Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Selamat Jalan Sang Begawan Properti yang Sederhana & Dermawan ke Alam Keabadian

Thursday, November 28, 2019 | 08:44 WIB Last Updated 2019-11-28T01:44:18Z

Pak Ci bersama pengusaha properti Australia asal Surabaya,  Iwan Sunito.

JAKARTA (DutaJatim.com) – Selamat Jalan Pak Ci, Sang Begawan Properti  yang Sederhana & Dermawan, ke alam keabadian. Ya, Ir Ciputra, pendiri Ciputra Group yang sederhana itu, meninggal dunia di  Gleneagles Hospital Singapore  Rabu 27 November 2019 dini hari pukul 01.05. Jenazah chairman dan founder Ciputra Group yang dijuluki begawan properti ini diterbangkan ke Jakarta dan disemayamkan di Ciputra Artpreneur, Ciputra World 1, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan,  pada Rabu (27/11/2019) malam.

Menurut salah satu sekretaris Ciputra, Hilda,  jenazah pengusaha nasional itu akan dimakamkan di Jonggol, Jawa Barat. Ciputra akan dimakamkan di pemakaman keluarga.
"Jumat tanggal 29 November 2019 jenazah akan disemayamkan di Ciputra Artpreneur lantai 11. Kamis 5 Desember 2019, jenazah akan dikebumikan di pemakaman keluarga di Jonggol," katanya. 

Keluarga almarhum mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sekaligus doa kepada Ciputra dan keluarga. “Terima kasih kepada semua yang memberikan doa untuk kami," kata CEO Grup Ciputra, Candra Ciputra.

Ciputra meninggal pada usia 88 tahun. Ciputra diketahui sebagai salah satu pengusaha properti paling terkemuka di Indonesia dengan banyak karya.  
"Kami sangat kehilangan sosok ayah, kakek, dan pimpinan yang menjadi suri teladan bagi keluarga dan keluarga besar dari Grup Ciputra," kata putri pertama almarhum Ciputra, Rina Ciputra Sastrawinata, dalam keterangan tertulis dari Grup Ciputra, Rabu (27/11/2019).

Istana Kepresidenan menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Ciputra. Istana Presiden menyebut Ciputra sebagai pemegang Satya Lencana Pembangunan.
"Turut berdukacita atas wafatnya Bapak Ir. Ciputra. Beliau pemegang Satya Lencana Pembangunan," kata Jubir Presiden Fadjroel Rachman lewat akun Twitter, Rabu (27/11/2019).

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga turut berbelasungkawa. Menurut Erick, Ciputra merupakan tokoh properti Indonesia yang meninggalkan banyak karya.

“Saya turut berduka cita atas berpulangnya Bapak Ciputra, tokoh Properti Indonesia yang telah menghasilkan sejumlah karya bagi dunia properti," kata Erick, Rabu (27/11/2019).

Dia berharap amal dan ibadah pria yang akrab disapa Pak Ci ini diterima Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Semoga amal dan ibadah Pak Ci dilipatgandakan Yang Maha Kuasa, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan duka atas meninggalnya Ciputra. Dia mengenang  Ciputra sebagai salah satu pengusaha properti paling terkemuka di Indonesia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengaku bersedih atas tutup usianya Ciputra. Menurut Sri Mulyani, dia adalah sosok yang tak hanya mengejar keuntungan bisnis.

"Sedih banget ya. Pak Ciputra kan seorang tokoh kalau buat saya pribadi karya-karya dia untuk membangun pemukiman selalu dengan satu visi. Tidak hanya sekadar profit ya tapi dia juga komit terhadap lingkungan, detail, saya lihat di beberapa tempat," kata Sri Mulyani di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (27/11/2019).

Komisaris dan founder Crown Group, Iwan Sunito, mengungkapkan pula kesedihannya atas meninggalnya salah satu sosok legendaris dunia properti Tanah Air, Dr (HC) Ir Ciputra.

"Sungguh sebuah kesedihan yang mendalam mendengar bahwa Pak Ci telah pergi meninggalkan kita semua," ungkap Iwan Sunito melalui siaran pers, Rabu (27/11/2019).
Bagi pendiri grup properti yang banyak melakukan pengembangan dan investasi properti di Australia ini, Ciputra bukan saja seorang yang sangat dia kagumi, tapi juga seorang mentor yang luar biasa.

"Pertemuan kami terakhir adalah ketika kami sedang mengadakan sesi foto untuk persiapan buku saya," kenangnya. "Dan seperti baru kemarin saja rasanya," imbuh dia.
Menurutnya, Ciputra adalah sosok legendaris dengan banyak peninggalan bagi masyarakat. Kontribusi Ciputra dalam pengembangan kewirausahaan, tegas dia, patut diberi apresiasi setinggi-tingginya.

"Visi seorang Ciputra tak akan lekang ditelan waktu. Saya kira, bukan hanya saya dan keluarga besar Ciputra, namun seluruh bangsa Indonesia merasa kehilangan sosok yang humanis dan inspiratif seperti beliau," ujar Iwan. "Selamat jalan Pak Ci. You’ll be missed," tutup Iwan Sunito.

80 Penghargaan

Ciputra merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Almarhum meninggalkan seorang istri, 4 anak, 4 menantu, 10 cucu, 4 cucu menantu, dan 7 cicit.
Semasa hidupnya, Ciputra telah mendapatkan penghargaan dari Presiden Republik Indonesia, antara lain Tanda Kehormatan Satyalencana dalam bidang Pembangunan, Tanda Kehormatan Satyalencana Kebaktian Sosial, dan Tanda Kehormatan Satyalencana Pembangunan dalam Pengembangan KUD & Pengusaha Kecil. Secara keseluruhan, Ciputra menerima lebih dari 80 penghargaan dari berbagai institusi nasional dan internasional.

Pengusaha kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, itu dikenal sebagai Begawan Properti. Sejumlah perusahaannya yang bergerak di bidang properti antara lain Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Namanya pun masuk sebagai salah satu orang terkaya di dunia. 

Mengutip Forbes, Rabu (27/11/2019), Ciputra dan keluarga memiliki kekayaan bersih US$ 1,3 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (kurs Rp 14.000). Ia berada di urutan 1.941 orang terkaya di dunia dan berada di urutan 27 daftar orang terkaya di Indonesia pada tahun 2018.

Forbes mencatat, Ciputra mendirikan perusahaannya Ciputra Group pada tiga dekade yang lalu. Perusahaannya melakukan pengembangan di 33 kota di Indonesia. Siapa sangka, modal awal Ciputra mendirikan perusahaan hanya sebesar Rp 10 juta saja.

Dikutip dari Buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo, Ciputra merintis bisnis sejak masih kuliah di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung tahun 1957. Ketika itu dia bersama 2 teman kuliahnya yakni Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan biro arsitektur dengan bendera PT Daya Cipta.
Biro arsitektur milik Ciputra dan dua rekannya itu banyak mendapat proyek. Tahun 1960, Ciputra lulus ITB dan pindah ke Jakarta.

"Kita harus ke Jakarta karena di sana banyak pekerjaan," kata Ciputra seperti dikutip dari buku Properti Moderat, Modal Dengkul dan Urat karya Benny Lo.

Benar saja, di Jakarta kiprah bisnis Ciputra kian moncer. Hingga akhirnya pada tahun 1961 dia mendirikan Grup Jaya dengan modal Rp 10 juta. Perusahaannya pun kian berkibar. Melalui PT Ciputra Development, pengusaha dengan nama lain Tjie Tjin Hoan itu sukses membawa perusahaan lokal ke panggung bisnis global dengan nilai aset lebih dari Rp 30 triliun.

Namun, perjalanan bisnis Ciputra tak selamanya mulus. Pada 23 Juli 1996 setelah 30 tahun memegang kemudi perusahaan, Ciputra mundur dari PT Pembangunan Jaya, perusahaan yang dia dirikan pada 1961. Baru setahun pensiun, badai datang menghantam Pembangunan Jaya dan perusahaan-perusahaan lain milik Ciputra yang bernaung di bawah grup Metropolitan Development maupun grup Ciputra.

Padahal sebelumnya Grup Jaya banyak mengerjakan proyek-proyek besar. Sebagian proyek itu dikerjakan dengan modal pinjaman dalam bentuk mata uang dolar ke bank asing. Waktu itu Ciputra optimistis bisa mengembalikan semua pinjaman.

Perhitungan dan keyakinan Ciputra pun meleset. Memasuki tahun 1998 kekuatan rupiah cepat sekali lunglai di depan dolar Amerika Serikat. Dari semula nilai satu dolar
hanya berkisar Rp 2.000, kemudian naik menjadi Rp 2.500, dan dalam waktu kurang dari setahun, nilai tukar dolar sudah melompat lebih dari lima kali lipat. Utang Grup Jaya pun menggelembung sangat besar hingga mencapai hampir US$ 100 juta.

"Kami sama sekali tak menduga," kata Ciputra dikutip dalam biografinya, The Passion of My Life, yang dia luncurkan akhir November 2017 silam.
Saat krisis ekonomi tahun 1998, Edmund Sutisna, kala itu Direktur Pembangunan Jaya, menuturkan, bahwa Ciputra berbagi tugas dengan manajemen Pembangunan Jaya dan Metropolitan. Penyelesaian masalah di Pembangunan Jaya diserahkan kepada direksi, demikian pula di Metropolitan.

"Pak Ci konsentrasi menyelesaikan masalah di Grup Ciputra. Dia memberi kepercayaan kepada kami di Grup Jaya untuk menyelesaikan sendiri. Tapi kalau ada masalah kami konsultasikan dengan Beliau," kata Edmund.

Perlahan-lahan tiga kelompok usaha Ciputra-- Pembangunan Jaya, Metropolitan, dan Grup Ciputra—bisa keluar dari krisis. Untuk menutup utang, Ciputra melepas saham di sejumlah perusahaan, di antaranya di Bumi Serpong Damai (BSD). Beberapa unit usaha seperti Bank Ciputra terpaksa ditutup untuk selamanya. Ciputra pun berhasil bangkit dan lolos dari kebangkrutan.

Sederhana dan Dermawan

Saat ini generasi ketiga keluarga Ciputra sudah siap bergabung dalam manajemen Ciputra Group. Cipta Ciputra Harun yang merupakan generasi ketiga keluarga Ciputra mengatakan, meski berlimpah harta kakeknya adalah sosok yang sederhana.

Menurut Cipta, kakeknya hanya menggunakan sepasang sepatu untuk bepergian ke mana-mana. "Dia nggak pernah mikirin sepatunya apa, bajunya apa. Sepatu dia cuma satu, New Balance warna hitam, entah tahun berapa belinya. Nggak ganti-ganti," kata Cipta.

Bukan hanya sederhana. Dia juga sangat dermawan. Itu bisa dilihat dari kisah pembantu rumah tangga di kediamannya.

Ciputra kerap menyekolahkan anak para pekerja rumah tangganya (PRT) hingga menjadi sarjana. Hal tersebut selalu dilakukan Ciputra agar anak-anak PRT di rumahnya mendapatkan pendidikan yang layak. 

Tino (52), salah satu petugas rumah tangga Ciputra, saat ditemui di kediaman Ciputra di Jalan Bukit Golf Utama, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2019), mengatakan, pegawai yang lain pun anak anaknya sebagian sudah lulus sarjana. “Itu semua berkat kebaikan Beliau. Sangat baik sekali," ucap dia. 

Dengan perlakuan seperti itu, para petugas rumah tangga Ciputra merasa sangat dihargai. Tidak hanya membantu biaya pendidikan, Ciputra juga kerap memberikan nasihat yang membangun kepada para pekerja rumah tangganya.

"Sangat menerapkan disiplin. Bagian tukang kebun kamu harus disiplin, bagian satpam juga harus tertib ngaturnya," kata Tino. 

Namun, tidak melulu nasihat yang diberikan kepada para pegawai. Ciputra juga kerap bertegur sapa dan berbicara kepada para pegawai rumah tangganya. Tino pun merasa sangat nyaman dengan perlakuan majikanya tersebut, sampai-sampai dia betah dan menghabiskan 17 tahun masa hidup mengabdi kepada Ciputra. 

"Makanya pekerja di sini betah-betah, ada yang 20 tahun ada yang 30 tahun. Mereka tidak satu pun yang merasa mengeluh. Jadi semua yang datang bekerja ke sini merasa nyaman," tambah dia. 

Kini masa-masa itu tinggal kenangan bagi Tino dan para pekerja rumah tangga lain. Mereka dengan berat hati melepas kepergian sang majikan kepada Sang Pencipta. 

Bukan hanya pembantu rumah tangga, para narapidana di penjara pun merasakan kebaikan Ciputra. Bahkan soal penjara ini, Ciputra pernah berkeinginan merasakan begaimana kehidupan di dalam penjara. 

Bukan tanpa sebab, Ciputra memang punya pengalaman pahit sekaligus menyedihkan berkait jeruji besi. Dalam buku biografi Ciputra berjudul "Sisi lain Dr. (HC) Ir. Ciputra: Reportase yang Belum Terungkap" mencatat bahwa ayah Ciputra, Tjie Siem Poe, pernah mendekam di penjara lantaran ditawan penjajah Jepang. Keberadaan Tjie Siem Poe di penjara pun sempat tak diketahui Ciputra. Bahkan, Ciputra pun tak mengetahui di mana Tjie Siem Poe mendekam dan bagaimana keadaannya. 

Kondisi itu merupakan masa tersulit yang pernah Ciputra lewati. Sebab, dia juga harus berpisah dengan ibunya untuk melanjutkan sekolah di SMP yang berada di Gorontalo, SMA di Manado, dan lanjut kuliah di ITB Bandung. 

“Saya bisa merasakan, betapa tidak enaknya jika ada keluarga kita yang mendekam di penjara. Hidup saya berubah drastis karena orangtua saya ditahan,” ujarnya kala itu. 
Keadaan Tjie Siem Poe di dalam penjara saat itulah yang membuat Ciputra berkeinginan untuk mengetahui kehidupan dan kegiatan di balik jeruji besi. Sehingga dia pun memberanikan diri untuk datang ke kantor Kemenkumham di Kuningan, Jakarta Selatan, 29 April 2010. 

Bukan tanpa tujuan, pengusaha properti tersohor ini ingin mengajarkan para napi menjadi seorang entrepreneur, seperti yang sudah dia geluti selama bertahun-tahun. 
“Ini bukan hanya mengubah masa depan, tetapi mengubah minat napi agar tidak kembali ke lapas,” ujar Ciputra kepada Patrialis Akbar saat masih menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kala itu. 

Berkaca apa yang pernah dialami ayahnya saat di jeruji penjara, menurut Pak Ci, panggilan akrab Ciputra, para napi butuh perhatian dan bimbingan selama bertahun-tahun hidup di penjara. Upaya itu guna mencegah kecenderungan napi berbuat kejahatan dan kembali masuk bui. Sehingga ketika para napi keluar dari penjara, mereka memiliki bekal untuk hidup baru dengan keahlian yang sudah ia miliki. 

“Keluar penjara, menghirup udara bebas. Mereka tidak tahu berbuat apa karena sudah bertahun-tahun di penjara, sedangkan tuntutan kebutuhan hidup sangat mendesak. Jadi kecenderungan mantan napi berbuat kriminalitas dan masuk bui lagi bisa terjadi,” katanya. 

Hal itu ternyata direspons baik oleh Patrialis. Ciputra langsung mengutus timnya pertama kali ke Lapas Sukamiskin, Bandung, pada Juni 2010 lalu. Dalam kunjungan itu juga ada Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Martua Batubara. Rombongan itu berdialog dengan Kalapas Sukamiskin Murjito. Dalam kunjungan itu, mereka membincangkan tentang pemberian pemahaman warga binaan tentang entrepreneurship. 

Entrepreneurship di lapas ini tidak sekadar melatih keterampilan, namun akan membangkitkan pola pikir warga binaan untuk menciptakan pekerjaan. “Jadi ketika kembali ke masyarakat, napi sudah memiliki rencana masa depan karena selama di lapas telah dilatih,” katanya. 

Bahkan Ciputra pun pernah mengirimkan timnya ke Amerika Serikat untuk melakukan pelatihan. Di negara itu terdapat satu lembaga dinamakan Prison Entrepreneurship Program (PEP). Lembaga itu dibentuk pada tahun 2004 hasil kerja sama penjara-penjara di Amerika dengan kalangan pengusaha eksekutif. Tujuannya dengan pelatihan itu, timnya dapat memberikan pencerahan inovasi kepada narapidana. 

Program tersebut ternyata dibuktikan cukup berhasil. Hasil penelitian yang dilakukan 97 persen di antaranya sudah dapat mandiri dan hanya tiga persen narapidana kembali menjadi resedivis. Kini mereka semua kehilangan sosok Pak Ci. Selamat Jalan Sang Begawan Properti  yang Sederhana & Dermawan ke Alam Keabadian! (kcm/det)

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update