisi VII bersama Terawan tersebut.


Adian Napitupulu mengatakan dia tak mengalami gangguan apa pun setelah divaksinasi. Sambil bercanda, dia mengaku tetap merasa tampan setelah disuntik vaksin Nusantara. "Istri bahagia, kita bahagia, tidak ada gangguan medis yang saya alami. Ketampanan tidak berkurang sama sekali. Semua masih dalam rangka normal," kata dia.


Adian Napitupulu kemudian bertanya anggaran untuk pengadaan vaksinasi. Hal itu ditanyakan kepada lembaga Eijkman dan Terawan.  "Saya mau tanya, anggaran yang dipakai Eijkman itu berapa, ya, yang dipakai untuk vaksin Merah Putih. Kedua, yang sudah dihabiskan vaksin Nusantara berapa?" katanya.


Seperti diberitakan sebelumnya Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Laka Lena, menyebutkan anggota Dewan sudah disuntik vaksin COVID-19 termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Achmad. Melki menyebut penyuntikan dilakukan oleh Terawan langsung.


"Rombongan DPR RI ada Pak Sufmi Dasco Achmad Wakil Ketua DPR RI dan rombongan DPR RI lintas komisi. Wakil Ketua DPR Pak Dasco, Saleh Daulay Ketua Fraksi PAN dan istri, saya dan istri, Pak Firman Subagyo dan istri, Pak Anas Tahir dan istri, Saniatul Lativa dengan anak dan nanti, Sri Meliyana, Arzeti Bilbina, Nihayatul Wafiroh dan anak, Robert Kardinal, Adian Napitupulu dan istri. Sejauh ini saya dan semua teman plus keluarga yang disuntik tadi baik-baik saja," kata dia.


Vaksin Nusantara memang sempat menjadi polemik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mendukung segala bentuk penelitian untuk penanganan pandemi COVID-19. "Saya mendukung riset," ujar Jokowi di Jakarta.


Kaidah Baru


Terawan mengaku vaksin Nusantara berbasis dendritik yang dia prakarsai tak memiliki persoalan. Ia mengaku uji klinis vaksin Nusantara mengikuti kaidah baru pembuatan vaksin dendritik lantaran belum pernah ada yang membuatnya untuk mengatasi Covid-19.


"Saya bingung, apa titik persoalannya. Buat kami sebagai peneliti itu merasa ndak ada persoalan. Kaidah yang kami gunakan adalah kaidah yang baru. Karena apa? Dendritic cell vaccine ini belum ada yang pernah mengerjakan untuk Covid-19.  Jadi tentunya harus menggunakan kaidah-kaidah yang baru, yang beda, karena disuntikkan ke badan kita ya, dendritik sel kita sendiri, bukan dari orang lain, tentunya titik temu persoalan-persoalan itu tergantung duduk bersama," katanya.


Menyoal apakah vaksin Nusantara buatan Amerika atau Indonesia, Terawan menyinggung hal tersebut hanya berdasarkan persepsi saja. Ia, yang sempat menjabarkan cara pembuatan vaksin dendritik di depan Komisi VII DPR RI, menegaskan para peneliti memahami betul cara pembuatannya sehingga publik bebas menilai apakah vaksin benar buatan anak bangsa atau produksi Amerika.


"Dan bisa juga karena ada teman ini merupakan jalinan riset bersama ya ada juga teman Amerika, ada juga teman Indonesia. Nah, itu mau disebut bagaimana, terserah dari jalan berpikirnya. Yang paling penting kami percaya bahwa semua punya good way, punya keinginan yang baik, dan saya percaya, kalau kita bersama-sama, duduk bersama, kita mampu menyelesaikan pandemi ini dengan benar," jelasnya.


Tak hanya itu, Terawan mengklaim vaksin Nusantara bak kunci untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Ia mengaku hal ini berdasarkan hipotesis di dunia yang mengatakan vaksin berbasis dendritik erat kaitannya dengan the beginning of the end.


"Memang di literatur-literatur paling lama dari kejadian SARS dulu di China, Beijing, dan sebagainya, sel T-nya itu masih ada sampai 6 tahun dan itulah yang riset-riset di dunia mengemukakan muncullah hipotesis di mana dendritic cell vaccine ini dianggap sebagai the beginning of the end, yang memulai untuk mengakhiri cancer maupun Covid-19," bebernya.


"Kebetulan kita membangunnya, apakah tidak boleh kita memulai duluan? Iya, saya serahkan jawaban ke semua orang, apakah Indonesia tidak boleh memulai duluan? Saya tidak tahu untuk jawaban itu," katanya lagi.


Terawan mengatakan salah satu cara menuntaskan wabah Covid-19 adalah tercapainya herd immunity. Sementara itu, vaksin Nusantara disebutnya dalam uji klinis tahap awal terbukti membentuk imunitas tubuh yang bertahan hingga tiga bulan, dan akan diuji lebih lanjut untuk melihat apakah selama enam bulan imunitasnya tetap tinggi.


Fase Uji Klinis


Sementara itu, dalam RDP yang sama, Peneliti utama Vaksin Nusantara dr. Jonny mengungkapkan tujuan uji klinis untuk  menetapkan usulan efikasi berdasarkan perbandingan respons terhadap protein S, mengonfirmasi keamanan Vaksin Nusantara dan memilih formulasi optimal yang ditentukan oleh jumlah protein S SARS-CoV-2.


Dalam uji klinis ini, ada syarat subyek, seperti usia minimal 18 tahun, memahami dan setuju mematuhi prosedur, dan subyek dapat mematuhi prosedur penelitian. Subyek secara umum memenuhi kriteria sehat, termasuk usia lebih 65 tahun, obesitas ringan hingga sedang, dan pernah didiagnosis kanker sebelumnya dan sudah remisi minimal 1 tahun.


dr. Jonny menjelaskan ada 227 subyek saat skrining terbagi atas 149 inklusi dan 78 eksklusi. Pada kelompok inklusi ada 9 gagal skrining karena beberapa di antaranya IgG dan PCR positif. Lalu setelahnya minggu ketiga menyelesaikan penelitian 136 subyek.


"Kejadian yang tidak diinginkan derajat ringan, didapatkan 21 atau 15,44% mengeluhkan 24 reaksi lokal pegal, memar, kemerahan dan gatal. Paling banyak adalah pegal di titik penyuntikan," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR tersebut.


Untuk follow-up minggu pertama sampai keempat tidak ada reaksi sistemik. Termasuk juga tidak didapatkan kejadian serous adverse event. Selain itu juga tidak ada kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium.


"Sebagai kesimpulan follow up selama penelitian, sampai saat ini keamanannya baik, belum ada kejadian tidak diinginkan baik, belum ada Kejadian Tidak Diinginkan Berat/Serius. Dari ketiga dosis Antigen Protein S yang digunakan meningkatkan imununogenitas seluler. Dosis antigen Protein S minimal yang bisa memberikan imunogenitas seluler optimal adalah 0,1 mikrogram," kata dr. Jonny.


Sementara itu, dr. Yetty yang termasuk dalam penelitian ini, menjelaskan soal uji klinis fase I masih melakukan evaluasi hingga satu tahun. Tujuan evaluasinya adalah follow-up efek samping dan memiliki data kekebalan jangka panjang.


Dia mengatakan dari efek samping fase I Kejadian Tidak Diinginkan 70%. Namun, dr. Jonny mengatakan itu bukan angka yang tinggi.  "Pada evaluasi fase I kejadian tidak diinginkan derajat ringan, tidak ada satupun tidak memerlukan perawatan. Juga ditanyakan pada subyek keluhan rata-rata reaksi lokal derajat I atau II," kata Yetty.


Yetty juga menjelaskan soal efek samping grade III adalah pasien yang mengalami kenaikan kolesterol. Setelah dilaporkan dan ditelaah, dianggap tidak berbahaya.  "Kondisi tidak dalam keadaan puasa sehingga kolesterol fluktuatif. Sangat ringan sehingga oleh DSMP kemungkinan besar tidak ada hubungannya dengan vaksin," ungkapnya. (det/cnbci)











No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update