Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Museum Seni Budaya “Narotama” Sidoarjo Siap Diresmikan September Ini

Friday, September 19, 2025 | 06:14 WIB Last Updated 2025-09-18T23:14:28Z

 

Puti Guntur Soekarno, anggota DPR RI dari Komisi X, saat meninjau lokasi pembangunan Museum Seni Budaya “Narotama” di Dekesda, Jumat (12/9/2025)

SIDOARJO (DutaJatim.com) --- Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda)  menorehkan jejak penting dalam pelestarian seni budaya Kota Delta. Pada bulan September 2025 ini, Museum Seni Budaya “Narotama” siap diresmikan sebagai bagian dari upaya kolektif untuk mendekatkan masyarakat, khususnya generasi muda, pada kekayaan seni budaya Sidoarjo.


Museum ini berdiri atas inisiatif Dekesda, berlokasi di kompleks Dekesda, Jalan Erlangga 7 Sidoarjo. Museum ini hadir melengkapi fasilitas yang telah ada seperti ruang podcast, ruang galeri seni, panggung terbuka Dardanela, perpustakaan, perangkat gamelan, dan kantin kopi Bu Bhe.


"Museum ini kami rancang sebagai sarana pembelajaran luar ruang (Outdoor Learning), dengan target utama pelajar, 

mahasiswa, masyarakat umum yang ingin memahami seni budaya khas Sidoarjo," kata Ribut Wiyoto, Ketua Dekesda.


Museum ini, lanjutnya, menghadirkan sejumlah koleksi yang merepresentasikan seni budaya Sidoarjo, baik yang tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WTBT) maupun koleksi non-WTBT yang tetap relevan dalam kehidupan masyarakat Sidoarjo.


Disebutkan, koleksi WTBT berupa Reog Cemandi, yakni reog khas dari Desa Cemandi, Sidoarjo, yang bermula pada tahun 1918 dipelopori oleh Abdul Katimin, seorang ulama sekaligus pengasuh pesantren di Surabaya. Ia datang ke Desa Cemandi bersama murid-muridnya yang dididik dengan ajaran Islam untuk melawan penjajah Belanda. 


WTBT lainnya adalah Rias Pengantin Putri Jenggolo, tata rias dan busana pengantin klasik khas Sidoarjo yang merujuk pada Kerajaan Jenggala yang pernah berdiri di Sidoarjo pada tahun 1042.


Sedangkan koleksi non-WTBT, adalah Wayang Kulit Gagrag Porongan, yang beda dengan wayang kulit Jawa Tengah, yakni pada tokoh Punakawan dan dua tokoh pendampingnya yaitu Pak Radio dan Pak Mujeni.


"Legenda penari remo Munali Patah juga kita tampilkan berupa kostum Munali Patah di tahun 1960, lengkap dengan selendang, keris, gongseng (gelang kaki), dan udeng pacul gowang," kata Ribut yang menunjuk Rizki Hari Pangayom sebagai kepala museum "Narotama". 


Sedangkan tarian tradisional Sidoarjo yang jadi koleksi museum yakni Tari Buri Bandeng, tari Keris Ronjot, dan tari Banjar Kemuning.


Ribut menegaskan, museum ini bukan hasil proyek besar pemerintah atau sponsor tunggal. "Museum ini lahir dari semangat gotong royong dan swadaya para pegiat seni budaya, dengan dana awal yang bersumber dari berbagai pihak," jelas dia.


Secara rinci, disebutkan Rp 10 juta bantuan dari dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rp 1,5 juta dari Dekesda, Rp 500 ribu dari hasil penggalangan dana komunitas, dan Rp 3 juta sumbangan dari Puti Guntur Soekarno, anggota DPR RI dari komisi X.


Nama “Narotama” yang disematkan pada museum ini tidak hanya sekadar penghormatan pada maha patih dari Prabu Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan. "Tapi, juga semangat perjuangan dan dedikasi terhadap pendidikan, kebudayaan, dan nilai-nilai luhur," ucap Ribut.


"Dekesda ingin menciptakan ruang hidup seni budaya yang terbuka, akrab, dan membumi sebagai rumah seni budaya bersama bagi siapa saja yang ingin belajar, berdiskusi, dan merayakan seni budaya Sidoarjo," pungkasnya. (anto)



No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update