Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Khadijah dan A’isyah, Kisah Sayyid Abbas Al-Maliki

Friday, March 15, 2013 | 15:55 WIB Last Updated 2013-03-15T08:55:20Z



Oleh : Khofifah Indar Parawansa

KHADIJAH binti Khuwailid adalah perempuan yang bersih dan suci. Sebuah julukan diarahkan pada pribadi Beliau, Ath-Thahirah. Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya Beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh, cerdik, dan memiliki perangai yang luhur. Karena  itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Setelah bercerai dengan suami yang pertama, banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan Beliau untuk dijadikan istri. Tetapi, Khadijah radhiyallahu anha (ra), lebih memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang kemudian dari hasil usaha yang dikelolanya,  Beliau menjadi seorang yang kaya. Dengan kepandaian dan kejeliannya, kemudian Beliau menawarkan Muhammad yang pada saat itu belumlah diangkat menjadi Nabi, untuk menjual dagangannya. Kejujuran dan sikap profesional yang dimiliki Muhammad dalam berdagang, membuat kekayaan Khadijah semakin bertambah banyak.

Khadijah memiliki wajah yang cantik, berasal dari keturunan yang terhormat, memiliki martabat karena kepandaian dan kecerdasannya, dan ia juga adalah wanita yang kaya raya. Maka tidaklah mengherankan dengan kondisi yang demikian itu semakin banyak para pemuka Quraisy yang terhormat dan kaya raya ingin menjadikan Khadijah sebagai istri. Singkat cerita, semua tawaran tersebut ditolak oleh Khadijah, karena hatinya telah tertambat pada pribadi terpercaya, jujur, profesional dalam bekerja, dan memiliki akhlak yang mulia, dia adalah Muhammad. Dan Allah menakdirkan kedua insan pilihan tersebut untuk menikah. Walaupun pada waktu itu, umur Khadijah yang telah sampai di usia 40 tahun, kecantikannya tetap memesona Muhammad yang berumur 25 tahun.

Keutamaan Khadijah RA diriwayatkan sebagaimana sabda Rasulullah SAW:  “Tidaklah Allah mengganti untukku (istri) yang lebih baik darinya (Khadijah). Dia beriman kepadaku saat orang-orang kufur. Dia mempercayaiku saat orang-orang mendustaiku. Dia memberikan hartanya kepadaku saat orang-orang mengharamkan harta untukku. Dan dia memberikan aku anak saat Allah tidak memberikan anak dari istri-istriku yang lain”.
Khadijah adalah sosok perempuan pilihan yang Allah amanahkan untuk mendampingi Muhammad dalam menjalani tugasnya sebagai Rasul Allah.

Salah satu hikmah yang bisa kita petik dari kisah hidup Khadijah RA adalah keuletannya, kesungguhannya, kecerdasan dan ketelitiannya dalam menjalankan usaha perdagangan. Tetapi, semua usahanya itu tidaklah dijadikan semata-mata untuk kesenangan yang bersifat keduniawian semata. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, Khadijah dengan rela memberikan hartanya untuk kepentingan dakwah Rasulullah. Dan hal itu, dilakukan sampai ajal menjemputnya.

Seorang lagi dalam kehidupan Rasulullah yang istimewa adalah A’isyah radiallahu anha. A’isyah juga merupakan salah seorang perempuan mukminah yang sangat tangkas dalam perjuangan di medan jihad. Sewaktu Perang Uhud, di saat usia yang masih muda, Beliau pernah turut bersama mengangkut air di pundaknya sebagai bekal para Mujahidin. Demikian juga ketika Perang Khandak, A’isyah RA terjun ke arena jihad dan bergabung bersama para sahabat sehingga Beliau maju dan berdiri mendekati barisan para Mujahidin.

A’isyah menikah dengan Rasulullah SAW ketika usianya tujuh tahun, sebelum hijrah ke Madinah. Masih di alam kanak-kanak, dia tetap tinggal bersama keluarganya. Setelah berumur 9 atau 10 tahun barulah Beliau tinggal bersama Rasulullah SAW. Kedua insan teladan itu, menjalani liku-liku kehidupan bersama. A’isyah sebagai istri seorang Rasul, istri seorang pemimpin negara.

Dalam diri A’isyah RA ada ilmu dan pelbagai keutamaan. Keistimewaan yang dimiliki Beliau di antaranya seperti berpendirian kuat, kecenderungan meneliti sesuatu perkara, ketangkasan bertindak, kefasihan bertutur, daya ingatan yang kuat, segalanya adalah karunia dari Allah. Ini menjadikannya sebagai pribadi yang kekal diingat sepanjang sejarah kaum Muslimin.

Beliau turut dikenali sebagai seorang perawi hadits yang andal dan tergolong di antara orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW selain Sayyidina Umar bin Khatthab, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn Mas’ud, Abdullah Ibn Umar dan Zaid bin Thabit, radhiyallahu anhum. Demikianlah A’isyah RA, seorang Muslimah yang paling mendalam ilmunya, sehingga sahabat utama seperti Utsman bin Affan sendiri mengirim utusan kepada Beliau untuk bertanya soal as-Sunnah.

Kenyataan ini tidak dapat disangsikan, karena As-Siddiqah ini lahir dan dibesarkan di rumah As-Siddiq, kemudian hidup di rumah nubuwwah, mempertebal keyakinan pribadi dari sumber nabawi yang murni, malah terlibat langsung dalam asbabun nuzul beberapa kisah dalam Al-Quran. A’isyah adalah seorang Muslimah yang paling mendalam ilmunya, serta keutamaannya tersebar ke seluruh negeri, melebihi sahabat-sahabat lain dalam berbagai hal yang wajib dan sunnah.
Ummul Mukminin, Aisyah radiallahu anha menjadi teladan dalam hal kezuhudan, kemurahan hati, kedermawanan dan ketabahan. Kezuhudan Beliau mencapai derajat yang sangat tinggi karena sering berpaling dari hal-hal dunia yang melenakan dan menghadapkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk melaksanakan ibadah.
Itulah kisah-kisah keteladanan yang patut kita renungkan, bagaimana seorang perempuan mempunyai tanggung jawab dan bisa berperan secara optimal di tengah-tengah masyarakatnya. Keduanya adalah perempuan-perempuan tangguh yang sangat dihormati oleh umat Islam.

“Dua perempuan tersebut merupakan ibu dari umat Islam. Bahkan, sejak Nabi Muhammad SAW datang membawa Islam derajat kaum perempuan terangkat.  Sebelum Islam datang, orang Arab akan mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Tapi sekarang Islam menempatkan setara dengan kaum laki-laki".

Begitulah pengakuan tulus yang disampaikan Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Alawi Al-Hasani, ketika menyampaikan taushiyah di kediaman kami, di Surabaya, Rabu lalu.  Kedatangan adik dari Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Alawi Al-Hasani  ini tentu saja disambut dengan lantunan Shalawat Nabi, bersama para santri dan alumninya di Timur Tengah yang kini berjuang demi syiar Islam di Indonesia.  Di hadapan ratusan jamaah yang hadir, Sayyid Abbas mengajak untuk lebih menghormati perempuan. Sebab, dalam Islam perempuan setara dengan kaum laki-laki.

Bagi saya pribadi, tentu terapresiasi atas sikap dari Sayyid Abbas yang mengajak seluruh umat Islam berdiri menghormati kaum perempuan. Bahkan, penghormatan kepada perempuan, seorang ibu, selalu dilontarkan berkali-kali. Terlepas dari berbagai anggapan masyarakat, terutama menjelang Pilgub di Jawa Timur, kedatangan dari Sayyid Abbas merupakan proses.
Saya sebetulnya berkeinginan menyampaikan kepada anak-anak saya, para siswa-siswi  di Yayasan Pendidikan Khadijah. 

Selama ini memang banyak yang datang dari Kedutaan Amerika, Australia, Singapura. Kita punya komunikasi yang baik dengan negara-negara tersebut. Tapi, dengan tokoh-tokoh dan ulama dari Timur Tengah agaknya lemah.
Dengan kehadiran Sayyid Abbas kami merasa cukup berbahagia. Karena, sebagai ulama yang dihormati di kalangan Ahlussunnah waljamaah, Sayyid Abbas  telah mengisyaratkan untuk tidak memandang rendah terhadap perempuan. Dan bukankah, selama ini memang ada yang alergi ketika perempuan ikut berpolitik?
Demikianlah, wallahu a’lam.

·        Khofifah Indar Parawansa, Ketua Yayasan Pendidikan dan Dana Sosial (YPDS) Khadijah NU Surabaya.

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update